Seperti biasa, pagi harinya Illyana disambut dengan rasa mual di perutnya. Dia langsung berlari ke kamar mandi untuk memuntahkan semua isi perutnya. Tapi sekarang dia tak merasa kesulitan lagi menghadapi morning sickness nya karena ada Naushad yang siap mengusap tengkuknya dan menemaninya setiap saat.
Dengan adanya Naushad, hari-hari yang dulu terasa berat kini rasanya menjadi lebih ringan. Walaupun sakit dirasa tapi ada tangan yang selalu siap menguatkan.
"Are u okay? Mau ke dokter?" Tanya Naushad dengan nada cemasnya.
"I'm okay with u mas." Illyana tersenyum manis kearah suaminya. Naushad pun langsung salah tingkah dibuatnya.
Naushad menuntun istrinya untuk duduk di ranjang. Dia mengambil segelas air putih di meja nakas dan memberikannya pada sang istri. Illyana tersenyum senang mendapatkan perhatian kecil namun berarti dari sang suami.
"Kamu bahagia kan nak ada Papa disini? Iya nak mama Juga bahagia." Illyana berbicara seolah-olah sedang mengobrol dengan sang buah hati. Naushad tertawa kecil melihat tingkah menggemaskan istrinya itu.
"Papa juga bahagia bisa bersama kalian. Maaf ya papa sempat ngilang. Sekarang Papa akan selamanya bersama kalian." Naushad berjongkok dan menghadap ke perut Illyana. Dia mengusap lembut perut istrinya itu dan mengecupnya pelan.
Sekarang ruang kosong itu sudah terisi lagi. Rasa hampa dan sepi sudah tak ada lagi. Yang ada hanyalah rasa hangat dan nyaman dari orang yang tersayang.
Hari-hari mereka lewati dengan penuh kehangatan. Naushad kembali bekerja di perusahaan pak Hasan dan Illyana sudah berhenti bekerja atas permintaan Naushad. Dia tak mau Kehamilan Illyana terganggu karena lelah bekerja.
"Mas, lihat deh bunga-bunga ini. Cantik kan. Ini aku dan bunda yang menanam." Illyana memamerkan kebun yang penuh dengan bunga-bunga yang beberapa bulan lalu ia tanam.
"Sejak kapan kamu suka bercocok tanam? Bukankah kamu itu jijik dengan tanah,lumpur apalagi pupuk." Tanya Naushad penasaran dengan perubahan sang istri.
"Ini karena anak kamu yang ajak. Entah kenapa aku dulu pengen nanem bunga. Mungkin anak kamu cewe kali yak jadinya suka bunga." Ujar Illyana asal menduga.
"Makasih ya Nak udah menghibur bunda saat Papa gak ada." Naushad berdialog dengan bayinya yqng masih di dalam perut.
"Iya papa, tapi papa harus janji gabole nakal lagi ninggalin Mama. Nanti Aku sama Mama sedih." Jawab Illyana dengan nada anak kecil. Hal itupun membuat tawa mereka pecah.
Kebahagiaan itu ternyata tidak sulit untuk di dapatkan. Cukup dengan seseorang yang kalian cintai dan menghabiskan waktu bersama.
Hari, minggu dan bulan telah berlalu. Tibalah waktu yang sangat mereka tunggu-tunggu. Hari kelahiran anak mereka. Illyanaa sudah merasakan kontraksi sejak pagi hari. Dia merasakan perutnya mulas seperti haid tapi intensitasnya lebih tinggi.
Naushad sudah menyiapkan segala keperluan dan langsung menggendong Illyana ke mobil. Mereka berangkat dibantu oleh Ayah dan Bunda.
Sesampainya di rumah sakit Illyana langsung dibawa ke ruang penanganan. Naushad selalu setia menemani istrinya di dalam ruangan.
"Sakit Mas, Sakit." Rintih Illyana sembari mengusap perutnya yang sudah membesar. Keringat sudah mengucur deras di pelipis Illyana.
"Sabar ya sayang, kamu kuat sayang. Sebentar lagi kita ketemu anak kita. Aku ada disini untukmu sayang. Cengkram saja tanganku sepuasmu. Bagi rasa sakitmu padaku." Naushad terus membisikan kata-kata semangat untuk sang istri.
Setelah beberapa jam merasakan kontraksi akhirnya bidan mengecek kembali pembukaan Illyan. "Oke, Pembukaan sudah sempurna. Kita lakukan proses persalinan ya Bu Illya. Ikuti intruksi dari saya Yaa Bu." Ujar Bu Bidan yang sudah bersiap untuk melakukan proses persalinan.
Illyana mengikuti instruksi dari bu Bidan dengan patuh. Dia memang sudah mengikuti kelas untuk ibu hamil agar dirinya lebih siap untuk menghadapi persalinan. Selain itu disana juga diajarkan cara merawat newborn baby dengan baik dan benar.
Suasana tegang serta mengharukan berubah menjadi rasa syukur ketika suara bayi mulai terdengar. Bu Bidan langsung mengangkat bayi itu dan menunjukkannya pada kedua orangtuanya. Illyana tersenyum samar karena dia masih lemas setelah bertaruh nyawa.
"Alhamdulillah, wah temen mamanya nih. Selamat ya Pak, Bu." Ujar bu Bidan dengan senyum leganya.
Bayi itu dibersihkaan terlebih dahulu dan dicek kelengkapan alat vitalnya, setelah itu bisa bertemu sang ibu.
"Kamu hebat sayang, putri kita pasti bangga punya ibu seperti kamu. Terimaksih sayang atas perjuanganmu." Naushad sudah berkaca-kaca ketika mengatakan hal tersebut. Dia mengecup kening istrinya berkali-kali atas rasa bersyukurnya.
Putri pertama mereka sudah dibersihkan dan langsung diberikan kepada Naushad untuk diadzani. Setelah itu baru bayinya diberikan kepada Illyana untuk disusui pertama kalinya.
"MasyaAllah, anak cantik. Jadi anak sholehah ya nak." Naushad terharu melihat putri kecilnya yang sedang berusaha mencari sumber makanannya itu.
Ternyata benar dugaan Illyana saat hamil dulu. Putrinya pasti perempuan karena suka bunga-bunga dan hal-hal yang indah. Selama Cek ke dokter dia pun tidak mau diberitahu apa jenis kelaminnya karena mereka ingin mengetahuinya saat lahir saja. Biar menjadi kejutan bagi keduanya.
Dengan kehadiran malaikat kecilnya, kebahagiaan mereka semakin sempurna. Mereka semakin hangat walau selalu ada saja masalah dalam proses hidup mereka.
Ya, namanya hidup tak akan lepas dari namanya masalah. Apalagi sudah berumah tangga dan memiliki anak. Tetapi jika itu dihadapi bersama dan dengan hati yang ikhlas pasti akan terasa nikmat hasilnya.
Tidak mudah bagi Illyana menjalani hari-harinya sebagai ibu baru. Apalagi ketika dia pertama kali belajar menyusui. Dia merasakan sakit yang luar biasa karena sakit di putingnya. Tetapi lambat laun dia belajar dan mulai terbiasa.
Mereka juga mulai bergadang karena bayinya terbangun ketika malam hari. Untung saja Naushad selalu siaga membantu Illyana. Terkadang dia lah yang menjaga Putrinya ketika malam hari dan Illyana bisa beristirahat.
Illyana bisa merasakan sedih tiba-tiba dikala ia sendirian. Dia merasa sedih,kesal dan tidak karuan. Mungkin itu yang dinamakan baby blues. Untung saja tidak terlalu parah. Bunda Arumi selalu memberi nasihat dan juga semangat kepada putrinya agar terbiasa hidup mandiri sekarang. Apalagi dia sudah menjadi ibu, dia harus bisa melakukan segalanya seorang diri.
Bunda Arumi hanya membantu sesekali saja karena dia ingin melihat putrinya melakukan segalanya sendiri dan tak bergantung pada orang lain. Bunda Arumi ingin putrinya merasakan sendiri bagaimana perjuangan seorang ibu. Sampai suatu hari Illyana meminta maaf pada Bundanya karena sifat manja dan bandelnya dulu. Ternyata setelah ia menjadi ibu dia tahu bahwa sikapnya dulu sangatlah tidak pantas.
Ya, hidup adalah sebuah proses pembelajaran bagi manusia. Sebelum kita merasakannya sendiri pasti kita tidak menghargai apa arti perjuangan dan keikhlasan. Sekarang mereka mengerti menjadi orangtua haruslah banyak bersabar dan ikhlas.
Illyana dan Naushad berharap kehidupan mereka akan lebih baik lagi ke depannya. Kesalahan di masa lalu akan mereka jadikan pelajaran paling berharga.
***
END
Alhamdulillah akhirnya cerita ini selesai juga..
Terimakasih kepada semua yang telah membaca.
Semoga bisa mendapatkan manfaat dari tulisanku yaaa..
Kalian boleh kasih kritik atau saran jika apa yang aku sampaikan masih ada yang salah maupun keliru.
Terimakasih sekali lagi, have a great day all :))
KAMU SEDANG MEMBACA
My Husband My Enemy ( END ✅️ )
RomanceIllyana Labiqa Kabysa, seorang perempuan cantik yang terpaksa menikah dengan seorang lelaki yang ia benci. Lelaki itu tak lain dan tak bukan adalah kakak angkatnya sendiri. Entah apa yang dipikirkan kedua orangtuanya hingga selalu ingin menikahkan...