Petrichor『Chaelix』

469 52 62
                                    

Play the sound for amazing experience





"Hujan yang memanggil"








Happy Reading ^^












Aku bermimpi...

Ia memanggilku...

Gemercik indah tetesan air itu seakan mengajakku untuk beristirahat...

beristirahat dari kejamnya kehidupan...




















































Mata coklat cemerlang itu tampak kosong, seolah-olah tak ada pikiran apa pun dari kepalanya.

Netra jernihnya memantulkan tetes-demi tetesan air yang jatuh menghantam tanah dengan kuat.

Partikel-partikel cair itu, tiada bosannya untuk terus datang setiap hari tanpa beristirahat sedetik pun.

Kota dengan banyaknya orang berlalu lalang, hingga menjadi tempat terpadat di Korea Selatan.

Seoul... kota dengan sejuta kisah... dan sejuta keajaiban nan penuh misteri...

Fenomena alam yang langkah, dimana sudah satu minggu hujan turun tiada henti. Entah apa itu sebabnya, namun kota yang selalu penuh akan cahaya lampu neon ibu kota itu mulai redup. Perlahan... namun pasti...

Tetap hiruk pikuk masih menjadi ciri khas kota ini, bahkan dengan derasnya hujan yang melanda terus menerus tak membuat para manusia-manusia bedebah itu kalah dengan partikel awan yang menghujami mereka.

Namun... ada satu tempat... tempat yang jauh dari hingar bingar keberisikan alun-alun kota...

Halte bus tua itu tak lagi pernah didatangi oleh makhluk hidup, bahkan kucing pun enggan mendudukkan bokongnya di tempat kumuh nan busuk seperti itu.

Hanya ada satu manusia tak waras yang menjadi pelanggan setia tempat dengan sejuta rumor horror tak manusiawinya.

Ialah yang sejak tadi duduk terdiam dengan mata yang menatap kosong kearah jalanan penuh genangan air itu.

Gadis dengan seragam sekolah, begitu juga dengan perawakan wajah yang nyaris sempurna itu hampir setiap datang kemari, seperti orang gangguan jiwa.

Selalu datang dengan luka memar dan beberapa sayatan ditubuhnya. Telinganya terlihat selalu mengalirkan darah segar yang baru saja ia dapatkan.

Wajahnya selalu bengkak setiap datang kesini, matanya sendu seakan-akan ingin melupakan dunia beserta isinya.

Kian hari, tubuhnya semakin kurus. Tiada hari tanpa luka diwajah eloknya.

Entah seberapa berat beban yang ia pikul di pundak kecilnya, hingga dirinya tak pernah bisa menangis lagi.

"Terima kasih sudah memanggilku." selalu kata itulah yang ia ucapkan ketika baru duduk ditempat yang sudah diasingkan dari dunia yang fana ini.

Duduk hingga ia merasa cukup dengan semua ini, lalu kembali pulang dengan langkah pincang yang ia dapatkan dari kekerasan tak manusiawi.

Mata lentiknya terpejam secara perlahan, ia hirup semerbak aroma alami yang dihasilkan hujan ditanah nan tandus ini.

One The StoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang