Bagian Kedua

877 155 235
                                    

Gue terlahir sebagai anak ketiga dari empat bersaudara. Dua laki-laki dan dua perempuan. Kakak gue yang paling tua namanya Hamas. Kalau yang kedua namanya Hanifa. Dan adik gue-yang sering dikira orang kakak gue karena badannya lebih tinggi dari gue-namanya Haikal.

Kata Ummi, Baba gue a.k.a Bapak Haidar Noer Malik dulunya memang obses banget punya anak yang awalan namanya dari huruf H. Aneh banget memang. Tapi, aneh-aneh begitu Baba gue sayang banget sama anak-anaknya. Saking sayangnya, beliau punya jadwal rutin untuk melakukan panggilan Zoom dengan kami setiap akhir pekan.

Maklum, dua kakak gue udah berkeluarga dan dua-duanya tinggal di luar Jakarta. Jadi anak-anak Baba yang masih menjadi beban keluarga adalah gue dan Haikal.

Baba selalu bangga dengan pencapaian kedua kakak gue. Mas Hamas berhasil menjadi Letnan Jendral TNI Angkatan Darat, sementara Mbak Ipeh-panggilan Mbak Hanifah dari gue-berhasil melakukan sumpahnya sebagai seorang Dokter. Gue juga ingin membuktikan ke Baba kalau anaknya yang satu ini bisa sesukses kedua kakaknya. Meski pada kenyataannya Baba kurang setuju kalau gue berprofesi sebagai penulis.

Gue nggak pernah tahu apa alasan beliau kurang setuju gue menjadi penulis. Namun, otak overthinking gue selalu berpikir kalau kekhawatirannya mungkin sama dengan sindiran Gisel pada malam itu.

Penulis bukan profesi yang menjanjikan.

"Udah berjalan enam bulan dan penjualan buku lo makin turun setiap bulannya, Na. Buku terakhir yang lo terbitin aja bulan ini nggak terjual sampai 1000 eksemplar. Bahkan penjualan buku pertama sampai keempat juga nggak melebihi penjualan bulan lalu. Buku-buku lo kalah telak sama buku-buku keluaran label Wabby Web!"

Mbak Dayatri-editor gue-memang udah mewanti-wanti gue soal aplikasi menulis online bernama Wabby Web yang melahirkan banyak karya viral dari penulis-penulis baru itu. Sejak kemunculannya beberapa tahun lalu, gue sama sekali nggak tertarik untuk menulis di sana. Dan ngeselinnya, Mediakata malah mati-matian membujuk gue untuk menulis di sana.

Tentu gue nolak. Gue nggak bisa memberikan karya yang belum utuh kepada pembaca, karena bagi gue keaslian tulisan adalah hal yang utama.

Gue berkaca pada beberapa kasus plagiasi yang sering banget terjadi di Wabby Web. Entah karena orang nggak punya otak yang terang-terangan menjiplak karya kita dengan kata bullshit 'terinspirasi', atau karya kita yang tiba-tiba muncul di mirror web. Gue mengantisipasi hal itu karena buku bajakan aja udah meresahkan dan bikin gue mencak-mencak sendiri.

"Walaupun dari segi penjualan kalah telak, senggaknya buku-buku gue dapat rate tinggi dari Mas Genta dan para reviewer buku lainnya!" balas gue nggak terima dengan ucapan Mbak Dayatri soal buku gue. "Lagian gue tetap nggak mau nulis di sana, sih. Sorry aja, ya."

"Siapa juga yang mau nyuruh lo nulis di sana?" Mbak Dayatri, dengan gaya khasnya, mencibir gue sampai lubang hidunnya kelihatan membesar.

"Terus kalau bukan bujuk gue, ngapain lo minta gue datang ke sini?"

Mbak Dayatri mengeluarkan sebuah map berwarna biru dari laci mejanya dan memberikannya ke gue. "Nih, lo baca isinya!"

Gue menerima map tersebut dan membukanya. Ternyata isi map itu adalah proposal kerja sama yang diajukan GID Entertainment-salah satu agensi ternama di Indonesia-kepada Mediakata.

"Lo tahu Satrian, kan? Satrian Pandega? Juara satu Star Idol yang lagunya selalu nangkring di peringkat tiga besar dan lagi viral gara-gara ditaksir banyak cewek?"

"Tahu," jawab gue sembari membaca isi proposal itu.

"Kebetulan managernya itu teman gue waktu kuliah. Namanya Donni. Kemarin dia datang ke Mediakata dan nawarin kerja sama buat terbitin buku autobiografi Satrian. Ya, nggak mungkin gue tolak lah kesempatan emas ini. Tadinya gue mau minta Tasya Pratika yang tangani proyek ini, tapi dia lagi ada proyek lain sama Sajakmedia."

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Aug 04, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Up and DownTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang