Bab 20 - Ekspektasi yang Jatuh

1.9K 224 47
                                    

Hi...

Ada yang masih tungguin cerita ini nggak??

Hope you like this part ..

Happy Reading (⌒o⌒)

"Pada kenyataannya tegar itu hanyalah omong kosong

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

"Pada kenyataannya tegar itu hanyalah omong kosong."

Nestapa Hema bab 20 —

Pada kenyataannya semesta memang selalu memiliki banyak rahasia yang tersembunyi. Takdir tidak ada yang mengetahui itu adalah suatu fakta yang tidak dapat diganggu gugat.  Sesuatu yang dianggap sudah kembali ke pangkuan-Nya bahkan tanpa sebab bisa kembali hadir di hadapan.

Sebuah asa yang tergantung akan kepulangan seseorang kini bisa terlepas dari angan-angan.
Mimpi yang dianggap adalah suatu perpisahan justru menjadi pertemuan kembali antara Hema dengan Marva.

Riuhnya lalu lintas seakan membisu di antara atmosfer sekitar Hema dan Marva. Waktu seakan membeku memberikan pembatas ruang di antara mereka.  Ada jeda di antara Hema dan juga Marva yang saling menatap.

Hingga pada akhirnya suara bariton Marva memecah keheningan di antara mereka.

"How are you?"  tanyanya.

Hema masih diam membisu. Dia masih berusaha membedakan antara mimpi dengan kenyataan. Karena sungguh hadirnya Marva persis seperti mimpi malam itu.

"I'm back for a long time." 

Selangkah demi selangkah Marva mendekat ke arah Hema. Senyumnya terulas di ranum kecilnya.

Lalu tanpa aba-aba Marva mengelus puncak kepala Hema. Reflek Hema mundur selangkah, masih tidak percaya dengan apa yang dilihat.

"Lo..."

"Iya, ini gue. Orang yang lo tunggu," selak Marva.

Ia terdiam untuk sesaat. Wajahnya menunduk seketika seraya menghela napas panjang. 

"Maaf ..., karena gue baru pulang, juga ..., maaf karena udah bikin lo kesusahan selama ini," ujarnya melirih tertunduk--merasa bersalah atas semua waktu yang telah lampau.

Setetes kristal cair jatuh melesat dari pelupuk matanya tanpa permisi. Hema tanpa sadar menggenggam erat map coklat di tangannya hingga lecak. Debar pada jantungnya bergemuruh luar biasa.

"Maaf karena—"

Ucapan Marva terputus saat tIba-tiba saja tubuhnya dipeluk erat oleh Hema. Ia  menangis terisak dalam dekapan, meluapkan segala sesak yang terpendam sejak menerima hasil pemeriksaannya.

Tangan Marva terulur membalas pelukan itu. Dielus hangat puncak kepala Hema.

Mendengar Hema menangis terisak seperti ini membuat hatinya ikut merasakan kesedihan dan kecemasan yang tengah dialami oleh sang Adik.

Nestapa Hema  [SELESAI]Where stories live. Discover now