07 - KAMASTRA

1.4K 61 4
                                    

Ketika Anin masuk ke dalam kamar, perempuan berusia 25 tahun yang sudah menunggunya sedari tadi langsung saja menyambutnya dengan begitu antusias. Anin kemudian berjalan menghampiri tempat tidur sambil memperhatikan Ditha kakak tirinya

"tau nggak Nin, kemarin malam itu kakak ngeliat perempuan pake kebaya putih sama selendang warna merah, rambutnya juga di sanggul, cantik sih tapi nyeremin...ngapain coba berdiri di luar jendela" jelas Dhita lirih sambil menoleh kesana kemari karena kembali merasakan merinding di sekujur lengannya

"Dia pake celana Distro nggak" celetuk Anin main-main, ya gila saja kalau dia percaya dengan hal-hal mistis

Ditha langsung menoleh cepat dan mengeplak bahu Anin pelan "malah bercanda, orang lagi serius juga. Kakak nggak bohong Nin" tekan Ditha tampak kesal karena ucapan seriusnya malah di balas dengan candaan "oh iya, kakak tidur duluan ya. Kamu jangan tidur dulu" katanya lagi sambil buru-buru bergegas berbaring di atas ranjang

Setelah Ditha tertidur pulas, Hanin baru berani keluar dari kamar melalui jendela kaca karena melihat kehadiran Nenek Sarah yang sedang berdiri menunggunya di luar sana

"Mulai sekarang, kamu harus sering-sering ke sini dan ingat kesepakatan kita sebelumnya. Jangan biarin Ditha sama Alan sampai dekat, paham kamu" peringat Sarah

Sedang Hanin hanya mengangguk pelan "jadi perempuan yang di liat sama kak Ditha itu, cuman akal-akalannya nehmm..."

Belum sempat Anin menyelesaikan ucapannya, Sarah langsung membukam mulut anin menggunakan telapak tangannya "Jangan berisik, ingat tugas kamu. Sana masuk" usirnya lalu buru-buru bergegas pergi

Hanin kemudiam kembali masuk ke dalam kamar melewati jendela yang sama, lalu menutupnya tak lupa mengancingnya rapat-rapat. Karena ingin buang air kecil dia lalu keluar dari kamar lewat pintu dan pergi ke bagian belakang kediaman milik Bramantyo tersebut, setelah selesai pipis dia segera kembali pergi ke kamar tapi karena keadaan rumah yang sepi hal itu justru membuatnya sedikit bergidik ngeri

"Ha!" Serunya tertahan dan langsung saja menoleh ke belakang dengan cepat saat ada seseorang menyentuh pundaknya

"Kenapa sayang?"

Anin mengela nafas lega sambil mengelus dadanya saat tau orang yang baru saja membuatnya kaget adalah suami dari mamahnya sendiri "Nggak apa-apa kok pah, Aku cuman kaget aja. Kirain siapa" ucapnya sembari mengelus dada, dia bohong jelas-jelas jantungnya tadi hampir jatuh ke lambung sangking kagetnya

Prans yang sudah tau dengan alasan kedatangan dari Anin tentu saja tak perlu harus banyak bertanya lagi "Kakak kamu udah tidur?" Tanyanya sambil memperhatikan lekat-lekat anak dari istrinya ini

"udah kok pah" jawabnya memaksan senyumnya "aku ke kamar dulu ya..."

"Nin?"

Anin menunduk melihat lengannya di gengam oleh Prans, dia kemudian mendongak melihat pria itu menatapnya teduh

"Kamu nggak kangen sama Papah" tanyanya dengan suaranya yang mendalam lalu menarik Anin mendekat "hmm?"

Anin seketika saja kembali terenyak dan tak tau harus menanggapi seperti apa, bahkan bapaknya saja tidak pernah menatapnya seperti yang di lakukan oleh Frans. "Dikit" cicitnya, dia hanya membual karena pada kenyataannya. Memikirkan Prans saja dia tidak pernah apalagi kalau sampai merindukan pria itu, rasanya sangat mustahil

Prans pun tampa rasa ragu menangkup wajah Anin lalu mengecup keningnya, bahkan sampai mencium pipi kanan serta pipi kiri Anin secara bergantian. Tentu saja gadis itu tidak suka tapi matanya terkunci dengan netra tajam milik Prans sehingga membuatnya membeku di tempatnya " Dikit?..." bisik Prans sambil melirik bibir ranum anak dari istrinya itu

"Om?"

Dengan segera Prans menjauh dari Anin, lalu menoleh ke belakang. Karena orang yang menegurnya barusan adalah anak sulung Dari Abimanyu hal itu pun membuat Prans memaksakan senyumanya "Kenapa Lan?" Tanyanya

Alan sendiri memandang Anin, walaupun gadis di hadapannya tidak sedang memakai kerudungnya. Dia tetap bisa mengenali "Kamu ini murid di tempat ngajinya Naka kan?" Tanyanya memastikan

Aninpun mengangguk pelan "Iya mas"

Prans menoleh ke samping "namanya Anin, dia ini anak dari Istri Om" ujarnya memperkenalkan Anin ke Alan sambil merangkul dan mengelus pundak Hanin

"gitu ya om" ujar Alan sambil melirik tangan Prans yang mulai meremas pundak anin, seolah-olah Pria itu ingin melahap anaknya sendiri. Tadinya dia menegur karena melihat Prans seperti berniat akan mencumbu bibir gadis belia yang di perkenalkannya sebagai anaknya

"Pah, aku mau ke kamar dulu" ujar Anin seraya melepaskan tangan Tangan Frans dari bahunya

Karena tidak enak dengan Alan, Pranspun menjauhkan lengannya dari pundak Anin dan membiarkan anak tirinya itu kembali ke dalam kamarnya

•••

Waktu tepat menunjukkan pukul 01.02 malam, karena masih belum terbiasa tidur di rumah orang lain. Akhirnya Anin langsung terbangun setelah mendengar suara jendela yang di ketuk beberapa kali, dia lalu melihat ke arah jendela

"lah?" Melihat wanita berkebaya putih seperti yang di ceritakan oleh Ditha tadi, Aninpun menatap heran sebab wanita suruhan dari Sarah itu kini justru malah kembali berdiri di luar jendela kamar, hal tersebut tentu saja membuat Anin tak habis pikir. lalu dengan sigap diapun segera pergi menghampiri jendela dan memperhatikan wajah Cantik itu lekat-lekat "mbak udah malem, giat amat cari duit. Orangnya udah tidur noh, kalau mau nakutin besok lagi kalau orangnya udah bangun. ok" ujarnya sambil memberi isyarat menggunakan tangannya agar wanita di luar jendela itu segera pergi

Wanita itu hanya terdiam sambil terus menatap lurus mata Anin " mbak nanti masuk angin loh, kalau di situ terus" Anin lalu menunduk melihat apakah wanita itu sedang menggunakan celana distro atau tidak, dan ternyata memang tidak. Akan tetapi Anin justru mendapati kaki wanita di luar itu kelewat pucat tampa alas kaki pula

Karena malas mengurusi wanita suruhan dari Sarah Anin memilih menarik gorden untuk menghalangi pandangan wanita itu, dan setelahnya dia kembali berbaring di sebelah Ditha. "kok merinding ya" gumamnya keheranan sambil mengelus tengkuk serta lengannya, karena tidak ingin mempersoalkannya lagi dia memilih segera memejamkan matanya

KAMASTRA Where stories live. Discover now