7.Luka

1.7K 206 12
                                    

Tiger melangkahkan kakinya memasuki rumah mewah berlantai 3 itu. Sudah beberapa hari ini ia tidak pulang kesana. Ia sedikit gugup mendapati lelaki paruh baya yang sudah sebulan ini tak ia lihat. Satu yang tidak pernah berubah dari sosok itu adalah mata tajamnya yang selalu menghunus kearah Tiger. Mata yang selalu memancarkan kebencian pada Tiger anak semata wayangnya.

"Ikut saya!" Ujar pria itu tegas.

Tiger menghembuskan nafas berat dan mulai melangkahkan kakinya ke tempat yang diinginkan pria itu. Kesebuah ruangan gelap yang tak pernah ia masuki lagi selama pria itu sibuk keluar kota mengurusi bisnisnya. Tapi kini, ia harus kembali lagi masuk kesana. Ia harus siap menerima hukuman dari pria itu.

"Telinga saya ada dimana-mana. Sekalipun pihak sekolah kamu tidak memberi tahu saya tentang masalah yang kamu buat!"

"-berdiri menghadap jendela!?" Suruh pria itu tegas.

Tiger menurut, enggan memancing lebih jauh kemarahan pria di belakangnya itu.Langkah kaki terdengar semakin men

"Ini hukuman karena kamu telah membuat nama saya jelek!"

"Apa kamu tidak membiarkan saya hidup tenang!?"

"KAMU PIKIR KAMU SIAPA HAH!?"

"KAMU GAK PUNYA SIAPA-SIAPA SELAIN SAYA!?"

"BAHKAN WANITA YANG MELAHIRKAN KAMU SAJA PERGI MENINGGALKAN KAMU BERSAMA MONSTER SEPERTI SAYA!?"

Tiger meringis kesakitan saat cambuk itu kembali menghantam punggung tegapnya. Selalu seperti ini, ia yang entah sengaja atau tidak berbuat salah dan berakhir dengan hukuman cambuk dari pria itu. Sempat terbersit keinginan untuk melawan jika saja yang pria itu bicarakan tidak benar. Nyatanya semua yang keluar dari mulut pria paruh baya itu adalah kebenaran yang tidak bisa Tiger sangkal.

"Saya muak dengan semua kelakuan kamu!"

"Darah saya memang mengalir di dalam tubuh kamu. Saya memang Ayah kandung kamu...,"

"DAN SAYA JUGA ORANG YANG PALING MEMBENCI KAMU DAN JUGA IBU KAMU ITU?!"

"Kamu harus membayar semua penghianatan yang telah dia buat pada saya!?"

Bruk

Tiger ambruk saat itu juga. Ia jatuh pingsan dengan sudut mata basah. Seragam yang ia kenakan sudah robek dimana-mana. Jangan lupakan bercak darah yang merembes dari punggungnya. Sehingga seragam yang semula berwarna putih itu kini dipenuhi bercak darah. Coba bayangkan keras cambuk itu menghantam punggungnya?

Pria paruh baya itu mengambil ponsel dari balik saku jasnya dan langsung menghubungi seseorang.

"Hallo?!"

"..."

"Kamu dimana?"

"..."

"Lagi di Jakarta?"

"..."

"Iya, saya mukulin dia lagi!"

***

Sedangkan di lain tempat. Adisya baru saja sampai dirumahnya diantar kakak kelasnya Aji dan juga sahabatnya Riri. Tadi, setelah bel pulang sekolah berbunyi ternyata Riri datang bersama Aji. Riri bilang bahwa Aji khawatir jika membiarkan Adisya pulang sendiri.

"Assalamualaikum, bibi. Adisya pulang!" Ujar Adisya sembari menahan perih di bibirnya.

"Sya, jangan ngomong dulu deh. Itu pasti sakit banget kan?!" Ujar Riri kasihan.

Sedangkan Aji sedari tadi hanya menyimak obrolan kedua gadis itu.

"Gak papa kok, Ri. Sakitnya dikit doang!?" Ujar Adisya dengan suara lembutnya yang menenangkan. Tidak tau saja gadis itu bahwa sedari tadi mata Aji tidak lepas dari dirinya.

Tiger And His Soul MateTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang