50. Kenangan baru

236 17 13
                                    

Dua jam lalu Gita sudah memasuki ruang operasi

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Dua jam lalu Gita sudah memasuki ruang operasi. Gue berdiri menyandar dinding dengan arah pandang ke bagian kaki. Rongga dada gue rasanya menyempit dan susah menarik napas panjang. Rasa takut hampir menguasai seluruh harapan baik. Tak hanya gue, semua yang menunggu juga menunjukkan kekhawatiran yang sama.

Asha masih memeluk Raynar. Lingga dan Januar duduk diam menatap lantai dengan tatapan gusar. Gue mendongak dan memejam erat dengan menyebut segala harapan baik dalam hati. Sesekali menarik napas berat dan mengeluarkannya perlahan.

Menit berlalu. Ardha berlari menunjukkan wajah cemas. Kami semua menoleh. Januar pun langsung berdiri menghadang langkah kaki adik ipar sekaligus sahabat yang dulu ia banggakan.

"Ngapain lo ke sini?"

"Maaf, War. Abangnya Manda baru izinin gue ke sini setelah acara ngaji selesai."

Januar meninju Ardha hingga membuat laki-laki itu tersungkur ke lantai. Kami semua yang berada di lorong terkejut. Gue segera menahan Januar agar tidak melanjutkan kericuhan dan membuat yang lain tidak nyaman.

"Pi, udah," ucap Asha ikut menenangan.

"Lo suami apaan, hah? Lo baru tau istri sakit karena lo repot ngelayanin pelacur yang hamil muda, istri lo operasi masih tetep ngurusin keluarga dia. Kesabaran gue udah abis. Pergi lo dari sini!"

Raynar berjalan payah mendekati Januar. "Pi, jangan usir ayah. Kalau nanti bunda bangun dan nyariin ayah gimana?"

Gue jadi ingat, jika ada pesan dari Gita juga yang harus Ardha dengar. "Bener kata Raynar, Bang," ujar gue pelan.

Ardha berusaha berdiri dan menjaga jarak. Januar kembali duduk dan suasana seketika tenang. Gue melirik Ardha yang berdiri menyandar tembok dengan raut merasa bersalah. Amarah gue juga mendidih setiap melihat wajah kalem Ardha yang ternyata menipu. Namun tak bisa gue sangkal, jika Ardha adalah laki-laki yang melindungi Gita selama gue tidak ada di sampingnya.

Tiga jam lebih berlalu begitu saja. Gita akhirnya dikeluarkan dari ruangan menggunakan brankar. Windy membiarkan rombongan tim medis membawa Gita memasuki lift untuk dipindahkan. Ia menemui kami lalu menjelaskan.

"Maaf sebelumnya, Gita harus dimasukkan ke ruang ICU karena proses operasi mengalami kendala, Gita banyak mengalami pendarahan dan kami harus memantaunya secara intensif di ruang khusus. Doakan Gita, agar keadaannya membaik."

Windy menyampaikan informasi itu dengan ekspresi penuh beban. Kami semua terdiam, sibuk mencerna seraya menatap kepergian Windy yang sudah meninggalkan tempat.

"Ga, maksudnya gimana?" tanya Asha.

"Om, Bundaku kenapa?" Raynar ikut bertanya. Semua orang kini menuntut penjelasan dengan berdiri mengerubungi gue.

"Gita belum bisa dikatakan aman karena selama operasi dia mengalami banyak pendarahan. Jadi pihak medis harus terus memantau keadaan dia di ruang ICU. Dan kita belum bisa jenguk dia." Gue menjelaskan dengan bahasa sederhana. Jujur, pikiran gue semakin diselami rasa takut, satu persen keyakinan yang gue miliki tiba-tiba menghilang. Bahkan gue yang biasanya bisa tenang memberi informasi pada keluarga pasien kini tidak bisa memberi jawaban menenangkan.

Dua Windu [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang