Pohon Berusia 14 Hari (Yeonkkura)

58 5 0
                                    

|pairing Miyawaki Sakura and Choi Yeonjun

Ketika surya tenggelam, disitulah sinar jingga menyingsing menyapu bumi. Semuanya bagaikan akhir dari hari. Begitulah orang-orang berpikir ketika senja tiba, hanya sekedar berakhirnya hari yang berjalan, kemudian berhenti sejenak dan dilanjutkan esok hari.

Akan tetapi, tidak denganku.

Dunia seolah runtuh, langit-langit seakan berjatuhan, menghujami diriku yang kini dicap sebagai manusia paling tak berdaya sedunia. Berakhir sudah, tak tak akan ada hari esok lagi yang menungguku.

Sejak 1 jam yang lalu, hanya tungkaiku yang berjalan semaunya. Membawa tubuhku yang sudah mati, dengan hatiku yang seakan tertusuk belati. Kepalaku tak sanggup terangkat seinci pun, hanya penghujung sepatu hitam dan jalan berkerikil yang seja tadi kutatap bersama netra nanar kosong bernasib miris.

“HIV/AIDS? Haha, dokter bercanda 'kan?”

“Tidak salah lagi, anda sudah mengidapnya selama kurang lebih 3 tahun, sebuah keajaiban keadaan anda masih bisa berjalan seperti ini.”

“Apa-apaan...”

“Apakah keluarga anda benar-benar tidak bisa datang sekarang?”

“Gak akan, mereka sibuk. Udah cerai juga.”

“Mau tidak mau saya akan memberitahu anda, kalau...”

“Apa?”

“Usia anda hanya tersisa empat belas hari lagi.”

“Dok yang serius dong, yakali gak ada obatnya?”

“Sampai sekarang memang tak ada obat yang dapat menanganinya. Tapi, saya akan memberikan antiretroviral untuk memperlambat perkembangan virus.”

”...”

“Obat itu hanya dapat membuat anda bertahan selama 7 hari, jadi—”

BRAK!

“Bohong! Beraninya anda bohong dengan saya! Anda pikir saya bayar anda pake uang sebanyak itu buat bicara seperti ini?!”

“Hanya itu yang bisa saya bantu, sebanyak apapun uang yang anda berikan saya tetaplah manusia biasa yang tidak bisa mengubah takdir. Untuk saat ini yang saya bisa bantu hanyalah memberikan obat ini untuk memperlama hidup anda sedikit.”

“Gak butuh!”

Usai disitu, diriku memutuskan untuk keluar dari rumah sakit. Kaki ku melangkah penuh akan kesarkasan, wajahku tertekuk kusut dengan air muka tak terima dibalut kemarahan yang tak dapat kumengerti.

Aku meninggalkan mobil sport ku begitu saja di pelataran rumah sakit, tak memedulikan akankah itu akan dicuri ataupun dihancurkan sebab menghalangi jalan. Semua itu sudah tak ada harganya, segalanya. Hal yang kupunya dengan gelimang manik-manik emas itu seperti tong kosong yang tak berarti. Kesenangan dan kebebasan yang kuterapkan dalam hidupku pun runtuh, menjadi pundi-pundi penyesalan dan air mata ketidak terimaan pada takdir yang tak adil.

Tak adil, huh? Choi Yeonjun, apakah kau baru saja melantur? Inilah akibat dari segala tindakanmu di masa lalu. Menghancurkan masa depan wanita-wanita tak bersalah kemudian membungkam mulut mereka dengan uang yang kau miliki? Lantas saja, sumpah serapah orang-orang yang tersakiti kini terkabul, menjadikannya karma sesungguhnya.

Kau selalu melupakan bila di dunia ini tak ada takdir yang salah. Tuhan Maha Adil, dan keadilannya telah jatuh padamu sebagai seorang pendosa ulung.

Berjalan entah kemana, tungkaiku membawaku ke antah berantah, hatiku sakit, pun tubuhku yang semakin lama bisa kurasakan pedih yang menyiksa akan penyakit yang sudah lama kubawa selama ini.

One The StoryWhere stories live. Discover now