PROLOG

47 8 0
                                    

Keringat bercucuran dari dahinya. Diusapnya keringatnya dengan handuk kecil yang dibawanya.

"Lelahnya." Keluh Phoenix.

"Kenapa aku harus latihan boxing di hari minggu." Kesalnya. Dengan malas ia berjalan menuju tasnya yang terletak dibangku panjang diujung ruang latihan tak jauh dari tempatnya berdiri saat ini. Diambilnya telepon genggamnya dan melihat banyak pesan dan panggilan yang belum ia buka.

"Kenapa Ayah menelponku?" Tany Phoenix heran sambil melihat telepon genggamnya.

"Tidak biasanya, hmmm.... lebih baik aku cepat pulang." Gumannya pelan. Dengan cepat ia mengambil tasnya dan berlari menuju motornya yang ia pikirkan di parkiran sekolahnya.

Ia langsung bergegas menghidupkan motornya dan pergi dengan cepat , tak peduli omelan teman-temannya serta penjaga sekolahnya.

"Perasaanku tak enak." Ujarnya.

"Lebih baik aku cepat pulang." Ucapnya kembali sambil menaikkan kecepatan motornya.

-------xxxxx-------

Sampailah ia di depan rumahnya. Remaja bersurai hitam ini terkejut melihat rumahnya sangat ramai penuh dengan orang.

"Ada Apa ini ?" Tanyanya kepada seorang tetangganya yang sedang duduk di depan teras rumahnya.

Orang itu hanya terdiam sambil menepuk pundak Phoenix pelan dan berkata, " Kamu yang tabah ya, Phoenix. Bibi turut berduka cita."

Phoenix terdiam terkejut, " Maksud bibi bagaimana , memang ada apa ?" Tanyanya.

"Bundamu,.... Ibu Nadia, dia....dia telah tiada." Perkataan itu seketika membuat dunia Phoenix terhenti. Air mata nya menetes dari wajah tampannya. Ia langsung berlari memasuki rumahnya , tak peduli tetangga-tetangganya melihatnya, yang ia pedulikan kini hanyalah bertemu dengan Bundanya dan memeluknya walaupun untuk terakhir kalinya.

"Bunda."

Hanya satu kata yang saat ini dapat dikeluarkan oleh anak remaja itu. Ia hanya berdiri dan menatap sedih terhadap tubuh Ibundanya yang telah tergeletak tak bernyawa di depannya, Ia peluk tubuh yang sudah dingin tersebut.

"Bunda, Maaf .....Maaf .... Maafkan Aku Bunda .... Maaf ." Ucap Phoenix sambil menangis. " Maafkan Aku tak bisa menemani saat-saat terakhir Bunda, Maaf kan Aku belum bisa menjadi anak yang terbaik untuk bunda... Aku...Aku pernah membentakmu, tak jarang juga aku membantahmu perkataanmu Bunda, Ku mohon maafkan aku bunda." Ucap nya menyesal hingga Sang Ayah yang tadi diam melihat anak semata wayangnya kini mulai menepuk pelan bahunya membuat anaknya yang lagi memeluk Ibundanya menoleh. 

" Ikhlaskan Bundamu, Nak. " Ucap Sang Ayah.

Phoenix mulai melepaskan pelukannya dan mencium kening Ibundanya. "Phoenix Ikhlaskan ,Bunda. Semoga Bunda bahagia disana. " Ucapnya sambil menghapus air matanya. 

-------xxxxx-------

 Matahari mulai menampakan sinarnya. Phoenix berjalan malas menuju ke ruang makan. " Pagi Ayah. " Sapanya, namun Ayahnya hanya diam tak menjawab. Phoenix langsung mendudukkan dirinya di kursi makan didepan Ayahnya dan mulai menikmati sarapannya yang telah disediakan oleh bibi yang bekerja di rumahnya.

"Phoenix." Ucap Sang Ayah membuat Phoenix menghentikan makannya.

"Iya, Ayah."

"Hari ini Kau tak perlu sekolah, kemasi saja barang-barangmu dan ikut Ayah ke Semarang dan Kau akan bersekolah di SMA Andromeda Galaxy disana."

"Tapi ....."

"Nanti malam kita akan berangkat kesana." Ucap sang Ayah lalu pergi meninggalkan meja makan yang membuat Phoenix dengan berat hati harus menuruti perkataan Ayahnya. 

-------xxxxx-------

Keesokan harinya

Di SMA Andromeda Galaxy, salah satu SMA terfavorit di Semarang ini, Seorang gadis muda yang bernama Auristela Aileen Syaqilah, tapi teman-temannya kerap memanggilnya Auris ini sedang berjalan , tidak .. lebih tepatnya ia berlari dengan sangat kencangnya menuju ke arah kelasnya, yaitu kelas 12 IPA 3 .

"Kenapa aku bisa kesiangan?" Keluhnya sambil berlari.

Dimasuki kelasnya, tapi keberuntungan tak berpihak padanya karena seorang guru sudah memasuki kelasnya.

"Auris, Kau terlambat."

"Maafkan saya, Pak."

"Berdiri di depan kelas hingga pelajaran saya selesai."

"Baik pak." Ucap Gadis itu, dengan berat hati ia melangkahkan kakinya berjalan meninggalkan kelasnya.

"Guru menyebalkan." Batinnya.

Namun, dewi fortuna masih berpihak ke dirinya. Seorang Guru berjalan ke arahnya dengan diikuti seorang siswa yang sepertinya seorang murid baru.

"Auris, kenapa Kau berdiri disini? Ayo masuk kedalam, Ibu mau mengumumkan sesuatu." Ucap Bu Sintia Wali kelas Auris.

"Baik Bu Sintia, Ngomong- omong siapa siswa yang di belakang ibu? Murid baru ya, Bu?" Tanya Auris penasaran.

"Benar sekali, Dia Murid baru yang baru pindah hari ini, Kamu yang Akrab ya dengannya." Ucap Bu Sintia pada Auris.

Auris membalikkan badannya dan tersenyum manis ke arah murid baru tersebut. "Hai, Aku Auristela, Kau bisa memanggilku Auris." Ucapnya sambil menjulurkan tangannya.

"Aku Phoenix, Salam kenal Stela."

"Stela?"

"Ah.. bolehkah Aku memanggilmu Stela, Aku lebih suka panggilan itu."

"Boleh saja, Salam kenal Phoenix." Ucap Auris sambil menjabat tangan Phoenix.

"Stela, Jadilah temanku disini." Ucap Phoenix kepadanya.

"Tentu saja, Phoenix." Ucap Auris sambil tersenyum lalu dengan pelan ia mengelus kepala Auris membuat Auris tersipu dibuatnya. "Terimakasih." Ucap Phoenix sambil tersenyum padanya.

—---- TO BE CONTINUE—-

Halo teman-teman pembaca sekalian, jumpa lagi dengan saya di cerita terbaru saya yang berjudul Phoenix. Maaf untuk saat ini saya mungkin akan jarang up untuk cerita one piece ya. Namun bila ada kesempatan saya akan up di ceria one piece lagi, untuk saat ini saya mencoba fokus untuk menuju cerita teenromance. 

Terimakasih yang telah mampir dan telah membaca cerita saya. Tolong berikan jejak berupa vote maupun coment serta kritik dan saran untuk saya agar penulisan berikutnya menjadi lebih baik

Semarang, 15/8/2022

Arazaku Vya

PHOENIXWhere stories live. Discover now