Part 5

2.7K 369 23
                                    

Segala sesuatunya telah dipersiapkan dengan detail. Iris sangat antusias mencarikannya. Mulai dari pakaian mempelai, cincin kawin, MUA sampai fotografer.

Berkali-kali wanita itu mengagumi dan memuji langsung wajah Jingga yang terlihat manglingi dengan kecantikan semakin mengagumkan setelah di-make over. Seandainya saja Biru tidak melarang mengadakan resepsi pesta pernikahan, Iris juga akan senang hati menyiapkannya dengan skala megah dan mewah.

Untuk hal itu, Biru menolak tegas lantaran menurutnya tidaklah penting untuk sebuah pernikahan yang tidak landasi oleh cinta. Baginya, berada di antara penghulu beserta istri dan ayah mertuanya adalah sesuatu yang lebih penting dari hal remeh-temeh tersebut, bahkan untuk melakukan ijab kabul saja Biru memilih lokasi KUA demi menghindari sorotan publik yang berlebihan.

Selain tidak ingin dicap suami culas yang tega memadu istri pertama karena sakit keras, Biru juga tak mau menyebarkanluaskan statusnya yang memiliki dua istri kendati pernikahan terpaksa ini demi memenuhi keinginan istri yang mencintainya.

"Sudah siap, Saudara Biru untuk melakukan ijab kabulnya?" tanya lelaki paruh baya berpeci hitam yang berprofesi sebagai penghulu.

Sebelum Biru menjawab, ia melirik sekilas pada wanita yang sejak tadi berdampingan dengannya hanya menunduk, kemudian mengalihkan pandangan tak jauh dari posisinya.

Seorang wanita duduk di kursi roda bersisian dengan Rusdy sang mertua. Melihat dukungan lewat anggukan kepala dua orang yang dikasihinya, membuat Biru yakin melakukan ritual terpenting untuk segera mengesahkan hubungan sakral itu.

"Iya, Pak, saya siap."

Penghulu menoleh pada laki-laki setengah baya yang menjadi Wali Hakim. Ketiadaan murni mempelai wanita lantaran tidak memiliki satu pun anggota keluarga yang berhak menjadi wali sehingga beralih pada Wali Hakim.

Saat Wali hakim mengulurkan tangan menjabat erat tangan Biru, Rusdy ikut menggenggam erat tangan Iris demi menguatkan hati putrinya yang rela berbagi suami. Bagaimanapun Iris menampilkan keceriaan pada senyum lebar, Rusdy sangat memahami ada luka dalam yang tak kasat mata.

"Saudara Biru Samudra bin Syahril Alam, saya nikahkan dan saya kawinkan engkau dengan saudari Jingga Lembayung binti Ardan Brama, dengan mas kawin seperangkat alat sholat dibayar tunai!"

"Saya terima nikah dan kawinnya Iris ..." Detik itu juga Biru sadar lidahnya tidak tersinkron dengan baik beserta otak dan hatinya.

Suara riuh orang-orang yang hadir sukses membuat kedua mempelai salah tingkah, bahkan Jingga ikut menatap kaget Biru yang membuang muka darinya. Jingga paham pada kejujuran hati laki-laki yang menikahinya terpaksa. Tak sedikitpun terbersit rasa cemburu pada wanita tulus yang melamarnya untuk sang suami tercinta.

Biru kembali menoleh pada Iris yang tersenyum sendu diiringi anggukan agar Biru kembali mengulangnya. Perlahan, Biru menarik napas panjang seraya memejamkan mata sejenak, lantas kembali menjabat tangan Wali Hakim dengan tatapan lurus ke depan.

"Saya terima nikah dan kawinnya Jingga Lembayung binti Ardan Brama dengan mas kawin tersebut dibayar--tunai!" Akhirnya Biru berhasil mengguncang Arsy-Nya. Beratnya perjanjian yang dibuat olehnya di hadapan Tuhan dengan disaksikan para malaikat dan manusia.

"Bagaimana saksi? Sah?"

"Sah!"

Serentak saksi menyatakan jika jalinan hubungan keduanya telah resmi. Baik tercatat secara agama maupun negara. Biru tak bisa lagi menampik bahwa kini ada pengikat kuat dengan wanita di masa lalunya.

Usai doa-doa kebaikan dilantunkan, Biru bangkit menghampiri Iris yang telah membanjiri wajahnya dengan air mata. Pelukan erat penuh kehancuran Biru curahkan pada wanita teristimewanya. Berkali-kali menghujani kecupan di pucuk kepalanya Iris.

(Bukan) Istri KeduaDonde viven las historias. Descúbrelo ahora