My Zaujati | 02

9 9 3
                                    

•••

"Alhamdulillah, akhirnya sampai juga." ucap Umma Hanifa.

Umma Hanifa dan Winda saling bersalaman dan berpelukan serta saling menanyakan kabar. Sedangkan Harist suami dari Winda hanya menangkupkan kedua tangannya di depan dada.

"Ayo silahkan duduk." ucap Umma Hanifa yang mempersilahkan tamunya untuk duduk.

"Loh kok sendirian, yang lain pada kemana?" tanya Winda yang hanya melihat Hanifa sendirian tanpa ada orang lain yang mendampinginya.

"Iya tadi tiba-tiba mereka berdua ada urusan. Nggak lama kok, sebentar lagi juga selesai." ujar Umma Hanifa yang menjelaskan penyebab suaminya dan anak bungsunya tidak ada disampingnya.

"Oh gitu ya. Naya selama disini selalu buat repot nggak?"

"Nggak kok. Cuma pas awalan dia masuk pesantren Naya sering banget kelihatan sedih mukanya, maklumlah menyesuaikan diri dulu. Tapi sekarang orangnya selalu ceria kok."

"Syukurlah kalau gitu."

*****

"Assalamualaikum." ucap Naya saat dirinya sampai di depan pintu ndalem.

"Wa'alaikumussalam." jawab tiga orang yang berada di dalam ruangan tersebut.

"Silahkan duduk nduk!" ucap Umma Hanifa, seorang istri yang memiliki pesantren Ar-Rahman.

Naya pun masuk ke dalam ndalem.
"Iya makasih umma." ucap Naya sambil tersenyum. Dirinya langsung menyalami Umma Hanifa dan kedua orangtuanya lalu mendaratkan tubuhnya di sofa.

"Apa kabar Ayah sama bunda?" tanya Naya yang menguraikan rasa rindu pada orang tuanya.

"Alhamdulillah kami semua sehat. Kalau kamu gimana udah nyaman tinggal disini?" Tanya Harist, Ayah Naya yang melihat putrinya lebih baik daripada pertama kali saat menginjakkan kakinya ke Pesantren Ar-Rahman.

"Alhamdulillah Ayah sama Bunda sehat. Kalau ditanya udah nyaman sih belum terlalu, Yah. Tapi semua orang disini baik-baik kok, hehehe."

"Syukurlah kalau gitu. Lama-lama kamu juga nyaman kok di pesantren." ucap Winda, bunda Naya yang merasa lega bahwa putrinya baik-baik saja selama di pesantren.

"Oh ya Ayah, bunda ngapain kesini biasanya juga kalo mau bicara cuma lewat telepon aja. Memang ada yang penting ya?"

"Assalamualaikum." ucap dua orang laki-laki yang memasuki ndalem.

"Wa'alaikumussalam." jawab Umma Hanifa, Harist, Winda dan Naya bersamaan.

"Maaf, tadi ada keperluan mendadak sebentar. Sudah nunggu lama ya kalian semua?" tanya Kyai Khalid pada tamunya yang sudah menunggu dirinya.

"Mboten Pak Kyai. Kami baru beberapa menit disini." ucap Harist dan langsung menyalami tangan dari pria itu.

"Alhamdulillah kalau kalian tidak menunggu lama. Kenalin ini putra bungsu kami, Hasan namanya." putra bungsunya tersebut menyalami tangan Harist dan menangkupkan kedua tangannya di dada pada Winda dan Naya.

"Monggo duduk lagi." Semuanya kembali duduk.

"Oh ini orangnya yang namanya Gus Hasan. Ganteng juga orangnya, hihihi." gumam Naya melihat seorang laki-laki yang berkulit sawo matang.

Maklum Naya tidak mengetahui seorang Muhammad Hasan Al-Hafidz karena dirinya masih belum banyak mengenal tentang Pesantren Ar-Rahman cuma beberapa kali dirinya masuk ke dalam ndalem. Pertama kali saat dirinya memasuki ndalem saat awal masuk pesantren dan itu juga bersama kedua orangtuanya. Dan saat kedua orangtuanya menelepon dirinya itupun cuma sebentar jadi tidak terlalu memperhatikan dalam ndalem.

"Baik, kita langsung saja. Mungkin nduk, Naya merasa bingung kenapa semua orang berkumpul sekarang. Langsung saja, Kami ingin menjodohkan nduk Naya dengan putra kami Hasan."

"Hah!" Naya sangat terkejut mendengar apa yang diutarakan Abah Khalid barusan. Apa! dirinya ingin dijodohkan? Yang benar saja! Bahkan dia tidak mengenal laki-laki yang dijodohkan dengannya itu.

"Wajar kalo nduk Naya kaget dengan hal ini. Kita tidak memaksa untuk menyetujui perjodohan ini. Tapi besar harapan kami jika nduk Naya menyetujuinya." timpal Umma Hanifa yang berharap bahwa Naya menyetujui perjodohan ini.

"Bagaimana Naya kamu mau terima pinangan nak Hasan?" tanya Harist yang melihat putrinya tidak kunjung memberikan jawabannya .

Naya melihat Hasan yang duduk di depannya. Mata mereka saling bertemu hanya beberapa detik.

"Gimana ya, aku juga bingung mau jawab apa. Boleh nggak kalau di beri waktu dulu beberapa hari." jawab Naya yang sangat kebingungan dengan keadaan ini. Dirinya harus memikirkan baik-baik tentang orang yang akan menjadi teman hidupnya.

"Baik kalau itu yang nduk Naya mau. Kita beri waktu 3 hari. Apakah cukup nduk?" tanya Abah Khalid yang memberikan saran.

"Cukup Abah waktu 3 hari."

"Baik sayang Kami kembali lagi kesini 3 hari lagi. Pikirkan baik-baik pilihanmu karena nak Hasan itu baik untuk menjadi suamimu." ucap Winda yang mewanti-wanti anaknya supaya tidak salah dalam mempertimbangkannya.

*****

"Aduh gimana ini kok malah kayak gini." gumam Naya yang menuju ke asramanya setelah dari ndalem.

"Nay!" panggil Ailee saat Naya sampai di kamar asramanya.

"Ih kamu itu lo kebiasaan banget ngagetin orang." keluh Naya terhadap teman sekamarnya itu.

"Hihihi, salah kamu juga jadi orang kok suka ngelamun. Kamu dari ndalem ya ketemu sama orang tuamu?" tanya Ailee pada temannya itu.

"Iya aku dari ndalem Li ketemu sama orang tuaku." jawab Naya lemah karena mood nya sedang buruk.

"Kamu udah ketemu orang tuamu kok bukannya seneng malah sedih gitu mukanya?" heran Ailee yang melihat wajah sahabatnya sedang murung.

"Gini Li gimana ya nyeritainnya. Bingung lah aku."

"Yaudah nggak papa kalau belum mau cerita. Ya semoga masalahmu cepet selesai."

"Makasih sahabatku tercinta." ucap Naya sambil memeluk Ailee.

"Cuma Ailee aja nih yang sahabat tercintamu?" ujar Absari memasuki asrama yang mendengar percakapan terakhir kedua sahabatnya.

"Absari bestiekuuu. Kalian berdua sahabat tercintaku." ucap Naya yang langsung mengajak Absari untuk bergabung, jadilah sekarang mereka bertiga berpelukan. Naya merasa bersyukur bisa bertemu dengan Absari dan Ailee yang menjadi sahabat baiknya.

*****

Selamat sore semuanya!

Akhirnya bisa update lagi.

Di daerah kalian hujan nggak nih? Kalau disini tadi sekitar jam 2 siang hujan. Selalu jaga kesehatan semuanya 😘

Bye bye see you next time 👋

Bantu vote dan comment ya

My ZaujatiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang