(15) Hold On, I Still Want You

1.6K 589 1.4K
                                    

"Ikhlas, ya?" bisik Zayn

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

"Ikhlas, ya?" bisik Zayn.

Qia mengangguk, tangannya terulur untuk menyibak kain yang menutupi sekujur tubuh sang adik guna memastikan keadaan kaki Putra. Alhamdulilah utuh tanpa kurang satupun. Dia mengucap syukur. Kedua tangan Putra pun utuh, tidak terputus seperti sebagian besar korban. Wajahnya hanya baret. Putra terlihat bersih. Qia kembali meneteskan air matanya ketika mengecup kening sang adik. Pasti sakit saat tubuh terlempar. Helm Putra sampai rusak parah. Dan karena kuatnya lemparan hingga membuat tulang rusuknya patah dan menusuk jantung.

"Putra, insyaallah Teteh ikhlas. Makasih, ya, Putra. Makasih udah jadi adik Teteh. Maaf, Teteh belum bisa buat Putra bahagia," lirih Qia.

Zayn merangkul Qia. Tangannya meraih tangan dingin Qia. Berupaya menyalurkan kehangatan dari tangannya. "Kamu masih punya aku dan anak-anak, ada Umay, ada Kayla, dan semua yang masih ada di keluarga kita, ya?" Qia menghapus air matanya.

"Makamkan Putra di sebelah makamnya, Ian, ya, A?" pinta Qia menahan sesak.

"Iya, kita makamkan dekat makamnya Ian. Kamu harus makan dulu, nanti sakit. Jenazahnya baru bisa pulang setelah surat serah terima dari pihak rumah sakit keluar. Tadi sih katanya satu jam lagi," kata Zayn.

Qia menuruti ucapan suaminya. Mereka keluar dari kamar mayat. Sebelumnya, Zayn mengajak Qia mencuci tangan terlebih dahulu. Meski tengah berduka, Zayn cukup realistis. Tidak mau menambah derita dengan menahan lapar karena rasa sedih yang dialaminya. Bisa-bisa asam lambungnya dan Qia kambuh. Keduanya memutuskan untuk memakan bekal yang dikirimkan Elia. Dengan telaten Zayn menyuapi sang istri yang sedari tadi kentara sekali terlihat berupaya menguatkan diri. Meski matanya terus saja mengeluarkan air mata.

Zayn juga sama hancurnya. Namun, kali ini dia tak berdaya. Laki-laki itu menarik napasnya yang terasa sesak. Di saat-saat seperti ini, kada dia merindukan Papa dan Umma. Di saat keadaan genting semasa remajanya. Zayn mengadukan segala keresahan hatinya pada Rafan. Tak sedikitpun Papanya itu mengeluh meski Zayn terus mengadukan banyak hal. Wajah teduh serta kalimat penghiburannya selalu menjadi ketenangan untuk Zayn, iya, biidznillaah.

"Zayn, definisi ikhlas itu. Ketika mulut dan hati kamu tidak lagi mengeluh atas apa yang terjadi dalam hidup kamu. Yakinlah, Nak. Kalau apa yang terjadi dalam hidup selalu ada hikmah di baliknya."

Seberapa keras pun keduanya berusaha tegar, pada kenyataannya. Qia dan Zayn hanya manusia biasa. Baru saja keduanya makan sebanyak tiga suapan. Tapi, tangisan itu kembali terdengar. Zayn dan Qia kembali menangis. Menyuarakan perih dan derita yang mereka alami.

"A Zayn ...."

"Enggak apa-apa, Qi. Insyaallah semuanya pasti berlalu. Enggak apa-apa," bisik Zayn seraya memeluk erat sang istri. Dia memejamkan matanya. "Sekarang gak apa-apa kalau kita mau nangis. Insyaallah kita kuat. Nangis aja dulu, ya? Di depan anak-anak. Kita harus kuat." Qia mengangguk dalam pelukan Zayn.

DEHANDAR & AQILLA [YOUNG MARRIAGE]Where stories live. Discover now