17. Kecelakaan

1.2K 65 10
                                    

Ciee yang kena prank, wkwk. Mana lah tega aku unpub anak sekuat Alby.

Enjoy, ya! Menuju ending, nih.

Tubuh Alby bergetar hebat

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Tubuh Alby bergetar hebat. Menatap penuh luka seorang pria yang sedang asyik bercengkerama dengan wanita yang barusan Bara panggil mama. Mereka berdua terlihat bahagia, bak keluarga cemara pada umumnya.

"Sini, By. Kebetulan papa aku ada di rumah, nih."

Alby tak langsung menjawab. Remaja itu memilih mundur, kemudian berlari keluar. Bara yang keheranan pun menyusul dengan tanda tanya besar di kepala. Ada apa dengan Alby?

"Alby! Hey!"

Sedikit emosi, Alby menghentikan langkah. Merogoh saku lalu menyerahkan sebuah benda pipih canggih dalam genggaman Bara. Mata anak itu memerah, berusaha menahan emosi sekaligus tangis.

"A-apa ini, By? Kok—"

"Maaf, mungkin perkenalan kita cukup sampai di sini, Bar. Setelah ini jangan pernah anggap kita pernah kenal."

Bara terpukul, jelas. Menerima dengan tangan bergetar. Bahkan mereka belum melakukan aktivitas apapun. Dalam bayangan Bara hari ini akan berlalu menyenangkan seperti rencana. Namun, kenapa malah jadi kacau begini?

"Bar, kamu kenapa? Ada masalah? Aku minta maaf." Bara berusaha menyekal tangan Alby yang berniat pergi.

Namun, dengan mudahnya Alby enyahkan. Tenaganya meningkat saat emosi begini. Menatap nyalang Bara sambil mengepalkan tangan. "Kalau aku tau ini adalah rumah laki-laki brengsek itu, nggak akan aku Sudi nginjak kaki di sini, Bar."

Bara kembali terkejut. Untuk pertama kalinya ia melihat Alby marah. Wajahnya memerah dengan keringat yang terus mengucur dari dahi.

"Maksud kamu ... siapa?"

"Papa kamu. Dia adalah laki-laki biadap yang udah hamilin ibu aku!"

"Hey! Punya bukti apa kamu ngomong sesuka hati kaya gitu? Mau saya tuntut pencemaran nama baik?" Tiba-tiba suara lantang muncul. Disusul suara langkah kaki tegas. "Kamu pungut dari mana gelandangan ini, Bara?"

Lagi dan lagi, untuk ke sekian kalinya Alby direndahkan. Tuhan terus menaruh dirinya di posisi terendah hingga membuat semua orang dengan bangga menjatuhkannya. Sakit. Jika tahu begini, lebih baik ia tetap berada di rumah tadi.

"Papa apaan, sih! Alby ini temen aku!"

"Teman? Sejak kapan kamu bergaul sama manusia kumuh seperti ini?"

Alby makin terpancing emosi saat pria berjas itu mendorong pundaknya menggunakan telunjuk. "Walau saya miskin, saya masih punya harga diri ketimbang anda!" pekik Alby penuh amarah.

"Alby ...," panggil Bara lirih. Sedikit tak percaya manusia selembut Alby bisa berlaku demikian.

"Buk, asal ibuk tau, suami ibuk sudah meng—"

Alby, Jangan NangisWhere stories live. Discover now