18 : MALAM BERBINTANG

27 22 19
                                    

Setelah memarkirkan mobilnya, Ha Seok melangkah masuk ke dalam rumah. Ia meletakkan tasnya di atas meja dapur dan beralih membuka pintu kulkas. Diraihnya sekaleng minuman soda yang dingin. Ketika ia menutup pintu kulkas dan berbalik, pria itu terkejut dengan kehadiran seseorang yang telah duduk manis menantinya. 

Jung Min melipat tangannya di atas meja layaknya seorang anak TK yang tengah memerhatikan gurunya. Tak lupa ia menampilkan ekspresi tenang dan lembut menatap kakaknya itu. 

Tidak seperti seorang kakak yang akan berlari menghampiri adiknya dan membelainya lembut, Ha Seok justru bergidik menatap Jung Min. Kedua alisnya bertaut mempertanyakan kehadiran Jung Min di sana.

"Apa yang kau lakukan di sana dengan wajah seperti itu? Ya! Kau justru membuatku merasa takut," ucap Ha Seok membuka kaleng soda di tangannya.

"Aku hanya merasa bosan. Kebetulan hyung telah kembali, jadi bagaimana jika kita melunasi hutang sekarang?"

"Hutang?"

Jung Min bangkit berdiri dan melangkah menghampiri Ha Seok. Ia menarik tangan pria itu dan membawanya kembali keluar rumah.

Kini berselimut gelapnya angkasa yang bermandikan bintang-bintang, kedua pria itu duduk bersama di halaman rumah. Semilir angin malam yang sesekali berhembus menyapu lembut wajah mereka. Ha Seok yang masih tidak mengerti apa sebenarnya permintaan adiknya itu, hanya terus diam menatap Jung Min yang asyik menandang langit malam. 

Ha Seok meneguk sekali lagi minumannya. "Jadi, apa yang sebenarnya kau inginkan? Mengapa kita di luar seperti ini?"

"Hyung, bukankah malam ini begitu indah? Banyak sekali bintang yang bersinar menandakan langit malam yang cerah," ucap Jung Min.

Ha Seok turut mendongakan kepalanya. Memang benar kerlap-kerlip bintang terlihat jelas di langit malam Kota Seoul ini. Cahayanya yang terang dapat mengunci sejenak pandangan seseorang yang mendongak menatapnya. Cahaya bintang memang seperti kilauan harta yang tersembunyi. Setiap ia muncul di tengah gelapnya malam, pasti akan ada orang yang menatap ke arahnya.

"Hyung, aku ingin mendengar ceritamu sekarang. Ceritakan tentang gadis itu. Gadis yang tinggal di rumah studiomu. Mengapa kau bisa bertemu dengannya?" Suara Jung Min menelusup masuk ke dalam pendengaran Ha Seok. 

Kaleng soda yang tergenggam kembali di teguk. Setelahnya, Ha Seok pun mulai menceritakan pertemuan pertamanya dengan Na Eun Bi. "Di hari peringatan kematian bulan lalu, aku pergi ke Sungai Han seperti biasa. Lalu aku bertemu dengannya di sana."

"Ah, benar. Maaf karena aku tidak ikut denganmu pada peringatan itu. Karena melakukan balapan semalaman, aku lupa akan hari penting itu. Sampaikan permohonan maafku kepada Nyonya Jung karena tidak dapat hadir saat itu," ucap Jung Min merasa bersalah.

"Tidak apa-apa. Santai saja," balas Ha Seok.

"Lalu, apakah kau sekadar bertemu dengan gadis itu saja?"

"Gadis itu hendak melakukan bunuh diri di jembatan. Untuk itu aku mencegahnya."

Jun Min terkejut mendengar penuturan tersebut. "Bunuh diri? Waeyo? Apakah ia sakit keras? Apakah ia dikejar oleh lintah darat?"

Ha Seok menggelengkan kepalanya. "Kau melihat kejadian sewaktu di rumah sakit itu, kan? Sepertinya ia menjalani kehidupan yang berat dan memiliki tekanan."

Tentu Jung Min mengingat insiden di mana Eun Bi mendapatkan tamparan keras di pipinya.

"Lalu, apakah gadis itu selalu tinggal di rumah studiomu?" tanya Jung Min kembali.

"Aku memintanya untuk datang ke sana setiap ia membutuhkan tempat untuk menenangkan diri. Aku pun memberikan kunci akses kepadanya. Setidaknya rumah itu tidak selalu kosong," jelas Ha Seok.

"Sayang sekali. Kalau begitu aku tidak dapat tidur di rumahmu lagi, hyung," keluh Jung Min menampilkan ekspresi kecewanya.

"Kau mengalahlah. Ia sepertinya lebih membutuhkannya daripada kau. Kau tinggal di sana juga hanya untuk menyembunyikan lukamu dari eomma dan appa," ucap Ha Seok.

"Woah, jinjja! Kau pilih kasih. Bukankah gadis itu juga memiliki alasan yang sama? Ia juga menghindar dan melarikan diri," cibir Jung Min.

"Sekarang kau tidak melakukan balapan lagi. Jadi kau tidak memerlukan tempat bersembunyi."

"Aku mencoba untuk berhenti."

"Waeyo? Apakah ada seseorang yang memintamu untuk berhenti?" Kali ini Ha Seok mencoba menggoda adiknya itu.

"Hyung tidak perlu tahu. Ngomong-ngomong, hyung sudah sebulan selalu bersama gadis itu. Bahkan kau tampak begitu perhatian dengannya. Apakah semua tindakanmu hanya berdasarkan rasa kasihan? Kau tidak memiliki perasaan lain kepadanya, hyung?" tanya Jung Min.

Ha Seok terdiam. Pandangannya menerawang jauh pada hari-hari yang selalu dilaluinya bersama gadis itu. Ia meneguk kembali sodanya hingga tandas. Tangan kekar itu meremas kaleng soda dengan cukup kuat.

"Aku tidak tahu. Aku tidak mengetahui perasaanku sendiri. Saat bersama gadis itu, aku hanya merasakan tenang dan damai."

Jung Mun menghela napas. Kakaknya itu memang sulit sekali jatuh cinta kepada seorang wanita. Bahkan dari mereka kecil, ia belum pernah melihat kakaknya itu dekat dengan seorang wanita. Pria itu hanya akan memerhatikan satu orang wanita dalam hidupnya, hingga kematian memisahkan keduanya.

Untuk itu melihat seorang gadis asing di rumah Ha Seok membuat Jung Min begitu penasaran sekaligus bersorak riang. Ia berpikir jika kakaknya itu telah keluar dari jeratan masa lalu. Namun, sepertinya hal itu belum terjadi.

"Hyung, apakah kau tahu hukum alam tidak tertulis bagi seorang pria?"

Ha Seok menoleh menatap Jung Min dengan tatapan bertanya.

"Sebagai seorang pria, kita tidak boleh membuat seorang wanita menangis. Karena hal itu sama saja kita menyakiti Ibu maupun saudara perempuan kita."

"Hyung, jika kau membantunya hanya karena rasa kasihan, sebaiknya kau membuat batasan yang jelas. Jangan memberinya harapan seolah kau akan menghabiskan sepanjang waktu bersamanya. Namun, jika kau memang benar-benar menerima gadis itu dalam hidupmu dan ingin menghabiskan sepanjang waktu bersamanya, maka kau harus mengungkapkannya. Jangan memberikan harapan kosong. Hati manusia tidak kuat seperti layangan yang ditarik-ulur, suatu saat dapat terlepas dan pergi tertiup angin," ucap Jung Min.

Keheningan menyelimuti kedunya. Di tengah suasana sunyi tersebut, tawa Jung Min tiba-tiba saja meledak. Ia memukul-mukul lengan kursi yang di dudukinya. "Wah.. Aku tidak menyangka jika dapat menjadi ahli cinta seperti ini," ucapnya berbangga diri.

Ha Seok pun turut tertawa. Adiknya kini telah benar-benar tumbuh dewasa. Bahkan adiknya itu juga memberikan sebuah nasihat yang cukup mengesankan untuknya.

- To be continue - 

Yogyakarta | August 5th, 2022

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Yogyakarta | August 5th, 2022.

Meeting You | 너를 만나다 Where stories live. Discover now