07

476 56 6
                                    

Arane kembali pada aktivitasnya mengelola warung setelah tiga hari berturut-turut mendatangi undangan pernikahan dan sunatan. Ia memutuskan menghadiri 2 undangan selain dari sang sahabat Endra.

"Nasi bakar jamurnya dua, soto daging satu, paket geprek dua, Mbak." sebut Renjana membacakan kertas pesanan pada Arane yang menangani dapur menggantikan Mafrur. Rekannya itu sedang ada kepentingan di luar siang ini.

"Gepreknya biar Aku, Ne."

Arane mengacungi jempol pada Nurin. Sementara si aset berharga bergegas membuatkan minuman yang dipesan.

"Kak, mau bayar." salah satu pelanggan menginterupsi Renjana yang baru menakar gula dan selanjutnya dituang ke gelas.

"Sebentar," Renjana memanggil Arane di dapur yang hanya disekat dinding tripleks.

Mematikan nyala kompor, Arane buru-buru ke meja kasir.

"Totalnya jadi 34.000." kata Arane sesuai hasil kalkulasi.

Si pelanggan membayar mewakili teman-temannya lalu pergi. Sementara Arane memasukkan uang ke laci selanjutnya kembali ke dapur. Tidak adanya Mafrur membuat mereka sedikit kewalahan apalagi memasuki puncak jam makan siang seperti sekarang.

Bertolak belakang dengan warung milik Arane, Sabitah Wedding Art malah sepi pada jam makan siang. Selain karena jam istirahat bagi para pekerja, cuti yang diambil Debbie juga mempengaruhi. Selama admin andalan galeri itu absen, Sabitah belum bisa melayani klien secara luring. Adin belum cukup berani untuk melayani klien seperti sang senior Debbie.

"Mau makan apa, nih, yagaessa?" ujar Kamila dari tim kreatif dan pengemasan menawari para pekerja Sabitah yang sebagian besar berkumpul di ruang tengah.

"Aku pingin nasi padang."

"Nasi sayur asem kayaknya seger."

"Apa aja penting ada nasinya."

Beberapa dari mereka menyuarakan pendapat.

"Kalian catet kalo mau nitip, nanti Aku sama Dimas yang order." imbau Kamila. Sudah seperti kebiasaan, mereka sering memesan makanan di luar dengan koordinator Kamila dan Dimas.

"Mas Dega mau pesan apa?" tak lupa Kamila menyambangi ruang sang owner seraya menawari.

"Kalian saja, Aku ada janji makan siang sama temen." balas Pandega setelah mengecek layar komputer.

Kamila mengangguk lalu keluar. Tak lama Pandega meraih jaket di gantungan dan menyambar kunci motor di laci meja. Ia memamiti para anak buahnya sebelum meninggalkan galeri.

"Mas Dega udah punya degem, ya? Aku perhatiin sering makan di luar ketimbang bareng kita." cuit Adin yang diam-diam memperhatikan sang atasan.

Kamila dan Dimas yang cukup senior di Sabitah tak kuasa membendung tawa.

"Kerja, kerja aja, Dek. Jangan ngarepin yang iya-iya." nasihat Dimas.

"Enggak, siapa juga! Aku kan cuman nanya." balas Adin sewot.

Semua yang berkumpul di sana lantas terkekeh termasuk Cici yang biasanya minim ekspresi.

"Sebenarnya kita gak begitu tau kehidupan pribadi Mas Dega dan kita sepakat tidak ingin kepo." ungkapan Nasyita segera disepakati oleh yang lain.

...

Puncak makan siang berakhir, warung pun sudah lebih lega dari sebelumnya. Beruntung Mafrur bisa cepat menyelesaikan urusannya, sehingga Arane dan tim tidak keteteran.

Arane mengambil gawai di tas, mengecek barang kali ada pesan atau telepon penting.

Arghhh... Mama apa-apaan lagi, sih!

UNDANGANPHOBIA [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang