(6) Finally I Have You

2.3K 664 1.9K
                                    

"Tarik napas dulu, hembuskan," lirih Qilla pada dirinya sendiri

Ops! Esta imagem não segue nossas diretrizes de conteúdo. Para continuar a publicação, tente removê-la ou carregar outra.

"Tarik napas dulu, hembuskan," lirih Qilla pada dirinya sendiri. "Huft. Kalem, harus santuy. Gak boleh panik."

Dia berulang kali menggembungkan pipinya. Di dalam kamarnya yang telah dihiasi bunga serta kain penutup warna maroon dan emas. Setelah selesai dirias, Qilla meminta waktu untuk sendiri. Tujuannya ... Agar dia bisa lebih tenang. Calon istri Dehan itu memberanikan diri menatap layar laptop yang kini menunjukkan prosesi akad nikah. Lebih tepatnya masih persiapan.

Nampak sang mempelai laki-laki yang biasanya hanya menunjukkan wajah tanpa semangat hidup, kini terus-terusan mengulas senyum menawan. Seolah-olah, dia tengah menunjukkan pada satu dunia. Kalau dia tengah bahagia. Bagaimana tidak? Sang pujaan hati incarannya sejak masih jadi bocah ingusan. Akan segera menjadi miliknya. Qilla sampai terheran-heran melihat Dehan tersenyum.

"Tumben itu laki senyum terus," komentarnya.

"Teh, bisa denger Hasan?" tanya sebuah suara yang berasal dari zoom.

Qilla terkesiap. Bodoh sekali. Dia lupa, kalau dia, Hasan, dan Husein tengah mengadakan meeting di zoom. Untungnya suara dia dimute. Coba kalau tidak. Hadeuh.

"Eh? I-Iya, denger, San." Qilla mendadak sulit bernapas saat Husein sengaja menyorotkan kamera ke arah Dehan. Dengan jas hitam serta wajah menawannya. Dehan sukses, membuat jantung Qilla berdebar cepat.

"Ijab kabulnya udah mau dimulai, Teh," kata Hasan. Qilla tidak menjawab. Iya dia tahu. Semua elemen penting sudah terkumpul di meja putih itu. Ada Dehan, Papanya, Papa Mertuanya, Om Putra, dan penghulu.

Qilla mendadak kehilangan kata-kata. Seluruh tubuhnya terasa lemas. Apalagi saat mendengar Dehan membacakan surah favorit Qilla, surah Maryam. Ada rasa membuncah yang tak bisa dia deskripsikan. Hatinya bergetar. Bersamaan dengan itu, sorot matanya pun menunjukkan kalau gadis itu sangat mensyukurinya pernikahannya hari ini. Air mata mulai menggenangi kedua matanya. Dehandar ... Laki-laki yang selama tiga tahun ini dia rindukan secara sembunyi-sembunyi. Laki-laki yang kerap membuat kedua matanya basah. Juga laki-laki yang berhasil membuat hati lemah Qilla porak-poranda.

Hari-hari berat itu telah berhasil Qilla lalui. Ketika rasa-rasa rindu yang tak tersampaikan itu malah berujung membekaskan duka. Di sisi lain, fakta-fakta pahit kehidupan menuju dewasa hampir saja membuat Qilla putus asa. Kalaupun mau menyalurkan perasaannya, Qilla sangat berusaha memahami bahwa pacaran bukanlah jalan yang halal untuk ditempuh, maka nikahlah satu-satunya yang jadi pilihan. Akan tetapi ... Ada banyak hal yang jadi pertimbangan. Aqilla kala itu masih terlampau muda dan dituntut oleh orang tua untuk menyelesaikan sekolahnya.

Dalam masa pencarian jati diri, Qilla baru memahami. Bahwa jatuh cinta sebelum pernikahan. Benar-benar ujian yang dahsyat serta penguji kewarasan akalnya. Seringkali Qilla berpuasa, sebagai alternatif dari masalah pokok yang belum ketemu jalan tengahnya ini. Tapi ... Rasa itu tetap tidak hilang juga.

Sampai akhirnya, dengan pemikiran matang serta dengan penuh pertimbangan. Si gadis berusia delapan belas tahun itu memberanikan diri. Tidak peduli dengan hasil akhirnya. Jika gagal, maka itu memang belum waktunya untuk Qilla menikah. Dan kalaupun berhasil, maka Qilla akan bersyukur. Begitu pikirnya sebelum mengutarakan perasaan yang sesungguhnya pada Dehandar Ibrahim Rafardhan selaku kakak sepupunya sendiri.

DEHANDAR & AQILLA [YOUNG MARRIAGE]Onde histórias criam vida. Descubra agora