16-2

447 73 26
                                    

"Istrimu gak marah, kita makan bareng?" Arane menghentikan kunyahan, meneleng kepala mentap sang sahabat. Saat ini mereka berada di sebuah restoran atas ajakan Endra.

Endra berdecak, ikut menghentikan aksi makannya. "Hei, istriku tidak secemburu itu." bantahnya.

"Gak gitu, di persepsinya Aku, kan, buruk..." Arane memperterang, ia kembali mengunyah.

"Tenang, Aku sudah jelaskan bahwa Kamu tidak 100% seburuk itu." ujar Endra.

Arane mengangguk asal, "Terus, tujuanmu ngajak Aku makan apa?"

Endra malah cengengesan seraya bersabda, "memangnya sahabat tidak boleh ketemuan?"

"Tergantung pasangan kalo itu." saut Arane cepat.

Endra menghela napas, menaruh alat makanya lalu bersedekap.

"Aku hanya ingin makan dan memberitahu kalau istriku sudah hamil sekarang!!!" intonasi Endra berubah cepat dan lebih nyaring.

"Hus, jangan ganggu ketenangan orang!" tegur Arane agak menahan malu.

"Aku terlalu bersemangat."

Arane mendecih, lantas memberi ucapa selamat dan turut berbahagia.

"Aku ingin Kamu segera nyusul agar kita berbesanan nantinya."

"Harapan yang cukup sulit. Aku ingin fokus pada warungku saat ini."

"Aku selalu mendukungmu apapun itu."

Saling melempar senyum, mereka merubah tema bicara sambil kembali bersantap.


Arane berniat mampir ke toserba tak jauh dari tempatnya makan bersama Endra. Saat akan masuk, obsidian di netranya menangkap si pria menyebalkan sedang bersama wanita beserta kedua anaknya. Jika dilihat orang awam sekilas, pasti akan menilai mereka sebagai keluarga cemara.

"Cih, jomblo katanya? Seleranya aja janda anak dua." cibir Arane tiba-tiba terpintas perkataan Renjana kalau Pandega itu masih lajang alias jomblo.

"Sudahlah, ngapain acuhin orang itu, gak berfaedah!"

Sepersekon Arane berpaling, Pandega ganti menangkap eksistensinya. Seperti ada sinyal tertentu yang membawa netranya bergerilya. Dan, si perempuan gendut sialan yang terdeteksi. Semesta berkonspirasi lagi?

"Om Dega!"

Pandega terhentak dari keterpakuannya saat Jovan menarik-narik tangannya sambil memanggil.

"Eh, kenapa Jovan?"

"Hari minggu besok Om Dega mau, kan, pergi ke water park sama kita?" bocah laki-laki itu memastikan penuh harap.

"Sayang, Om Dega juga punya kesibukannya sendiri dihari minggu." oleh Megantari langsung diperingatkan. Seketika wajah anak sulungnya tampak murung tertunduk.

Pandega turun merendahkan tubuhnya menyamai tinggi Jovan. Ia memeang bahu si bocah dan memastikan bahwa, "Selama itu membuat kalian senang, Om Dega tentu bersedia."

"Beneran, Om?" kepala Jovan seketika terangkat, rautnya terpancar antusias.

Pandega menggulir senyum, mengusak rambut Jovan kemudian sang adik.

"Hore, kita akan berlibur bersama..." teriak Jovan riang sambil berjingkrak-jingkrak bersama sang adik.

"Ga, Kamu kan juga perlu istirahat."

Pandega berdiri tegak, meremas bahu Megantari.

"Jangan merusak kegembiraan mereka, Aku tidak masalah."

UNDANGANPHOBIA [TAMAT]Where stories live. Discover now