Bab 19 : Lega
Saat ini aku dan mas Faren sudah tiba di rumah sakit tempat papa dan mama dirawat. Kami berjalan beriringan dengan mas Faren yang selalu saja menggenggam tanganku dengan erat.
Kami langsung berjalan ke arah IGD, setelah bertanya kepada resepsionis rumah sakit. Di sana aku juga mendengar tangisan yang membuat hatiku ikut sakit. Mas Faren mengajakku masuk, tak lupa kami mengucapkan salam terlebih dahulu.
Aku tersenyum lega saat melihat keadaan mama dan papa baik-baik saja. Tidak ada luka yang perlu dikhawatirkan. Semua hanya luka ringan yang mungkin akan sembuh setelah beberapa hari.
"Mama sama papa beneran enggak ada keluhan apapun?" Tanyaku sambil mendekat ke arah brankar mama yang sebelahnya terdapat kursi.
Mas Faren menuntunku, memperlakukan aku selayaknya kaca yang mudah pecah. Hal itu sudah kupastikan, akan mengundang atensi dari mama dan papa.
"Enggak ada Analisa, kamu sakit?" Tanya mama dengan nada khawatirnya sambil menyentuh rambutku.
Aku menggeleng pelan, "enggak ma, Analisa baik-baik saja." Balasku sambil menggenggam tangan mama dan menampilkan senyuman.
Padangan mama beralih ke arah mas Faren. "Benar begitu, Al?" Tanya mama yang sepertinya tidak puas dengan jawabanku.
Mas Faren menghela napas, "iya ma, Analisa cuma sedikit kecapaian karena bawaan calon bayi ma." Mama yang awalnya menganggukkan kepalanya langsung membulatkan mata seketika, setelah mencerna apa yang mas Faren katakan.
"Analisa hamil?" Tanyanya dengan sangat bahagia. Mama mengalihkan pandangan ke arahku. Aku hanya mengendikkan bahu seolah mengatakan bahwa masih ragu.
Papa tak bersuara sama sekali, beliau lebih memilih diam dan mendengarkan. Sekarang aku tahu, dari mana sikap mas Faren berasal.
"Analisa belum tahu pasti ma. Soalnya analisa juga belum pernah tes. Tapi Analisa baru ingat kalau telat datang bulan kurang lebih sudah tiga bulan." Jawabku dengan jujur.
"Ya udah kalau gitu, sekalian aja periksa mumpung dirumah sakit." Saran papa yang sedaritadi diam.
"Iya bener tuh kata papa. Cepetan gih Al!" Timpal mama.
Aku hanya menatap mas Faren, "ya udah kalau gitu Al mau periksakan Analisa dulu ya ma, pa."
Setelah mendapat persetujuan, kamipun langsung menuju ke ruangan dokter kandungan.
***
"Kamu kenapa?" Tanya mas Faren membuat aku mengalihkan pandanganku dari televisi ke arahnya.
Kami sudah pulang ke rumah dinas, setelah mengantarkan papa dan mama pulang ke rumah. Sebenarnya kami ingin menginap disana. Akan tetapi, tadi jadwalnya mas Faren apel malam. Mau tidak mau kami harus kembali ke asrama.
Aku langsung berdiri, menghampirinya dan mengambil punggung tangannya untuk kukecup. Mas Faren baru saja pulang.
"Mas mau mandi dulu atau makan?" Tanyaku sambil menerima baretnya.
Dia merangkulku dan membawaku jalan ke arah dapur. "Aku lapar dek." Keluhnya dan aku dengan sigap langsung menyiapkan makanan untuknya.
"Mau dibuatin kopi atau teh?" Tawarku. "Enggak usah dek. Kamu duduk aja sini nemenin mas makan." Balasnya membuat aku duduk di sampingnya.
"Are you okay?" Tanyanya membuat aku terkejut. Oh, ayolah Analisa apa yang kamu pikirkan?
Aku menampilkan senyuman konyol. "Aku baik mas. Cuma ya agak lemes aja sih." Ujarku membuatnya langsung melepaskan sendoknya dan beralih memegang tanganku.
"Ayo, kamu harus istirahat aja dulu!" Perintahnya yang sudah berdiri.
Aku menggeleng pelan, "enggak, aku mau nemenin mas makan." Balasku membuatnya menghela napas pasrah.
***
Kini kami sudah berada di dalam kamar. Aku yang bersandar di bahunya yang kokoh. Sambil memejamkan mata, menikmati setiap usapan lembut dari mas Faren di kepalaku. Sudah tidak ada lagi kecanggungan diantara kami. Semua berjalan sesuai dengan alur Ilahi.
"Kamu mau denger cerita enggak? Kenapa mas bisa jadi TNI?" Aku yang awalnya memejamkan mata, kini sudah terbuka dengan sempurna.
"Mau." Jawabku dengan sangat antusias.
"Dulu saat mas masih SMA kelas dua belas. Mas ketemu dengan anak sekolah dasar yang mas lupa kelas berapa. Saat itu mas tawuran di sekitar rumahnya. Dia datang dengan membawa sapu lantai." Mas Faren mulai bercerita membuat aku sekali-kali mengerutkan keningku.
"Pasti anak perempuan itu bawa sapu karena mungkin baru selesai nyapu ya?" Tebakku membuat mas Faren terkekeh.
"Bukan buat menyapu, dek. Tapi dia memang sengaja bawa untuk memukul orang yang sekiranya dapat dijangkau." Balasnya membuat aku mengangkat kepalaku dan menatapnya.
"Masak sih? Kok berani banget?" Heran ku.
"Kamu tahu Antariksa?" Tanyanya membuat aku mencoba mengingat sesuatu.
"Antariksa? Aku enggak punya teman namanya Antariksa. Tapi aku sepertinya itu nama sebuah geng motor, mas." Jelasku membuat dia mengangguk.
"Iya, itu nama geng motor. Yang pemimpinnya dipukul oleh gadis SD." Katanya membuat aku langsung membulatkan mata.
"Jangan bilang kalau itu adalah aku?"
Halo guys,
I am so sorry
Niatnya mau publish sesuai dengan yang aku bilang tempo lalu.
Tapi karena banyak kegiatan, aku enggak jadi publish deh :v.
Sekali lagi I am So Sorry ya.Terus aku rasa alurnya ini juga udah enggak pas deh. Mungkin kapan² aku bakal unpublish untuk pembaruan alurnya ya.
Thanks youu❤️
KAMU SEDANG MEMBACA
Kalam Cinta Pak Tentara (Sudah Terbit)
RomanceIni adalah kisah dua orang yang dipersatukan dalam ikatan suci pernikahan, namun tak saling memiliki secuil perasaan, entah cinta maupun rasa kasih sayang yang nyata. Semua yang mereka lakukan, semata hanya bentuk bakti terhadap kedua orang tuanya. ...