4. Vitamin-C

285 45 7
                                    

Jean menguap hebat saat dirinya baru saja terbangun dari tidur, Ia kemudian melirik ke sekeliling kelas yang saat itu hanya tersisa dirinya dan Marwah yang tampak masih menulis materi biologi di papan tulis.
Dengan kata lain, hari itu lagi-lagi Jean tertidur di kelas biologi Attareq tanpa tahu kapan kelasnya sudah sehening ini.

"Loh kelasnya udah selesai?" gumam Jean menggesek matanya berharap salah lihat.

"Iya lah, hari ini Lo bener-bener sama sekali gak dapet ilmu biologi." Marwah menjawab masih terus menulis yang sepertinya materi yang ia lewatkan.

"Gue ngantuk banget," jawab Jean dan langsung merapikan alat tulisnya.

"Tapi Lo tahu gak apa yang bikin menarik?" Sepertinya mode gosip Marwah sudah aktif.

"Apa? Pak Attar hari ini lebih ganteng? Lo mau ngomong itu kan? Basi ah."

"Bukan, Je. Tumben banget hari ini Pak Attar gak bangunin Lo pas tidur, dia kan biasanya bangunin Lo kalo tidur di kelas." Marwah bercerita dengan penuh semangat.

"Gak liat kali."

"Dia liat, Je. Bahkan menghampiri Lo, tapi anehnya saat posisi dia udah Deket banget sama Lo. Dia ngeliat Lo sepersekian detik dan tiba-tiba suruh satu kelas jangan berisik takut Lo bangun." Marwah memperagakan gerakan Attareq yang langsung menegakan jari telunjuk di depan bibir tanda jangan berisik.

"Masa sih?" tanya Jean.

"Bener, Je. Sweet banget." Marwah bergidik dengan gemas.

"Capek kali dia ngomong sama gue."

"Tapi tatapannya itu loh, Je. Hangat banget, gue juga mau ditatap gitu sama Pak Attar."

"Dahlah, gue mau pulang aja."

"Eh, Je." Marwah menahan tangan Jean.

"Lo ditampar lagi bokap?" tanyanya saat melihat lebam di pipi Jean yang sejak tadi tertutupi rambut kini terlihat.

"Masih keliatan ya?" Jean mengusap tulang pipinya yang masih sakit.

"Kenapa?"

"Biasalah, kemarin nilai praktikum gue dapet C."

Marwah menepuk keningnya, ia tahu permasalahan Jean dan Papanya selalu sama. Pasti mengenai kedokteran, "Mama Lo?"

"Mama mana berani ngelawan Papa." Wajah Jean mendadak kusam.

"Gak bisa dibicarain baik-baik ya? harus banget nampar Lo?"

Jean hanya menjawab dengan mengangkat kedua bahunya tanda acuh.

"Sekarang, gue juga mau nyari hotel. Gue kabur lagi," jawab Jean sendu.

"Ke rumah gue aja," ajak Marwah.

Jean menggeleng dengan cepat, "Bokap kan tahu rumah Lo, dia pasti jemput gue nanti. Gue lagi gak mau diganggu."

"Tenang aja, gue udah biasa urus ini," tambahnya menenangkan Marwah yang tampak khawatir.

"Kalo Lo butuh apa-apa bilang Milan ya."

"Bukan bilang Lo?" Jean kebingungan.

"Milan kan lebih tajir, dia pasti bisa bantu dalam segi apapun."

"Dasar, yaudah gue pulang ya."

"Hati-hati, Jean!" seru Marwah.

****

Adzan Ashar berkumandang, masjid kampus yang semula hening, kini menjadi berdesakan agar bisa sholat berjamaah. Entah mengapa setiap Jean mendengar seruan tuhan itu, hatinya lebih tenang. Seperti sebelumnya, ia menghampiri mesjid itu yang kini mendadak hening karena semua orang sedang khusyuk pada sholatnya. Jean menatap mereka semua dari luar masjid dengan ketenangan, dan di salah satu barisan itu terdapat Shiren dan Marwah yang merupakan sahabatnya.

Sebelum pergi, ia merapikan sepatu dan sandal yang berada di batas suci. Ia teringat kembali untuk segera mencari kamar hotel sebelum hari semakin gelap.

Ketika Jean sudah sampai di gerbang kampus, sebuah suara tak asing terdengar.

"Tali sepatunya lepas, nanti jatuh."

Jean spontan melirik ke sepatunya lalu setelahnya melirik ke sumber suara.

"Pak," sapanya pada Attareq yang terlihat tersenyum seperti biasanya.

"Saya duluan," ucap Attareq berniat mendahului.

"Pak!" panggil Jean canggung.

Attareq menghentikan langkahnya menunggu Jean berbicara.

"Makasih ya, Pak."

"Makasih untuk apa?" Attareq menaikan  satu alisnya.

"Untuk Bapak yang membiarkan saya tidur tadi di kelas, temen saya bilang Bapak bahkan gak keliatan marah."

Attareq lagi-lagi tersenyum mendengar itu.

"Karena saya tahu, alasan kamu tertidur kali ini karena benar-benar mengantuk. Bukan karena bosan dengan kelas saya."

Attareq sempat beberapa detik melihat lebam di pipi Jean yang berusaha gadis itu tutupi dengan rambutnya. Dan sepertinya itu juga yang menjadi alasan Attareq tidak membangunkan Jean tadi, karena ia mengetahui bahwa hidup gadis itu sedang sulit dan ia tidak mau mengganggunya.

"Buat Bapak," ucap Jean sambil menyodorkan sebuah botol minuman bervitamin-C yang ia keluarkan dalam tas nya.

"Anggap aja ini gantiin mineral Bapak waktu itu yang dikasih ke saya," tambahnya.

"Makasih."Attareq tanpa ragu menerima minuman dari Jean dan langsung berpamitan untuk pergi.

****

Sepulangnya mengajar, Attareq berniat untuk melihat penginapannya sebentar. Ia keluar mobil dan langsung menuju ruang resepsionis  untuk beristirahat, sambil memegangi minuman pemberian Jean dengan senyum yang masih merekah.

"Permisi, Kak. Saya mau pesan kamar."

Saat itu kebetulan Attareq sedang menjaga resepsionis karena sedang bergantian dengan Amir yang sedang sholat.

"Boleh, atas nama siapa?" tanya Attareq yang sedang merapikan beberapa berkas di lantai bertanya tanpa melihat siapa tamunya.

"Jean Mouretta."

Demi Waktu (Al-Asr) [Tamat]#gloriouswritingcontest2023Where stories live. Discover now