18. The Black Blood

297 31 1
                                    

Happy Reading.

Rosella terkekeh kecil jika mengingat segala kejadian di rumah Draco siang tadi, ternyata Javier terjatuh ke dalam got saat mengejar kelinci peliharaan temannya. Ia juga merasa terhibur dengan tingkah lucu gadis mungil yang bernama Daisy, Jemima yang marah-marah karena melihat anak tampannya berubah menjadi jelek karena lumpur itu. Ia juga mengetahui ternyata Jemima meminta kepada Draco untuk membuat rumah di luar istana, Jemima tidak ingin tinggal di istana lagi dan jika ada keperluan atau mereka ingin berkumpul barulah Jemima kembali ke istana.

Awalnya ia kira Draco tidak akan mendukung hubungannya dengan Martius, tetapi Draco beserta istrinya sangat mendukung dengan mengatakan untuk tidak khawatir dan menyuruh Martius mempertahankan hubungan mereka, tetapi mereka tidak ada mengungkit tentang perjodohan yang dikatakan oleh Tian. Ia juga mengingat percakapan keduanya saat menuju ke rumah Rosella, percakapan mengenai tentang kenapa bisa Martius menyukai dirinya.

"Aku ingin bertanya, Martius," seru Rosella berjalan di sebelah Martius yang memegang tali kekang kudanya, mereka lebih memilih untuk berjalan daripada menaiki punggung Kath.

"Tanyakan saja," jawab Martius sambil tersenyum menoleh singkat ke arahnya.

"Yang Mulia, bagaimana bisa Anda menyukai diriku yang berstatus rendah ini?"

"Tidak ada alasan untuk itu!"

Martius menjawab lalu menghentikan langkahnya dan menatap Rosella lekat, menelisik rupa gadis yang ia cintai ini. "Aku mencintaimu tanpa syarat dan alasan, Rosella," gumam Martius, tatapan Martius terpancar tulus melupakan kalau barusan Rosella memanggil dirinya menggunakan gelar yang ia sandang.

Rosella tersenyum sedikit lebar perlahan langkah kakinya mendekati Martius, ia merangkul lengan kiri Martius dengan erat. "Mari kita lanjutkan perjalanan kita menuju tempat yang seharusnya," ajak Rosella sembari melanjutkan langkah kakinya.

Martius menganggap ucapan Rosella memiliki arti lain, seperti Rosella mengajak dirinya untuk melanjutkan perjalanan kisah cinta mereka menuju akhir yang indah.

Setelah perjalanan mengantar Rosella menuju kediamannya dengan selamat, Martius kembali menuju istana. Saat ini langit malam yang ditaburi bintang menemani Martius duduk di pavilliun istana utama, suara jangkrik juga berbunyi nyaring. Ia memikirkan sampai saat ini orang suruhannya belum memberi kabar tentang para kelompok pembunuh bayaran itu—tetapi ia sedikit tidak yakin dengan sebutan 'pembunuh bayaran' karena kelompok itu melakukan kejahatan berupa menculik orang beserta mengacaukan beberapa tempat di wilayah yang mereka inginkan. Tapi bisa saja mereka membunuh dengan cara yang halus bukan?

Ia juga berkeinginan untuk mengunjungi pria yang mememakai lencana itu tetapi ia urungkan karena melihat kedatangannya bisa menjadi kesalahpahaman nantinya.

"Ke mana kau seharian ini?"

Martius menoleh cepat dan memandang Dimitri dengan tatapan datar, matanya melihat segala pergerakan Dimitri yang mengambil tempat duduk di hadapannya.

"Kurasa kau mengetahuinya," balas Martius datar. "Dari mata-mata yang selalu mengikutiku," lanjutnya mengalihkan pandangannya dari Dimitri.

Dimitri terlonjak kaget memandang Martius dengan perasaan bersalah, ia tidak menyangka Martius bisa mengetahui mata-mata itu. "Maaf, aku melakukan itu buat kebaikanmu juga," pinta Dimitri tulus.

"Aku bukan anak kecil lagi!"

"Aku tahu."

Keduanya saling diam, Dimitri menghembus napas pelan sekali lagi ia memperhatikan wajah Martius, ia ingin memastikan kalau Martius dalam suasana hati yang baik.

Martius Is My Villain [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang