🍁Istriku🍁

31 2 0
                                    

Seminggu cuti, telah puas mereka habiskan untuk menata posisi perabotan rumah dan membeli apa saja yang diperlukan. Kini, mereka harus sudah kembali bekerja. Jihan yang telah stylish dengan dress selututnya melangkah menuruni tangga. Menghampiri Pandu yang ada di dapur.

"Maaf ya, Ndu. Jadi kamu yang masak terus."

"Iya, gak apa-apa. Tapi, lain kali kamu harus belajar masak ya! Aku juga mau rasain masakan seorang istri." Mengerling ke arah Jihan.

"Asal kamu sabar aja nerima rasa nano nano dari masakanku."

2 piring nasi goreng tersaji di meja makan. 2 gelas susu panas juga mendampingi sarapan mereka.

"Biasanya, kamu pulang jam berapa Jihan?"

"Hmm.... jam 5 sih. Tapi, terkadang bisa cepat bisa lama. Tergantung padatnya pekerjaan."

"Kabari aku ya, kalau udah mau pulang! Biar aku jemput."

"Gak usah, Ndu. Aku pulang naik taksi aja. Atau minta tolong sama supir Papa untuk jemput."

Pandu menggenggam tangan Jihan.

"Jihan, aku ini suami kamu. Aku yang bertanggung jawab atas semua urusan kamu. Alasan aku melarang kamu membawa mobil kamu, karena aku gak mau kamu keluar pergi tanpa seizin suami. Dan apa pun yang kamu punya dulu dari harta kekayaan orang tua kamu, aku mau kamu meninggalkan itu semua. Hidup sederhana dari sepasang suami istri itu indah, Jihan. Kita bisa belajar bagaimana mengontrol ego, mengontrol keinginan, mengontrol sikap kita yang berlebih-lebihan dan pastinya belajar bersyukur apa yang kita punya. Seberapa pun itu."

Pandu membuka dompetnya dan mengeluarkan beberapa kartu debitnya.

"Aku mau kamu yang megang kartu ini. Kamu yang mengelola pengeluaran kita. Setiap bulannya aku transferin nafkah aku ke kamu. Kamu bisa gunain kapan pun kamu mau."

Jihan tercengang melihat keempat kartu debit yang disodorkan Pandu. Ia tak menyangka akan sepercaya itukah Pandu menyerahkan aset berharganya.

"Kamu yakin? Aku masih punya tabungan kok. Dan penghasilanku juga cukup memenuhi kebutuhanku."

Pandu menarik tangan Jihan dan meletakkan kartu debitnya di telapak tangan Jihan.

"Kamu yang berhak. Uang kamu uang kamu, uang aku uang kamu. Udah kewajiban aku menafkahi kamu sebagai istri aku."

Jihan masih bingung dan terkejut atas tindakan Pandu.

"Ini semua ada isinya? Terus, kalau kamu gak megang gimana mau beli ini itu yang kamu mau?"

"Hahaha.... ada Jihan. Aku punya satu. Dan ini kubutuhkan sesekali aja. Karena aku sendiri gak terlalu suka shopping kayak kamu."
Menyentil hidung Jihan. Jihan sebal di singgung masalah kebiasaannya itu.

Pandu bangkit dan meraih piring mereka yang kotor. Namun, dengan gerakan cepat Jihan mengambil alih.

"Aku aja yang cuci, Pandu. Udah kamu yang masak, masa kamu juga yang cuci. Gak berguna banget aku di sini."

Senyum Pandu menyadari perubahan Jihan.

Jihan sudah selesai membersihkan ruang dapurnya. Mencari Pandu yang tak terlihat. Dan beberapa menit kemudian, Pandu turun dari tangga sambil membawa sweater milik Jihan. Pandu menyampirkan sweater itu di pundak Jihan.

"Bahu kamu terlalu kelihatan. Aku gak suka Jihan."

"Kenapa? Ini fashion Pandu. Lagian, udah biasa juga kan aku berpakaian seperti ini." RacauJihan.

"Aurat kamu kelihatan. Itu jadi dosa buat aku juga. Hmm.... akan lebih baik lagi kalau kamu pakai kerudung. Tapi, aku gak akan terlalu maksa kamu. Karena berubah itu lebih baik dari hati. Ayo!!" Menggenggam tangan Jihan.

Takdir TerciptaWhere stories live. Discover now