#25 Cinlok

211 35 9
                                    

Sesekali Ajun melirik jam dinding yang terus mengeluarkan suara detakan, jarum panjangnya bergerak seiring waktu

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Sesekali Ajun melirik jam dinding yang terus mengeluarkan suara detakan, jarum panjangnya bergerak seiring waktu. Rumah sakit, selalu menjadi kenangan buruk baginya, tidak Ajun sangka bahwa dia akan kembali lagi ke bangunan itu, padahal waktu Yohan kecelakaan saja dia selalu beralasan tidak ingin masuk ke sana. Walaupun masuk, Ajun serasa mual dan tidak betah di dalam rumah sakit. Tapi kini, demi menemani Julia, dia harus merampas semua trauma yang ada di dalam benak.

Kakinya selonjor, tangan kanan ia letakkan di dada. Jantungnya berdebar seperti berhadapan dengan segala ketakutan, Ajun menarik nafas dalam, mencoba untuk berdamai dengan rasa takutnya itu. Sebenarnya, semua ini berawal ketika ayahnya yang meninggal. Rasa syok itu membekas di hati, bagaimana dia mendengar tangisan dari ibu dan kakak perempuannya, seolah bermimpi Ajun melihat tempat tidur rumah sakit yang di isi oleh tubuh ayahnya, sudah tak bernyawa.

"Jun?" Julia datang, dia melihat Ajun mendongak ke atas dengan mata yang terpejam, nafasnya bergemuruh sesak. Ia pun mengguncang bahu Ajun pelan.

"Udah selesai? Apa kata dokter?" Ajun membuka matanya, begitu melihat Julia dia langsung bertanya.

"Cuma di kasih obat, terus kata dokter untuk sementara lukanya jangan kena air dulu," imbuh Julia sambil menunjukkan plastik putih berisi obat-obatan yang dia terima dari dokter.

"Terus ada lagi?" Ajun seakan tidak percaya omongan Julia, dia yakin ada sesuatu lagi yang tidak Julia katakan.

"Sama, di suruh kurangin makanan gula," ucap Julia murung.

Ajun menjentik dahi Julia, perempuan itu meringis pelan. Bibirnya cemberut, ingin sekali Ajun tarik karena oleh sebab penampilan itu sama sekali tidak menunjukkan ketaatan.

"Makanya jangan makan makanan manis lagi," oceh Ajun sepanjang jalan menuju parkiran.

"Makanan manis itu enak!" Protes Julia lalu Ajun pun berhenti tepat di depannya.

Ajun berbalik, dan Julia tidak banyak mengeluarkan suara sejak tatapan tajam terpancar di mata Ajun. Tidak banyak lagi dia berceloteh karena takut pada Ajun, sepanjang jalan Julia hanya diam saja. Ketika di tanya perempuan itu ingin kemana lagi, mumpung masih berada di kota. Julia hanya menggeleng pasrah, baginya saat mendapatkan larangan mengkonsumsi makanan manis adalah sebuah malapetaka, padahal ketika dia meninggalkan rumah. Julia sudah berandai-andai bahwa dirinya akan mendapatkan kebebasan.

Setelah sampai ke desa dengan selamat, Julia mendapatkan banyak tamu yang tidak di undang sedang mencari dirinya. Tentu saja itu gerombolan anak-anak yang ingin bermain dengan dirinya sekaligus minta di ajarkan dasar-dasar pelajaran bahasa inggris, Julia dengan senang menjamu anak-anak itu bahkan dirinya mengeluarkan majalah alfabet dalam ejaan bahasa inggris. Tapi Ajun, tiba-tiba saja berdiri di samping Julia lalu membentang tangan di hadapannya, seperti garis polisi yang menjadi peringatan untuk anak-anak.

"Nanti dulu ya, Mbak Julianya mau minum obat," ungkap Ajun menampilkan senyum yang sedikit mengancam membuat anak-anak itu bergidik ketakutan.

"Kamu ini ngapain sih Jun? Minum obatkan nggak sampe 30 menit, liat tuh mereka kojar-kacir," Cela Julia tadinya dia bersemangat untuk mengajarkan anak-anak itu, tapi Ajun malah mengusirnya.

"Habis minum obatkan harus istirahat, kalo masih kerja sama aja khasiatnya nggak berfungsi," ceramah Ajun sudah seperti bapak-bapak yang sedang memarahi anaknya.

Julia menggerutu, masuk ke dalam rumah sambil membicarakan Ajun yang membuatnya kesal. Saat hendak mengambil air putih tiba-tiba Julia bertemu dengan Kiara yang wajahnya memerah, tanpa basa-basi Kiara memeluk Julia.

"Wajahmu kenapa Ki?" Tanya Julia.

"Wajahku nggak penting Li, tapi gimana kata dokter?" Tanya balik Kiara.

"Aku baik-baik aja kok, tinggal minum obat nanti sembuh," jawab Julia.

"Syukurlah, kalo ada apa-apa bilang ke aku ya Li," Kiara mengelus lengan Julia lalu meninggalkannya, Kiara berlari cepat memasuki kamar.

Julia pikir hanya Kiara yang ia jumpai saat di dapur, tapi setelah itu dia justru melihat Yohan keluar dengan keadaan yang sama seperti Kiara. Wajah yang memerah seperti udang rebus, Julia pun terheran-heran melihatnya. Sementara itu di kamar Kiara sedang mempraktekkan teknik jungkir balik ke depan, dia melompat-lompat seperti belalang hingga membuat Cantika terbangun dari tidurnya.

Gedebuk! Gedebuk!

Cantika terpental-pental di atas kasur akibat Kiara, ia pun menjerit sebab tidak bisa berdiri karena gunjang-ganjing kasur yang tiada hentinya. Mendengar jeritan Cantika, Kiara pun berhenti dan meminta maaf.

"Kamu ngapain sih Ki?!" Tegur Cantika mengucek matanya yang masih mengantuk.

"Can! Aku! Aku! Eummmm," gumam Kiara wajahnya semakin memerah seperti buah apel, dan siap meledak.

"Apaan sih?" Geram Cantika yang tidak sudah-sudah mendengar penjelasan Kiara.

"Aku di tembak sama Yohan, di dapur," kata Kiara lalu dia salto ke belakang dan bersembunyi di selimut.

"HAH?! YANG BENER?!" Yang tadinya matanya masih kelelahan, Cantika pun terbelalak mendengar ucapan Kiara.

Kiara menjerit di bawah selimut sambil menendang-nendang kakinya, salah tingkah dirinya ketika mengingat kejadian itu. Semuanya bermula ketika Kiara pergi ke dapur untuk memanasi ulang ikan bakar, ternyata Yohan lebih dahulu melakukannya. Walau tangannya terluka dia tetap ingin berpartisipasi membantu yang lainnya, karena khawatir Kiara hendak mengambil alih pekerjaan Yohan itu, akan tetapi secara tidak sengaja mereka saling berhadapan dan membuat kaget.

Kiara yang malu hendak pergi meninggalkan Yohan, tapi laki-laki itu menahan lengannya. Dengan wajah yang memerah sembari menunduk laki-laki itu bergumam kecil.

"Kenapa pergi?" Tanyanya.

"O-oh itu, aku tadi niatnya mau bantu kamu," jawab Kiara.

Yohan minggir mempersilahkan Kiara mengambil alih tugasnya, sementara itu dirinya tetap berdiri di samping Kiara. Mereka di landa chemistry berlebihan, sampai-sampai untuk saling bertatapan pun tak berani. Hingga akhirnya, Yohan benar-benar geregetan dengan suasana ini lalu tak sengaja mengucapkan kata yang ada di otaknya.

"Kiara kamu mau nggak jadi pacar aku?"

"Iya!"

Keduanya tercengang, Kiara tidak mencerna ujaran Yohan dengan baik, sampai saatnya dia sadar bahwa Yohan sedang mengungkapkan perasaan. Dirinya pun mendapatkan blush merah gratis di pipi.

"Gila," gumam Cantika.

"Serius aku nggak nyangka kalo di antara kita bakalan ada yang Cinlok," lanjut Cantika.

"Duh! Gimana dong! Aku maluuu!!" Geram Kiara dengan dirinya sendiri.

"Ya udah sih jalanin aja," lanjut Cantika turun dari kasur, dirinya menggusak rambut lalu mengerang sebangun tidur akan tetapi tubuhnya terpaku melihat jam menunjukkan pukul dua belas siang.

"Ini a-aku bangun jam segini?" Cantika terkaget-kaget.

"Iya, mandi sana," balas Kiara.

Cantika bergegas mengambil handuk lalu menuju kamar mandi yang terletak dekat dapur, ketika berjalan dirinya bertemu dengan Julia yang sedang meminum obat.

"Baru bangun Can?" Tanya Johan yang keluar tiba-tiba dari kamar mandi.

"Kamu juga pasti baru bangun kan?" Tanya balik Cantika lalu Johan tertawa.

"Cocok banget ya kalian," Julia ikut menimbrung.

"Eh ngomong-ngomong, kalian harus tau sesuatu," ucap Cantika kemudian dia mengajak Johan dan Julia mendekat untuk membisikkan rahasianya.

"Yohan sama Kiara pacaran," bisik Cantika.

"HAHHHH?" Mereka berdua kaget.

Kkn As Biro Jodoh 2000lineWhere stories live. Discover now