Kekalutan Maxime

7.6K 643 8
                                    

Hanya akan lengkap di Karya Karsa Trnndht.

Adel sudah di pindahkan ke ruang inap setelah ia tersadar dari tidurnya. Dan, kini di dalam ruangan hanya hening. Adel menatap kosong langit-langit kamar, rasa sakitnya sama persis dengan apa yang ia rasakan saat Maxime menusuk dada kirinya.

"Sayang, kenapa? Apa ada yang sakit? Ibu panggilkan perawat ya?" Tanya Ibu Adel.

Adel hanya menggeleng, ia kembali dengan pikirannya. Apakah jika ia memikirkan masa lalu yang buruk, tubuhnya seakan mengingat kejadian terpahit itu. Seakan pikirannya memerintahkan jantungnya untuk sakit seperti tadi.

"Adel, kenapa?" Tanya Maxime pada akhirnya, walau ia sangat ingin memeluk Adel namun dia tau, dia masih orang asing disini.

Adel menggeleng kembali. "Maaf ya, kalian pasti panik ya" ucap Adel dengan suara lemahnya tapi mencoba tersenyum menunjukkan deretan gigi rapinya.

"Jantung Ibu rasanya juga mau ikut berhenti mikirin kamu, Ibu yakin kamu akan sehat lagi"

"Adel sehat kok Bu" jawab Adel, ia memang merasa sehat tapi entah kenapa tubuhnya terasa lemah sekali. Mengangkat tanganpun rasanya tak sanggup.

Adel kembali memejamkan matanya, namun genggaman di tangan kirinya terasa mengencang dan Adel membuka matanya kembali. Mendapati Maxime yang tampak kacau. Pria yang dia cintai dalam dua kali kehidupannya, dan baru ini dia melihat kondisi kacau Maxime.

"Max, kamu bisa pulang dulu biar ga capek. Aku sama Ibu dan Ayah aja" ucap Adel, dengan cepat Maxime menggeleng.

"Kami sudah memintanya pulang, tapi dia mau nemenin kamu katanya" ucap Ayah Adel dengan wajah sendunya. "Adel, apapun yang kamu rasain mulai sekarang Ayah, Ibu dan Kakak harus tau ya? Kami ga mau kamu kenapa-kenapa lagi"

Adel mengangguk "Maaf ya?"

"Sst... Ga perlu minta maaf, kami hanya ga mau hal mengerikan ini terulang" ucap Ibunya.

Adrian yang sedari tadi hanya memperhatikan dari ujung ruangan, kini mendekat. "Kata Renata, tadi kamu tiba-tiba gemetar dan akral kam dingin. Jadi, kalau kamu sudah merasakan tanda-tanda itu kamu harus bilang ke orang di dekat kamu Okay?"

Adel mengangguk lagi, "Temen-temen pasti panik banget tadi" ucap Adel membayangkan kepanikan mereka.

"Mereka nangis ga berhenti" ucap Adrian kembali.

Adel mencoba memejamkan matanya, bayangan masa lalunya berputar kembali bagaikan mimpi. Seharusnya, Adel tidak semenderita Maxime saat itu. Tapi kenapa, kenapa bayangan Maxime yang dingin padanya, yang seakan membencinya dan tatapan penuh ketidaksukaan iti berulang bagai kaset rusak? Bayangan Maxime ketika menusuk dadanya, tatapan mata yang sendu di akhir nafasnya itu. Apa Maxime benar-benar tidak menyadari perasaannya sendiri? Lalu, Bagaimana jika Adel tidak bisa merubah Maxime? Bagaimana jika Maxime tetap masuk ke lubang yang sama dan bertemu si Psiko Andrew? Apakah Adel seberharga itu untuk Maxime sampai bisa merubah takdir? Walaupun bukan bersamanya, asal itu wanita dan Maxime bahagia, mungkin Adel akan merelakannya.

Tapi, Adel seakan buta arah. Dia sama sekali tidak tau apa yang terjadi ketika 7 tahun mereka tidak bertemu, selain tiba-tiba Andrew datang dan mengatakan yang sebenarnya.

'Untuk saat ini, biarlah seperti ini. Asal Max tidak membenciku, itu tidak masalah' ucap Adel dalam hati. Hingga Adel tidak menyadari bahwa ia sudah tertidur, kini ke empat orang yang memperhatikan Adel dalam ruangan ini semakin meningkatkan indera mereka.

Berulang kali melihat monitor, memperhatikan gerakan perut yang naik turun karena bernafas dengan tenang.

"Sebaiknya kalian pulang, besok kalian sekolah. Dan Andrew, tolong minta surat keterangan Opname pada perawat ya?" Ucap Ayah Adel.

Andrew dan Maxime tidak membantah.

"Maxie besok akan kesini Bu, kita bisa bergantian menjaga Adel" ucap Maxime.

"Makasih ya Nak Maxime" ucap Ibu Adel lembut.

Dalam perjalanan, Adrian yang mengemudikan mobilnya dan mereka di selimuti keheningan. Hingga Adrian membuka percakapan "Thanks ya, lo udah nemenin Adel sampe jam segini"

Dalam sesaat, hening menerpa. "Lo juga tau seberapa pentingnya Adel buat gue?" Maxime menjawab dan di setujui oleh Maxime. "Dri, kayanya gue ga bisa nepatin janji gue buat ga cinta sama Adel"

Adrian sebenarnya sudah tau sejak lama kalau Maxime menyukai Adiknya, namun karena perjanjian di antara mereka. Maxime selalu berkelit dan menutupi perasaannya.

"Please, izinin gue bahagiain Adel" ucap Maxime pada akhirnya. "G-gue ga tau gimana jadinya kalo tadi-" Maxime menghentikan pikiran buruknya. "Gue ga janji bakal bahagiain Adel terus, tapi gue bakal usahain itu"

Adrian terdiam, dia juga tau bahwa Adel menyukai sahabatnya, teman masa kecil mereka.

"Lo tau Max, bukannya gue takut itu akan merusak persahabatan kita. Tapi, gue takut itu bakal melukai adik gue. Selama lo bisa pegang janji lo buat ga nyakitin adik gue, jawabannya oke. Oke lo bisa nunjukkin cinta lo ke adik gue" Jawab Adrian dengan suara paraunya.

'Adakah pria yang mencintai Adel lebih dari Maxime saat ini, selain dirinya dan Ayahnya?' Tanya Adrian dalam hati.

Di lain sisi, kekalutan beralasan Maxime hari ini membuatnya benar-benar takut meninggalkan Adel. Perasaan kacau dan seakan dunianya berhenti, terasa sangat familiar. Wajah pucat Adel, membuatnya takut untuk sekedar berkedip.

Ia takut, walau hanya berkedip. Ia akan melewatkan sesuatu. Dan, banyak alasan yang membuatnya menyimpan perasaannya selama ini. Rasa menyesal mendominasi hatinya, seandainya, seandainya dan seandainya. Hanya itu yang ada di pikirannya.

Raganya tadi seakan ringan, tidak lagi menginjak bumi saat Dokter Arimbi mengatakan Detak Jantung sudah tidak ada. Keajaiban bila Adelia kembali pada mereka yang masih ada di sini. Tanpa mereka tau, Adelia sudah melalui keajaiban. Kehidupan kedua, kesempatan kedua dan mungkin di kehidupan kali ini Adelia bisa memenuhi hatinya dengan kebahagiaan.

- T B C -

Pergi Untuk Kembali (SLOW UPDATE)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang