19: DOOORRR!!!

3.4K 262 33
                                    


Setelah truk benar-benar berhenti, terdengar suara barang-barang disingkirkan dari tutup kompartemen. Tak lama setelahnya, tutup kompartemen pun dibuka dan ada Ido menyambut kami. Yusuf buru-buru menodongkan pistol ke bawah daguku, menunjukkan bahwa aku masih tawanannya.

(Padahal sepanjang ngumpet, pistol itu enggak pernah sekali pun ditodongkan ke arahku. Kecuali pistol yang di bawah itu, tuh. Yang menggesek-gesek pantatku, pistolnya ditodong terus ke anusku. Membuat pistolku berdiri juga.)

"Udah aman," bisik Ido seraya celingukan memastikan keadaan di luar juga aman.

Mataku beradaptasi terlebih dahulu dengan cahaya di luar. Kukerjap-kerjapkan mata, lalu aku bangkit dan merangkak ke jok depan. Tentunya Yusuf membuntutiku di belakang, merangkak keluar dengan pistol masih teracung ke kepalaku. Kami semua turun dari truk. Kutemukan truk terparkir di sebuah rumah makan yang tutup, dengan area parkir lumayan luas, beralaskan tanah merah, dan hanya ada kami satu-satunya truk di situ. Di depan lokasi ini ada jalan raya yang tidak begitu ramai lalu lintas. Kulihat tak ada bangunan lain selain rumah makan yang tutup ini. Tak ada SPBU, toko, maupun rumah warga. Ada tambal ban besar di ujung area parkir, tetapi tambal ban itu pun tutup. Di seberang tempat parkir ada area cuci truk, tetapi tutup juga.

Kail menghampiri kami. Dia seperti baru berjalan dari belakang truk. Wajahnya masih masam. Alisnya berkerut, rahangnya mengeras, tatapannya marah. Tatapan itu tertuju ke Yusuf tentunya. Sesekali Kail melirikku, tetapi tak pernah lebih dari satu detik.

"Sesuai perjanjian," kata Kail. "Ini lokasi yang kamu bilang tadi."

Yusuf mengedarkan pandangan ke seluruh tempat. Dia mengangguk menyetujui. "Saya baru lepaskan kalau kawan saya sudah jemput."

"Jam berapa?"

"Sebelum Magrib harusnya."

Kail menoleh ke arah jam digital yang ada di dasbor truk. Dia mengangguk sepakat.

"Mun sampe kamu nyakitin A Endra," ungkap Kail kemudian, geram, "saya mah moal ragu buat mampusin kamu."

"Silakan kalau kamu bisa," ledek Yusuf angkuh. Yusuf mengedikkan kepala ke arah meja kosong dengan bangku-bangku kayu yang diletakkan terbalik di atasnya.

Ido paham dengan gestur Yusuf, sehingga dia berlari ke sana untuk menurunkan bangku-bangku kayu panjang itu ke atas tanah. Kami semua berjalan ke arah sana. Namun sebelum aku, Yusuf, dan Kail mencapainya, sebuah mobil berbelok ke area parkir.

Mobil itu menghampiri kami dengan cepat, lalu berhenti beberapa meter di depanku.

Asu.

Itu Ertiga.

Ertiganya Norman.

Dari luar, aku bisa melihat Norman dengan dramatisnya membelalak, lalu menutup mulutnya yang menganga lebar. Norman menatap Yusuf dan mengenali wajah lelaki yang kini sedang menodongku itu. Buru-buru Norman mengambil hape, menelepon seseorang, lalu menyapa, "POLISI?!" Suaranya kedengaran sampai keluar.

Si tolol itu menelepon polisi! Asu!

Akibatnya apa?

Akibatnya Yusuf mengarahkan pistol ke arah mobil, lalu menembakkan peluru ke Ertiga Norman.

DOOORRR!

Suaranya keras sekali!

ASU!

ARGH!

Mungkin karena lokasiku cukup dekat dengan pistol itu, aku bisa melihat pelatuknya memercikkan api di ekor pistol. Telingaku sampai pengang saat peluru keluar dengan kilat melalui moncong, terbang ke kaca depan mobil Norman, menembusnya hingga membuat lubang dan retakan-retakan mungil seperti serabut.

Dua Sopir GantengTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang