MARAH

15 1 0
                                    

'jika seorang wanita marah tanpa sebab padamu segeralah minta maaflah bahkan jika kau tak melakukan kesalahan apapun karena seorang wanita memiliki jalan pikiran yang berbeda dengan seorang pria, pikiran mereka itu misterius dan hal itu yang membuat mereka spesial.'

Malik Surya Pratama

-----------------------

Phoenix terdiam memperhatikan guru di depannya mengajarkan pelajaran yang paling dia benci. Yah apalagi kalau bukan pelajaran matematika. Mata pelajaran yang hampir seluruh siswa di dunia membencinya.

Phoenix menghela nafasnya bosan, permata hitamnya melirik sejenak gadis manis yang saat ini duduk di sampingnya yang sedang memperhatikan pelajaran dengan serius dan sesekali mencatat beberapa point penting didalam buku catatan miliknya.

'Bagaimana dia tak bosan memperhatikan angka-angka serumit itu sedari tadi?' Batin Phoenix.

'Tapi dia manis juga saat sedang serius seperti itu' Pikirnya kembali sambil memperhatikan gadis manis itu.

Detik menuju menit telah berlalu, Phoenix masih saja memperhatikan gadis cantik di sampingnya ini hingga ia tak sadar guru matematika nya sudah berada disampingnya. dan langsung menaruh spidol papan tulis di mejanya. Phoenix tersadar akan hal itu dan langsung melirik guru yang ada di samping.

"Kerjakan soal di depan!" Suruh sang guru.

Phoenix mengambil spidol itu dan berjalan menuju papan tulis yang ada di depannya. Namun Phoenix terdiam memperhatikan soal yang menurutnya sangat rumit menurutnya.

"Auris coba bantu teman mu, tapi ingat hanya bantu saja tidak mengerjakan soalnya," ucap sang guru membuat Auris melangkahkan kakinya ke depan dengan malas.

"Gini lihat." ucap Auris ketus.

Auris mulai menulis beberapa rumus yang baru saja ia temukan hingga suara guru menghentikannya. "Auris itu bukan rumus saya." Ucap Sang guru.

"Maaf Pak, saya baru saja membuat rumus versi saya sendiri yang menurut saya lebih mudah, bolehkah saya memakainya pak?" Tanya Auris. Guru matematika tersebut hanya menghela nafas pelan lalu mengangguk pelan mengijinkan Auris mencoba rumus barunya.

Auris kembali melanjutkan menuliskan rumusnya di papan tulis putih tersebut sambil menggerutu pelan karena kesal. "Kalau tak ikhlas tak perlu membantuku." ucap Phoenix dengan dibalas tatapan tajam oleh Auris. Namun bukannya takut Siswa itu hanya tertawa pelan. "Maaf, maaf tapi benar bukan." Ucapnya kembali hingga spidol yang masih di tangan gadis cantik itu patah menjadi dua bagian dan membuat isinya berserakan di lantai. Guru bahkan para siswa sekelasnya langsung terdiam melihat Auris yang sudah sangat kesal.

'Gila, Aku tak tahu bahwa dia bisa semenakutkan ini.' Batin Phoenix.

"Maaf Pak nanti saya ganti spidolnya." Ucap Auris kepada gurunya. Guru tersebut mengangguk dan langsung mempersilahkan gadis itu duduk dibangkunya dan menyuruh Phoenix tuk membersihkan tinta yang berserakan dilantai.

Tak selang beberapa menit berlalu Phoenix telah usai membersihkan tinta spidol yang berserakan tersebut hingga bahu miliknya di tepuk oleh Gurunya. "Nak besok lagi fokuslah pada pelajaran bapak, Jangan perhatikan gadis itu terus. Bapak tahu Auris itu cantik tapi sesekali dia marah Kau bisa lihat sendiri bukan." Ucap guru itu sambil tersenyum lalu pergi meninggalkan kelasnya.

Phoenix mulai mendudukan dirinya dan melihat siswa di sampingnya yang masih sibuk membersihkan tangannya dengan tisu basah yang gadis itu bawa. "Stela." Ucap Phoenix.

"Hm."

"Kau sedang datang bulan , ya?"

Auris langsung terdiam kesal, pipinya memerah menahan kekesalannya. "Phoenix , kau sadar apa yang katakan padaku." Ucapnya membuat Phoenix bingung hingga Malik yang berada di depannya yang tadinya ingin meminjam buku catatan milik gadis itu langsung berbalik kembali.

PHOENIXTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang