Hai, Alby di Sini

5K 279 71
                                    

"Alby, jangan nangis, Sayang

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

"Alby, jangan nangis, Sayang. Nanti kita pergi sendiri sama Bapak, ya?" ucap Tantri dengan suara tenang penuh kehangatan. Berjongkok sambil mengusap pipi si kecil yang sudah berlinangan air mata.

Namun, Alby tetap menangis. Putih bedak tabur di pipinya sudah hilang terhapus air mata. Padahal anak berumur enam tahun itu sudah begitu antusias tadi. Ia bangun pagi, mandi, dan memilih baju kesayangan dengan riang. Saking bahagia, kaki kecilnya sampai loncat-loncat saat Ibu menyiapkan sendal kodok favoritnya.

Akan tetapi, tawanya langsung hilang saat mobil yang hendak ia tuju berjalan meninggalkan pekarangan begitu saja. Tangisnya pecah. Bocah itu sempat mencoba berlari untuk memanggil para penghuni mobil. Tapi tetap, kendaraan tersebut terus melaju dan menghilang ditelan jarak.

"I-ikut, Bu .., Alby mau ikut ...," ujarnya masih terisak.

Tak tega, Tantri pun membawa tubuh mungil Alby dalam dekapan. Mengelus bagian belakang rambut anak itu guna menangkan. Tak hanya Alby, ia juga sedang merasakan sakit. Menelan fakta bahwa tak ada yang menyukainya dan sang anak di rumah ini. Bak figuran, keberadaan mereka selalu tak dianggap. Tantri tahu itu.

Ini bukan salah Alby, tapi salahnya yang tidak menjaga Alby dengan baik. Sampai anak itu mendengar kabar bahwa keluarga besar suaminya hendak liburan ke wisata air. Karena merasa bagian dari keluarga, Alby pun gembira. Tak tahu kalau anggota yang ada di rumah ini tidak menyukai dirinya dan sang ibu.

"A-alby mau mandi-mandi, Bu ..., mau ikut nenek ...."

"Enggak, Sayang. Nanti kita pergi sendiri aja, ya?" Tantri mencoba tersenyum walau air mata ikut menetes. Hati kecilnya sakit melihat anaknya meraung seperti ini.

Alby menggeleng dan menghentak-hentakkan kakinya. "Enggak mau! Mau ikut Neneeek! Alby mau mandi-mandi sama Nando sama Galang ...."

Anak itu menatap Tantri penuh harap. Mata bulatnya terus mengeluarkan air mata dengan isakan pilu. Namanya anak-anak, masih terlalu kecil untuk menerima perlakuan seperti ini.

"Yuk masuk, Sayang. Kita bangunin Bapak, terus kasih makan kelinci. Mau?"

"E-enggak mau ...," cicit Alby masih terisak.

"Udah, ya. Jangan nangis. Nanti jadi jelek, loh."

"T-tapi kata Nenek, Alby kan memang jelek."

Saat itu juga, Tantri terdiam. Mungkin benar kata orang, lebih baik tinggal ngontrak di rumah kecil dari pada harus hidup dengan mertua. Apalagi dia yang kehadirannya saja tidak pernah disukai oleh keluarga Gino.

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.


Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
Alby, Jangan NangisWhere stories live. Discover now