30. It's War

1.7K 82 1
                                    

Kania memasang wajah juteknya sesaat setelah Devan menata makanan di depan Citra. Senyuman Devan terlihat begitu tulus ketika melakukannya. Hal yang sama seperti yang dilakukan padanya. Hanya saja, rasanya berbeda. Di saat yang sama, Kania juga melihat Satria menunjukkan wajah jengahnya.

Begitu Devan selesai dengan piring Citra. Buru-buru Kania menarik tangan Devan untuk segera duduk di sebelahnya.

Devan sadar dengan kekesalan Kania segera mengalihkan perhatiannya ke gadis itu. Duduk sedikit lebih dekat sambil tersenyum manis. Mengupas bagian kulit ayam di piring Kania. Bersama Kania, membuat Devan tahu kalau gadis itu hanya tertarik pada daging ayamnya, bukan kulit krispi yang menggiurkan seperti kebanyakan orang.

"Kamu kenapa nggak suka kulit krispinya sih?" tanya Devan sambil menguliti ayam goreng di depannya untuk Kania. Memindahkan ke piringnya.

"Bikin perut buncit."

Devan ingin tertawa mendengar jawaban Kania. "Kalau buncit gapapa kok. Kamu masih cantik."

"Gue mau tuh kulit ayam. Bagi-bagi dong, Dev. Atau lo beli lagi deh. Ayamnya buat Kania. Biar kulitnya lo cuilin." Satria ikut menyahut.

"Enak aja lu tong, punya gue ini. Sesi romantis gue nih. Gausah ganggu lo." Devan tertawa sambil melindungi ayam krispinya. Mengalihkan pandangan Citra yang sedaritadi mencoba menahan diri untuk tidak iri dengan kedua pasangan itu.

"Pelit amat," protes Satria. Seraya melemparkan senyum ke arah Citra. Citra balas tersenyum.

"Kamu nggak bisa makan makanan berlemak, Dev. Itu ganggu kesehatan kamu. Aku nggak mau obat yang kamu minum nanti sia-sia."

"Ya udah nggak usah dimakan, Dev!" balas Kania menunjukkan wajah juteknya.

"Tuh kan." Satria bersiap-siap mengambil kulit krispi ayam di piring Devan.

"Nggak papa kok gue makan." Devan masih bersikeras memakan kulit krispi di piringnya.

"Kamu nggak dengerin apa kata dokter ya Dev? Kamu nggak boleh loh harusnya makan kayak gini itu. Ini nggak baik kata aku," protes Citra membuat Devan seketika menoleh. Kania juga ikut mendengarkan meskipun dia terlihat jengah. Citra seakan menunjukkan bahwa dia benar sendiri di sini.

"Gapapa kok. Gue nggak bakal mati sekarang."

Kania memilih untuk menyingkirkan ayam kulit ayam krispi di piring Devan.

"Sayang, beneran nggak papa kok aku makan ini. Aku juga rutin minum obat. Beneran nggak papa ga perlu disingkirin."

"Jangan dipaksa, Dev. Itu nggak akan baik. Kamu cukup makan yang kamu punya aja. Aku tau kok ini nggak baik. Harusnya aku juga nggak pernah paksa kamu buat makan ini."

Perkataan lembut Kania begitu menghipnotis Devan. Hingga membuat Devan tak berhenti menatapnya.

Bahkan menurut begitu saja ketika Kania mengoper kulit ayam untuk Satria.

Sambil tersenyum lembut, Kania berujar, "Nanti aku ganti yang lain ya." Menepuk pipi Devan pelan. Mengundang perhatian Satria yang duduk tepat di depannya.

"Kalian nggak usah adu romansa di sini deh," protes Satria. "Gue udah jelas bakal kalah."

"Habis ini kita kemana?" tanya Citra mulai menghabiskan makanan di depannya. "Aku langsung pulang aja."

Satria segera menarik tangan Citra lebih dekat. "Habis ini kita dugem yuk. Ya kan? Kebetulan banget besok weekend. Seru nih kalau kita main-main bentaran."

Citra yang kini sibuk mengunyah ayam goreng melotot ke arah Satria. Citra bukan tipe orang yang suka menghabiskan waktu di tempat seperti itu.

"Kita udah ada rencana lain ya kan, Dev?" tanya Kania mengedipkan mata. Senyumnya benar-benar terlihat sangat tulus. Berbeda dengan Kania yang bermuka datar dan jutek seperti biasanya.

By Your Side [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang