Bab 9 : Ahli Begadang

36 6 0
                                    

Mata ku menatap coretan berbagai jenis pulpen dalam draf laporan penelitian dengan kantuk hebat. Saat ini bukanlah tengah malam yang dipenuhi dengan suara jangkrik hingga membuatku terlena. Aku tengah berada di dalam perpustakaan di tengah hari begitu terik.

Banyak mahasiswa saling berdiskusi tidak membuatku lantas kehilangan kantuk. Sudah beberapa hari ini, aku kehilangan rasa kantuk karena terus berusaha untuk terjaga. Layar kunci ponsel yang terbuka setiap kali ada pesan membuatku menarik senyum kecil. Bagaimana aku mau malas jika saja setiap melihat ponsel tampak pria yang saat ini bekerja keras menanggung hidup ku?

Selama begadang beberapa hari, dirinya juga kerap kali begadang hingga tertidur di mejanya. Sementara diri ku selalu berakhir dengan tertidur di atas lantai. Aku tidak punya daya untuk berpindah ke ranjang. Namun tubuh ku akan selalu hangat dengan selimut. Tentu tidak perlu ditanyakan darimana selimut itu berasal.

Seperti hubungan timbal balik, aku sering kali menyelimuti Wira saat tertidur pulas. Maka dirinya juga melakukan hal yang sama pada ku. Permasalahan mengenai Risa  tidak lagi berhembus dalam mimbar rumah tangga. Entah kapan terakhir kali aku mendengar cerita Wira mantannya itu berkunjung ke rumah.

Aku pun sudah tidak ingin mempersulit hidup dengan ingin tidak tahu hal yang tidak penting. Sekarang aku lebih menyukai kehidupan yang tiada pikiran berat mengenai pria itu. Sejenak ku singkirkan berbagai jenis kertas di atas meja sembari menaruh kepala menidurkan diri.

"Eh, malah tidur lagi. Nilam, kamu di cari Pak Wira. Sepertinya ponselmu mati".

Nah.

Sekarang kenapa suami tercinta dan tersayang mencari ku? Apa Bunda ingin kami menginap di rumahnya lagi? Akh, aku tidak peduli mau menginap dimana saja. Asalkan aku bisa tidur sejenak untuk saat ini.

"Memangnya kenapa dia mencari ku?"tanyaku.

"Mana ku tahu? Barangkali ada hal penting yang mau disampaikan,"ucap Leni membuatku menghela nafas lelah.

"Aku mengantuk sekali. Kenapa lagi dia ini?"tanyaku heran.

Mata ku melirik ponsel tampak beberapa pesan masuk darinya. Pria itu hanya mengirimkan pesan singkat tanpa ada keterangan ingin membicarakan apa. Jangan sampai yang ingin dia bicarakan hanya membuatku bertambah mengantuk.

"Ngomong-ngomong, Pak Wira romantis juga. Aku tadi sempat bingung. Beliau bilang minta tolong panggilkan Aluna. Kalau ku pikir mana ada teman seangkatan namanya Aluna. Ternyata istrinya,"ucap Leni terkekeh pelan.

"Akh, itu. Aku juga tidak tahu apa yang membuatnya lebih suka memanggil ku Aluna. Pak Wira tidak bisa dimengerti dengan mudah, Len. Sekilas ada kalanya terlihat galak. Kadang terlihat romantis. Kamu harus mengerti dulu apa tujuannya,"ucapku.

"Untuk apa juga aku harus mengerti sebanyak itu. Tapi aku jadi terinspirasi mencari suami galak,"ucap Leni membuatku menggeleng tak percaya.

Apa dia pikir semua laki-laki memiliki standar galak seperti Wira? Kenapa lagi manusia ini melakukan standardisasi Wira pada semua pria galak? Terlebih galak terdiri dari berbagai jenis.

"Galak itu banyak jenisnya, Len. Pak Wira itu hanya berceramah dan menggebrak barang saja. Bagaimana kalau pria galak itu suka main tangan? Apa kamu tidak khawatir?"tanyaku.

"Iya juga sih. Tapi kamu bisa tahan?"tanya Leni.

"Nggak juga sih. Aku juga sering menangis kalau kena ceramah. Tapi setelah itu aku tahu, apa yang ku lakukan salah. Bahkan terkadang berbahaya untuk diriku sendiri. Seperti pulang malam sendirian atau tidak memberi kabar kalau penelitian sampai malam. Itu salah ku juga,"ucapku.

Aku mengingat kali terakhir Wira berceramah panjang lebar di rumah. Pria itu bahkan tidak ada habisnya memberi maksud setiap tindakannya. Meskipun aku hanya mendengar poinnya saja. Selebihnya terdengar begitu samar di telinga. Tentu saja karena aku menangis.

Saujana Sandyakala ~ CompletedWhere stories live. Discover now