06. Somewhere Only We Know

320 57 0
                                    

Suara derap kaki serta percakapan yang pelan, menambah hiruk pikuk di kamar Mielle. Para pelayan sibuk memilih perhiasan, pakaian, serta apa yang akan dikenakan Mielle setelah mendengar bahwa Pangeran Hugo akan mengunjungi kediaman Giordani untuk menjenguk Mielle. Sebagai orang yang akan dikunjungi sekaligus putri tuan rumah, saat ini Mielle sedang duduk manis didepan cermin menunggu rambutnya untuk ditata. Sembari menunggu, Mielle mengamati sebuah liontin kalung yang berupa batu namun berwarna hijau dan sedikit bercahaya. Sekedar informasi saja, liontin itu datang bersama surat yang dikirimkan Hugo.

"Vivi?" tanya Mielle kepada Vivi yang juga sedang menata rambutnya.

"Iya, Nona?"

Mielle mengangkat liontinnya agak tinggi sehingga sinar matahari membasuh permukaan batu, membuatnya semakin bercahaya. Pandangan Vivi teralihkan pada sesuatu yang dipegang oleh Mielle.

"Batu Thriles?"

"Thriles?"

Vivi mengangguk, "Ini adalah batu ketiga diantara tiga batu sakral."

"Kenapa bisa disebut sakral?"

"Nona tidak tahu?" Mielle menggeleng, "tiga batu suci adalah Chade, Lithine, dan Thriles. Chade, berwarna biru kehitaman biasanya untuk simbol kekayaan dan keberuntungan. Lithine, dengan warna putih digunakan untuk simbol kesucian. Lalu Thriles, seperti yang dipegang Nona itu untuk simbol ketenangan dan juga bisa untuk penyembuhan."

Ia mengangguk paham mendengarkan penjelasan Vivi yang masih berlanjut, "setahu saya, tiga batu suci ini keberadaanya sudah sangat langka karena maraknya pertambangan ilegal. Jadi Raja memutuskan untuk menghentikan penjualan batu yang semakin lama malah harganya semakin tinggi tak terkendali, semua batu juga dihancurkan oleh para penyihir agung kecuali yang sudah mendapatkan izin khusus dari Raja untuk memiliki salah satu dari tiga batu suci."

Menarik. Sangat menarik bagi Mielle. Jadi Hugo memberikan batu suci ini untuk kesembuhan Mielle?

"Hmm? Kenapa wajah nona tiba-tiba bersemu merah?"

"Hah? Tidak! Mungkin karena perona pipinya," Mielle menjadi salah tingkah saat Vivi menyadarinya sedang sedikit tersipu.

"Perona pipi? Apa itu?"

"Sesuatu yang digunakan untuk mewarnai pipi, ataupun bibir—kalian tidak menggunakan itu untuk merias wajah?"

Vivi dan pelayan lainnya menggeleng, "Malah saya baru tahu kalau pipi dan bibir bisa diwarnai."

Mielle tersenyum canggung. Ternyata mereka tidak mengenal rias wajah di dunia ini. Walaupun begitu tapi Mielle menyadari bahwa pipi dan bibirnya sudah ada rona alami, seolah memakai riasan tipis. Kira-kira bagaimana ya penampilan  Hugo?

-

"Nona Mielle?" suara lembut itu telah kesekian kali membangunkan Mielle dari gelembung lamunannya.

"Maafkan saya, Pangeran. Anda terlihat cocok mengenakan baju itu," Mielle tertunduk malu karena Hugo terus mendapatinya yang melamun, menatap kosong ke arah Pangeran yang terbalut blus putih yang terbuat dari sutera dan benang emas.

"Ah, terima kasih." 

Apakah Hugo boleh besar kepala jika penampilannya membuat Mielle sampai melamun seperti itu?

"Oh iya," Hugo kembali meletakkan cangkir teh keatas cawan, "apa kesehatan Nona sudah membaik?"

"Iya, berkat batu Thriles yang anda berikan. Saya sangat berterima kasih atas kemurahan hati anda."

"Syukurlah kalau begitu," Hugo memandangi wajah Mielle yang masih sedikit tertunduk. Cantik.

Suasana canggung kembali mendominasi setelahnya. Dari pertemuan pagi ini Mielle cepat menyadari bahwa Hugo adalah karakter orang yang tak banyak bicara, hanya seperlunya saja. Mengingatkan Mielle akan dirinya sendiri.

Eternal GardenWhere stories live. Discover now