My Zaujati | 05

7 4 6
                                    

•••

Sesuai perkataannya, keesokan harinya Hasan beserta keluarganya pergi ke rumah kediaman Harist untuk meminang secara resmi anak mereka, yaitu Naya.

Naya pun saat pagi hari sudah menuju ke rumahnya yang diantar oleh supir keluarganya. Dirinya sudah sampai di depan gerbang berwarna hitam, tidak ada perubahan pada bangunan yang ada didepannya kecuali tanaman yang ada di halaman rumahnya yang sudah tumbuh meninggi. "Wah kangen banget aku sama suasana rumah, padahal baru 2 bulan aku ke pesantren rasanya kayak udah lama banget."

"Assalamualaikum Ayah, Bunda." salam Naya saat memasuki rumah kesayangannya.

"Wa'alaikumussalam." jawab seorang laki-laki yang selisih 3 tahun dengan umur Naya.

"Loh kakak ada disini? Kapan Kakak kesini? Kenapa nggak ngomong sama aku kalo kakak ada disini." tanya Naya yang terkejut bahwa kakaknya ada dirumah dan tidak mengabari dirinya.

"Dua hari yang lalu udah sampai di rumah. Gimana caranya ngabarin kamu kalo kamu aja ada di pesantren."

"Oh iya lupa." ucap Naya yang lupa bahwa dirinya sekarang sedang mondok dan tidak berada dirumahnya.

"Kakak nggak nyangka lho kalo orang kayak kamu itu mau mondok." ejek Vano pada adiknya.

"Apaan sih. Aku nggak nakal-nakal banget ya orangnya." cetus Naya sedikit tinggi nada bicaranya.

"Nggak nakal gimana. Kalo kamu nggak nakal Ayah sama Bunda nggak bakalan masukin kamu ke pesantren, mungkin mereka lelah ngurusin kenakalanmu."

Benar yang diucapkan oleh Vano bahwa adiknya itu ada saja yang dilakukan sehingga membuat kedua orangtuanya hanya mampu menggeleng-gelengkan kepala. Contohnya saat Naya pamit ingin menginap ke rumah temannya nyatanya Naya pergi ke Jakarta untuk melihat konser idolanya bersama kedua temannya padahal jarak antara rumah ke Jakarta cukup jauh.

"Udah-udah kalian itu dari dulu sampai sekarang nggak pernah berubah ribut terus kerjaannya kalau ketemu." lerai Winda pada kedua anaknya.

"Naya, sana kamu ke kamar siap-siap sebentar lagi keluarga Hasan mau sampai!" perintah Winda pada putrinya.

"Awas ya nanti." ancam Naya pada kakaknya.

"Sana hus-hus pergi." usir Vano.

"Kamu itu lo kak, sukanya ngerjain adikmu terus." ucap Winda sambil menggelengkan kepalanya.

"Hehehe. Nggak seru Bun, kalau nggak gangguin Naya." ujar Vano sambil menggaruk tengkuknya yang tak gatal.

"Rahma sama Fahri kemana kok Bunda nggak lihat dari tadi." tanya Winda yang tak melihat menantu dan cucu kecilnya.

"Lagi pergi ke warung Bun, tadi Fahri minta beli jajan."

"Oh gitu pantes Bunda cariin di sekitar rumah nggak ketemu."

Sebuah mobil berwarna hitam sudah tiba di tempat tujuannya. Seorang laki-laki berpenampilan rapi yang mengenakan kemeja berwarna coklat muda serta celana berwarna putih dengan peci warna hitam yang selalu senantiasa diatas kepalanya.

"Assalamualaikum."

"Wa'alaikumussalam. Mari silahkan masuk." sambut Harist untuk tamu yang sudah ditunggu kedatangannya.

"Vano, panggilkan Naya kalau keluarga Hasan sudah datang." bisik Winda pada putranya.

"Iya Bun." Vano langsung menuju menemui adiknya untuk melaksanakan perintah Bundanya.

"Mari silahkan duduk." seperti biasa sebelum duduk, mereka bersalaman sesama mahramnya dan menangkupkan kedua tangan untuk yang bukan mahram supaya tidak saling bersentuhan.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Nov 10, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

My ZaujatiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang