STD. 17

643 28 0
                                    


🥀🥀🥀

Beberapa saat Delia menatap kertas tersebut, merasa bingung ia pun menoleh pada Arnold.

"Tadi siang, waktu aku mencarimu di taman. Aku tidak sengaja bertemu dengan bapak-bapak yang menjemput temanmu waktu itu, dan dia memberiku ini untuk diberikan padamu," terangnya yang menyerahkan kertas tersebut pada Delia.

Ia pun mengambil kertas tersebut, "Orang itu bilang kalau Johan, dia akan pindah ke Amerika untuk menjalani pengobatan."

Delia pun terbelalak tidak percaya, benarkah itu semua?

Sejenak ia terdiam menatap surat tersebut. "Eh, apa ini?" tanya Arnold saat Delia menyerahkan surat itu kembali padanya. Awalnya ia bingung, tapi kemudian ia mengerti akan maksud dari sang adik.

"Kau ingin aku membacakan ini untukmu?" dan Delia mengangguk.

Arnold pun mengambil kertas tersebut, dan membukanya. Ia pun meletakkan surat tersebut di atas tempat tidur. "Untuk sahabatku," ucapnya yang mulai membaca sembari menggerakkan kedua tangannya.

"Sebelumnya aku ingin minta maaf, karena aku tidak mengabarimu terlebih dahulu tentang hal ini. Dan maaf untuk aku yang telah mengingkari janji kita yang akan bertemu kembali waktu itu.

Sebenarnya aku ingin mengatakan hal ini secara langsung padamu, tapi aku tidak ada waktu lagi, karena Bunda akan membawaku jauh ke Amerika untuk mengobati mataku. Dan mungkin aku juga akan bersekolah di sana.

Awalnya aku tidak ingin pergi, tapi mengingat akan dirimu membuatku bertekad untuk cepat sembuh supaya aku bisa melihat wajahmu yang cantik." dan Arnold pun sedikit terkekeh di kata yang terakhir, membuat wajah Delia menjadi bersemu merah muda karena malu.

Arnold pun berdeham, dan kembali melanjutkan bacaannya. "Namun, bagaimanapun juga aku tetaplah sangat sedih. Aku tidak bisa memenuhi janjiku padamu. Pasti kau sudah menungguku begitu lama di sana, kan?

Bukan aku tidak ingin, tapi aku tidak bisa. Tapi kau tidak perlu khawatir, meskipun aku pergi jauh darimu dengan waktu yang lama, aku tidak akan pernah melupakanmu. Kau akan selalu ada didalam ingatanku. Dan gelang yang aku berikan waktu itu, jaga dengan baik, ya. Mungkin itu akan membantu kita suatu hari nanti.

Aku harap, kau akan setia menungguku di tempat kita bermain. Dan jangan lupakan aku. Aku akan kembali untukmu, hanya untukmu." dan Arnold pun terhenti. Dibalik-baliknya kertas tersebut, apakah ada tulisan lain yang tertera di kertas itu. Dan sepertinya tidak ada. Itu adalah kalimat terakhir yang tertulis.

"Tidak ada lagi. Hanya itu saja yang tertulis di sini," ucap Arnold yang kembali menyerahkan kertas tersebut.

Delia pun meraih kertas itu sembari terus menatapnya. Membuat seulas senyum tipis terukir di wajah. Begitupun dengan Arnold yang juga ikut tersenyum. Diusapnya kepala Delia pelan. "Gini dong, kan cantik kalau senyum seperti ini," cetusnya yang terus mengusap.

"Hah ... kalau begitu, aku keluar dulu ya? Ingat, jangan tidur larut malam," peringatnya yang diangguki pelan oleh Delia.

Keluarnya Arnold dari dalam kamar, membuat suasana tempat itu terasa sunyi kembali. Tidak ada yang menemaninya selain sepucuk surat dari sang sahabat.

Tak terasa, setetes buliran bening jatuh dari pelupuk matanya saat melihat foto almarhum sang ayah dan juga surat dari Johan secara bersamaan.

"Kenapa?" batin Delia yang mengusap kedua benda itu.

Sedih rasanya harus kehilangan orang tersayang dalam kurun waktu yang sama.

Dari foto dan surat, kini atensinya beralih pada jendela. Ditatapnya langit yang tidak berbintang melainkan hanya ada bulan yang juga bersembunyi dibalik awan. Memperlihatkan secercah cahaya yang hampir menghilang.

"Tuhan. Tolong jaga mereka, ya? Jaga orang-orang yang aku sayangi. Dan tolong, buat mama dan Amel sayang padaku. Aku juga ingin mendapatkan kasih sayang itu, yang belum pernah aku rasa sama sekali."

"Aku tidak meminta banyak hal, Tuhan. Hanya itu saja yang aku inginkan. Aku hanya ingin bahagia," pinta sekaligus doa yang ia ucapkan, dengan terus menatap langit yang gelap.

Puas dengan apa yang ia lakukan, Delia pun memutuskan untuk pergi tidur. Meskipun singkat, tapi setidaknya dunia mimpi lebih indah dari pada dunia nyatanya.

"Mereka mungkin bisa meninggalkanmu, tapi aku tidak. Aku akan menjadi bayanganmu, Delia. Bayangan yang akan menjagamu," ucap seseorang pelan dari kejauhan yang terus memperhatikan Delia dari luar rumah.

***

Di siang hari, Delia kembali datang ketaman. Berdiri di samping pohon yang pernah ia jadikan tempat bermain bersama Johan.

Berdiri menatap lurus ke depan, pandangan yang penuh harapan dengan keinginan. Di tangannya terdapat secarik kertas, dibukanya kertas yang ia bawa. Seulas senyum tipis pun terukir saat ia melihat isi yang merupakan sebuah gambar yang ia buat sendiri. Gambar dua orang yang tengah bergandeng tangan dengan bahagia. Kemudian ia melipat kertas itu hingga menjadi sebuah pesawat.

"Aku akan menunggumu disini setiap hari, sampai aku bertemu denganmu lagi. Aku tidak akan pernah melupakanmu, dan ku harap kau pun juga." batinnya yang kemudian menerbangkan pesawat kertas itu di udara. Ditambah dengan angin yang bertiup, membuat kertas tersebut terbang tinggi menjauh dan semakin tinggi. Sama dengan harapannya yang melayang seperti kertas itu.

Waktu terus berlalu, dan tanpa terasa sebelas tahun telah berlalu. Tahun-tahun yang penuh dengan lika-liku, suka maupun duka. Pahit-manis semuanya telah terjadi begitu saja dan berlalu seperti tidak ada dosa.

Dibawah pohon yang rindang, seorang gadis remaja sedang duduk bersender menikmati indahnya sore hari. Tangan yang lentik dan halus terus saja mencoret-coret kertas yang berada di pangkuannya. garis demi garis ia buat, dengan pandangan yang terus tertuju pada sebuah wahana ayunan anak-anak yang sudah tua tapi masih berfungsi.

Dua buah mata bernetra coklat yang indah itu sama sekali tidak melewatkan sedikitpun kesalahan dalam gambarannya. Sampailah pada garis terakhir, yang menyudahi aktivitas menggambarnya. Merasa puas dengan yang ia buat, membuatnya tersenyum manis.

Dipandanginya gambar tersebut dan kemudian memeluknya. "Aku sangat rindu padamu," batinnya yang menengadahkan kepalanya menatap rimbunnya daun dari pohon itu dengan kedua mata indahnya.

Setelah itu, ia pun berdiri dan sedikit berjalan dari tempatnya. Ditangannya sudah terdapat kertas berbentuk pesawat.

Gadis itupun melepas dan menerbangkan pesawat kertas tersebut, dan dibantu sang angin membuat benda itu terbang melambung tinggi.

Angin yang bertiup sepoi-sepoi membuat rambut sang gadis yang indah dan lembut juga ikut terhembus kebelakang. Sedikit dari rambut yang ia gerai menutupi wajahnya. Segera ia menepisnya dan akhirnya terlihatlah wajah sang gadis.

Mata indah dengan bibir ranum berwarna pink alami, pipi chuby menambah kesan cantik pada gadis tersebut. Dan dia adalah Delia.

Surat Terakhir Delia ( on going )Where stories live. Discover now