JIBS (Javanese International Boarding School)

10 2 2
                                    

*
*
Assalamu'alaikum guys...
Apa kabar? Semoga baik ya..
*
Happy reading all...
*
Kalau ada typo dan kesalahan tanda baca, langsung komen aja biar bisa dibenerin. Bahkan kalau cuma letak titik.
*
Datang, nikmati, BANTAI!!!
*
☺️
HAVE A NICE DAY!!
*
*
Start reading.

Seorang perempuan menggendong dua tas besar berisi pakaian dan kebutuhannya untuk beberapa waktu kedepan. Margaretha Cahaya Andalusia, biasa dipanggil Ansia. Dia memiliki kulit sawo matang, tinggi 150 cm, hidung minimalis, mata indah, bentuk kepala sedikit bulat memberi kesan imut pada wajahnya. Jilbab segi empat yang turun dengan sempurna di dada dan punggungnya menambah kesan polos dari wajahnya.

Ansia berasal dari Jawa, lebih tepatnya Jawa Tengah dengan letak geografis di tengah pulau Jawa, sedangkan daerahnya ada di pesisir pantai bagian Utara yaitu Kabupaten Jepara. Namun kali ini dia mendapat kabar tiba-tiba dari Abinya, SMA yang didaftarkan oleh Abi ini jauh dari daerahnya.

"Ayo Mbah, berat ini," ucap Ansia kesal menggunakan bahasa Jawa kromo pada Mbahnya yang berjalan lambat. Ditambah kekaguman beliau melihat interior bangunan pondok di sepanjang perjalanan semakin memperlambat langkah kakinya. Dia selalu menggunakan bahasa Jawa kromo kepada orang-orang yang dianggapnya tua atau dituakan, kecuali kepada kakak kelas.

"Iya, ini Mbah coba jalan lebih cepat. Jalannya Mbah kan memang lambat," ucap Mbah memelas menggunakan Jawa ngoko membuat Ansia kasihan.

"Duduk dulu, Mbah. Ansia juga capek, bawaannya berat." Dia mengedarkan pandangannya dan menemukan rerumputan dan tanaman di tepi jalan yang memiliki bata pembatas antara tanah rerumputan dan jalan yang terbuat dari paving. "Duduk di situ saja, Mbah," ucapnya sambil meletakkan tas-tasnya kemudian mendaratkan pantatnya dengan lega.

"Ternyata luas ya pondokmu ini, An." Mbah duduk sambil mengagumi megahnya pondok yang sering disebut sebagai Javanese International Boarding School atau JIBS.

Salah satu alasan mengapa Abi Ansia menyekolahkan sekaligus menitipkannya di JIBS, karena pendidikannya dikenal memiliki basic bahasa asing yang baik dan sistem pembelajaran yang dapat bersaing secara nasional, juga dipersiapkan untuk dapat bersaing juga di kancah internasional. Selain itu mereka juga belajar agama Islam secara intensif, sehingga nilai agama di lingkungannya terjaga.

Terlihat bangunan-bangunan di JIBS tertata antara tembok asrama, sekolah, gazebo, pendopo, hingga jalan yang Ansia sendiri belum tahu arahnya darimana kemana. Pastinya ini adalah jalan utama yang dilewati motor maupun mobil, sedangkan jalan yang dilaluinya tadi kebanyakan digunakan untuk berjalan kaki. Jangan tanyakan seberapa luas pondok yang dipijak Ansia kali ini. Bangunan-bangunan yang dia lewati saja sudah terlihat sangat besar, apalagi mengingat jumlah bangunannya yang sangat banyak. Belum termasuk gedung-gedung di belakang gedung yang mereka lewati.

"Ternyata kalian di sini," ucap Abi Ansia setelah menemukan mereka. Mungkin beliau telah mencari di sepanjang jalan yang memungkinkan untuk sampai di komplek asrama wanita. "Gedung asramamu di situ, Mbak. Kita jalan sedikit lagi, Abi bantu bawa. Mana tas yang berat?" tanyanya.

"Ini yah. Tadi Ansia bawa dari depan sampai sini capek banget," keluh Ansia masih menggunakan Jawa kromo sambil memberikan tas gendongnya.

"Uh, beratnya...," ucap Abi mengambil alih tas. "Nanti kamu berangkat sekolahnya dari sini kedepan loh, kuat-kuat saja ya." Abi menggoda Ansia membuatnya kesal dan berdiri lemas.

"Kamarnya dimana nang? Aku sudah cape ini jalan dari depan. Kasihan Ansia tadi bawa tas berat-berat sambil nunggu Mbahnya jalan lama, soalnya Mbah juga tidak bisa bantu ya nduk," ucap Mbah dengan tidak sabar. Nang digunakan untuk memanggil anak atau cucu laki-laki, bisa juga digunakan untuk memanggil yang lebih muda. Sedangkan nduk digunakan untuk perempuan.

Rasi BintangWhere stories live. Discover now