Bab 7 - Ruang Tanpa Asa

2.3K 253 13
                                    

Hai...

Siap buat kenalan sama Marva dan Hema lebih jauh?

Tanggal berapa kamu baca bab ini?

Let's go!

⚠️Harsh Words, Blood, Suicide⚠️

Happy Reading (⌒o⌒)

"Tidak ada seorang pun yang mau berteman dengan sepi di ruang hampa tanpa asa

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

"Tidak ada seorang pun yang mau berteman dengan sepi di ruang hampa tanpa asa."

- Nestapa Hema bab 7 -

Terlihat seorang pemuda dengan hoodie hitam lengkap dengan topi yang menutupi setengah wajahnya. Pemuda itu duduk termengung di halte bus seorang diri dengan tatapan kosong, membiarkan pikirannya berkelana jauh entah kemana.

Tak berselang kemudian bus berwarna oranye berpadu warna putih berhenti di hadapannya. Menghalangi objek kendaraan yang berlalu lalang.

Pintu busway terbuka menampilkan sang supir yang menatap ke arahnya. Akan tetapi, dia masih saja diam membeku di tempat. Sepertinya cowok itu terlalu hanyut dalam lamunan.

Hingga pada akhirnya supir itu memutuskan untuk kembali menutup pintu dan bus melaju meninggalkan halte. Sudah terhitung hampir sepuluh busway Hema abaikan demi menunggu kedatang mobil sang Papa yang menjanjikannya untuk datang menjemput.

Hampir dua jam lebih sejak bel sekolah berbunyi Hema menunggu di halte. Sangking tidak sabarnya untuk dijemput, Hema sampai melewatkan jadwal ekskul futsal bersama tiga sahabatnya hari ini.

Tapi ternyata keputusannya meninggalkan jadwal ekskul belum juga mendapat kejelasan sampai detik ini. Berkali-kali Hema mengirimkan pesan dan bertanya kepada Joan apakah jadi menjemput atau tidak, tapi pesannya itu tak kunjung mendapat balas.

Waktu menunjukkan pukul lima lewat enam. Tanpa Hema sadari mentari yang bersinar di penghujung perbatasan ufuk barat memilih untuk bersembunyi di balik awan kelabu.

Langit tampak sangat sendu dengan warna kelabu yang kian memekat. Angin semakin gencar bertiup menerpa objek apapun. Sepertinya sebentar lagi hujan akan turun.

Hema menghela napas jengah, sungguh dia sangat bosan menunggu di halte sendirian. Ingin sekali Hema membawa langkahnya untuk beranjak, namun hati kecilnya menolak. Dia merasa ragu. Jika dia pergi dari halte bisa saja nanti sang Papa datang menjemputnya, begitu pikir Hema.

"Loh, Hema?"

Tiba-tiba seseorang memanggil namanya. Otomatis Hema langsung menoleh ke sumber suara seraya merubah posisi duduknya menjadi tegap.

Nestapa Hema  [SELESAI]Where stories live. Discover now