12. Stiletto

17K 3.7K 663
                                    

Kalau saja malam ini adalah bagaian dari mimpi, Lestari berdoa kepada semesta ini agar dia tidak pernah dibangunkan. Segalanya terasa seperti bukan bagian dari kenyataannya. Sebab baginya, kenyataan yang begitu nyata hanyalah soal kemalangan. Ia bahkan ingin menertawakan dirinya sendiri saat membaca ulang bubble chat yang Adinata kirimkan untuknya. Kepalanya masih tak menunjukkan banyak perubahan meskipun dia telah meminum obat yang dibelikan oleh laki-laki itu, tapi kembali memikirkan bahwa hubungan mereka saat ini sudah tak lagi abu-abu jelas membuatnya merasa lebih baik.

Saat ia merebahkan diri di ranjangnya yang dingin, Lestari bahkan masih bisa membaui sisa-sisa wangi tubuh laki-laki itu. Padahal, masih jelas dalam ingatannya saat Adinata menolaknya untuk ketiga kalinya di jembatan penyeberangan depan MTH Square. Tapi apa ini? Mereka bahkan pernah berbaring di satu ranjang yang sama. Lestari bahkan seperti telah menghabiskan seluruh keberuntungan di hidupnya saat merasakan lembutnya bibir pemuda itu.

Dengan sudut-sudut bibir yang terangkat cukup tinggi, Lestari kembali menyentuh bibirnya. Di sana tak lagi basah, tapi pergerakan yang Adinata ciptakan untuknya benar-benar terasa seperti tertinggal di sana. Itu adalah ciuman pertamanya, jadi bagaimana mungkin dia tak merasa begitu berdebar-debar? Maka untuk merayakan debar-debar hangat dalam dadanya itu, ia beranjak dan duduk di depan meja belajarnya. Gadis itu mengeluarkan gitarnya dari dalam ransel, lalu menyetelnya dengan senyum yang masih tak berubah. Namun, pandangannya seketika beralih pada kotak biola warna putih yang bersandar di sebelah lemari. Ia menatap biola tak bertuan itu cukup lama.

Dulu, ibunya meninggalkan mimpinya terhadap orkestra dan menikah bersama laki-laki yang sebelumnya ia anggap baik. Ia melepaskan semua yang ia miliki, semua kerja keras yang telah ia bangun sejak masih muda, hanya untuk hidup dengan seseorang yang bahkan tidak bisa menatapnya dengan penuh cinta. Selama bertahun-tahun, biola itu ditinggalkan pemiliknya. Mungkin sekarang, ruang-ruang di dalam biola klasik itu hanya diisi oleh kehampaan.

Lestari beranjak, meninggalkan gitar yang belum ia setel itu untuk membawa kotak biola milik mendiang ibunya ke atas pangkuan. Permukaannya dingin, juga sedikit berdebu karena ia memang telah meninggalkannya cukup lama di sana. Lestari tidak selihai itu memainkan biola, tapi dulu sewaktu ibunya masih sehat, Lestari pernah belajar beberapa kali. Dan benar, nada-nada yang dihasilkan dari gesekan bow terdengar begitu sumbang. Atau sepertinya, rambut-rambut bow itu memang perlu diganti.

Setelah bertahun-tahun dari hari kematian ibunya, Lestari memainkan biola itu. Meski terdengar sedikit berantakan, malam itu nada-nada Sicilienne Op.78 memenuhi setiap sudut kamarnya. Semakin jauh ia bermain, semakin dalam kesedihan yang ia rasakan. Namun, meskipun perasaan sesak itu membuncah dalam dadanya, Lestari tetap memainkannya. Hingga selesai. Hingga ia tak sadar bahwa salah satu senar biola itu berhasil menggores jemarinya. Malam itu, Lestari tidak menangisi jari-jarinya yang berdarah. Dia menangisi kerinduannya yang tak memiliki jalan keluar.

"Ibu, apa Ibu ingat? Di hari kematian Ibu, aku pernah berjanji di atas pusaramu yang masih basah bahwa suatu hari nanti, aku akan bertemu dengan laki-laki yang baik. Aku berjanji akan melanjutkan hidupku sebaik yang aku bisa. Aku tahu hidupku tidak mudah setelah Ibu pergi, tapi aku ingin hidup, Bu. Aku ingin hidup yang lama agar aku bisa memenuhi janji itu. Hidup yang sangat lama."

***

Adinata menyimpan kembali ponselnya ke atas meja setelah membalas beberapa pesan singkat yang baru saja ia terima dari Lestari. Bukan bubble pesan yang bersifat penting, itu hanya pertanyaan sepele apakah dia sudah sampai rumah atau belum. Pemuda itu baru tahu bahwa menerima pesan singkat dari seseorang ia sayangi ternyata rasanya semenyenangkan ini. Sampai-sampai ia menjadi kecanduan, beberapa kali ia menilik layar ponselnya yang padam hanya untuk memastikan apakah ada pesan yang masuk atau tidak. Seperti sekarang, dia buru-buru meraih ponselnya saat benda itu memperlihatkan satu pop up dari aplikasi pesan singkat.

Meant 2 Be✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang