Part 16

4K 278 7
                                    

30 Agustus 2022


•••

"Ada beberapa kemungkinan. Kalian lagi backstreet, jadi hal ini disembunyiin. Atau, paling enggak mungkin, Dokter Brendon secret admirer kamu dan dia diam-diam jatuh cinta sama kamu karena kedekatan kamu pada anaknya. Meski mungkin aja, karena wajah Dokter Brendon datar terus, dia lumayan ...."

"Enggak, enggak, enggak, kamu ini apa-apaan sih?!" Akhirnya, karena merasa tertekan, Sonia memekik meski agak dia tahan, nada suaranya jelas marah dan itu mengagetkan Vierro. "Gak usah kepo deh sama urusan orang lain." Merasa Vierro hampir seumuran dirinya, emosi sepertinya tak apa.

Namun, Sonia sadar, dia agaknya berlebihan, ini emosi yang dia simpan karena digodai warga kantin juga tertuju pada Vierro.

Sonia spontan membungkam mulutnya. "Ma-maaf, aku gak bermaksud marah, tapi aku cuman ...."

"Ah, uh, bukan salah kamu, aku aja yang terlalu kepo." Vierro menggaruk belakang kepala, kikuk. "Wajar kalau kamu enggak nyaman."

Vierro jelas sadar sepertinya yang dilakukannya keterlaluan, menanyai orang langsung to the point begitu, siapa yang tak akan marah?

"Maaf, ya, Sonia."

Sonia jadi merasa bersalah, meski dari awal Vierro yang salah. "Ya, gak papa." Sonia tersenyum kecil, keduanya saling melempar senyum sebelum akhirnya saling berbalik, pergi ke arah tujuan masing-masing.

Dan Sonia rasa, dia harus memberitahukan perihal ini pada sang dokter.

Sonia pun bekerja dengan baik, hingga siang tiba, seperti biasa akan ada kehadiran Dokter Brendon di kantin rumah sakit, dengan menu biasa yang membosankan, Sonia mengantarkan pesanan Dokter Brendon dan merasa belum waktu yang tepat mengatakannya.

Setelah makanan sang dokter tandaslah, Sonia mengambil sisa piring kotor.

"Mm, Dokter, apa ... Anda sibuk?" tanya Sonia.

Dokter Brendon langsung menatapnya begitu saja. "Ada yang bisa saya bantu?" tanya pria itu monoton.

"Dok, ini soal ... Vierro." Dan wajah datarnya tersirat keseriusan di sana. "Dia katanya ngeliat foto saya, di ponsel Dokter."

"Uh oh ...." Dan wajah datarnya berubah lagi, ada kilas sedikit rasa bersalah. "Kamu pasti dalam masalah akan hal itu, maafkan saya."

Sonia menggeleng. "Sempat, Dok, dia nyangka ... kita ada sesuatu, Vierro masih gak tahu kalau sebenarnya ... itu."

Pria itu menghela napas, sedikit memijat hidungnya, kedekatan ini sudah diprediksi sangat berbahaya, tetapi kalau Tommy bahagia Dokter Brendon bisa apa.

"Saya akan lebih berhati-hati lagi, maaf ceroboh."

"Mm i-iya, Dok. Maaf juga sudah ganggu Dokter dengan pernyataan ini," kata Sonia, agak kikuk, maksudnya memberitahukan ini hanya untuk antisipasi. Sulit menyembunyikan suatu hal jika tak ada kerjasama yang baik.

Dokter Brendon pun lalu membuka ponselnya, dan benar saja, Sonia melihat wajahnya--atau lebih tepat wajah mirip dengannya, mendiang istri Dokter Brendon, Viona, terpampang di sana. Tampaknya, Dokter Brendon sebegitu mencintai wanita itu.

Tangannya pun terlihat berat, mengganti wallpaper kunci ponselnya begitu saja dengan wallpaper basic, sebelum akhirnya pria itu berdiri dan menatap Sonia.

"Kamu melihatnya?" tanya Dokter Brendon tiba-tiba, dan Sonia agak terkejut sejenak. "Apa kamu ... kenal Viona? Apa kalian punya hubungan darah?"

Entah kenapa saat ini, Dokter Brendon mulai penasaran dengan asal usul Sonia. Hal yang sebelumnya tak pernah pria itu tanyakan, tiba-tiba saja dia utarakan, hal itu tak lain karena akhir-akhir ini Dokter Brendon pun dihantui kenangannya dan Viona.

Dengan berat hati, Sonia menggeleng, memang benar dia tak mengenal Viona, yang wajahnya lebih dewasa, mereka juga tak mungkin kakak adik, karena ia anak tunggal. Sonia anak tunggal kesayangan ayah dan ibunya. Sonia sama sekali tak mengenal sosok Viona, ia bahkan tak tahu apa-apa sampai kehadiran anak kecil yang bilang dia mirip wanita itu.

"Saya sama sekali enggak tahu soal ... istri Anda, Dok." Sonia menjawab jujur.

Dokter Brendon memijat ujung batang hidungnya sebentar. "Benar, memang banyak kasus kemiripan begini, ini sebuah ... kejutan bagi saya."

"Dokter, Anda keliatan pucat sekarang, apa Dokter baik-baik aja?" Dan sepertinya, Dokter Brendon pusing, terlihat dari gesturnya yang berusaha menopang tubuh dan memijat pangkal hidung.

Dokter Brendon menggeleng. "Anak saya, sangat menyayangi kamu, kamu jelas mengingatkannya tentang banyak hal yang terlewat." Sonia memahami hal itu, tetapi sekarang Dokter Brendon tak terlihat baik-baik saja.

"Iya, Dok, saya ngerti. Saya bakalan jadi Kakak yang baik buat Tommy, Dokter ... sebaiknya duduk sebentar." Sonia mendudukkan Dokter Brendon lagi, dan pria itu menghela napas lega.

Ia merasa seperti terkena migrain tiba-tiba, dan sekarang terasa lebih baik. Sonia menuangkan segelas air dan memberikannya ke sang dokter.

"Terima kasih."

Apa ini? Kejutan karena ... sisi rapuhnya tentang Viona?

Sepertinya iya.

Namun sekarang, dia kembali memikirkan Sonia, apa Sonia sekarang benar-benar soal ungkapannya, wajah lugu yang juga dimiliki istrinya itu jelas membuat luluh, akan tetapi mereka tetap dua orang berbeda, tak mudah bagi Dokter Brendon percaya, meski ia akan melihat ke depannya. Jika sampai anaknya terluka, tak akan ia maafkan siapa pun yang melakukan.

Pria itu minum dari segelas air yang diberikan, setelah selesai ia menghela napas lega.

"Dokter, apa perlu saya panggilin--"

Dokter Brendon spontan menggeleng. "Saya baik-baik saja, hanya sedikit kejutan pusing."

Pria itu kembali berdiri dan terlihat lebih kuat dari sebelumnya. "Terima kasih, Sonia."

"I-iya, Dok. Hati-hati ...." Dokter Brendon pun berbalik, siap beranjak, tetapi kemudian berhenti dan menatap Sonia lagi.

"Sebenarnya, ini permintaan Tommy, dia mungkin akan meminta hal ini sama kamu nanti tapi, saya mau menyampaikan lebih awal." Sonia mengerutkan kening, apa maksud perkataan dokter datar ini?

"Minggu ini, apa kamu sibuk, Tommy ingin mengajak kamu ke taman bermain di Mall, jalan-jalan, jika kamu mau, katakan saja di mana alamat rumah kamu, dan saya akan ke sana menjemput bersama Tommy."

"Eh?" Ia tak kaget jika Tommy ingin mengajaknya jalan-jalan, ia kaget ketika tau Dokter Brendon juga ikut!

Sonia sadar, ia mana bisa menolak, karena dia sudah janji pada Tommy, akan tetapi ... kalau dia terima, keberadaan Dokter Brendon bukannya membuat semuanya runyam. Pasti dia lebih sering diejek karena kedekatan tak disengaja ini, hei, dia tak mau!

Tolak? Kasihan Tommy!

Terima? Reputasinya makin runyam!

Bagaimana ini?

"Saya tahu dilema yang kamu rasakan, tapi ini hanya jalan-jalan, saya tidak ikut ke dalam, hanya mengantarkan kalian." Oh, ternyata begitu, kasihan juga Dokter Brendon melewatkan kesenangan bersama jadinya.

Namun, ia rasa, Dokter Brendon sangat ingin melihat Tommy bahagia, dia sendiri pun juga ingin melakukannya.

"Baiklah, Dok. Ini alamat saya." Sonia menyerahkan alamatnya pada Dokter Brendon, dan Dokter Brendon sejenak diam, ia tahu perumahan ini perumahan elite.

Dokter Brendon pikir Sonia bekerja untuk membiayai kuliahnya, tetapi tahu perumahan yang ditempati Sonia, sepertinya gadis ini tengah melakukan hal lain.

"Baiklah, Minggu nanti kami ke sana, dan anggap saja percakapan ini baru kamu dengar setelah Tommy mengatakannya."

Sonia mengangguk paham dan tersenyum. "Baik, Dokter."

Dan barulah, kali ini Dokter Brendon benar-benar pergi.

BERSAMBUNG ....

•••

Cerita An Urie yang lain bisa kalian temukan di
Karyakarsa: anurie
Playstore: An Urie

ISTRI BAYANGAN DOKTER DUDA [Brendon Series - R]Onde histórias criam vida. Descubra agora