Ternyata sepi melaju sendiri

472 175 12
                                    


Keluarga harusnya terdiri dari suami istri dan anak-anak mereka bukan? Terikat dalam satu hubungan pernikahan agar sah secara hukum, adat dan agama. Jika memang harus demikian maka Ailen pada dasarnya tidak punya keluarga sebab sejak awal Bapak dan Ibunya tidak pernah menikah.

Tapi tidak pula hubungan mereka hanya senang-senang belaka, kecelakaan sampai punya Aidan, ah tidak begitu. Keduanya pernah saling sayang, Aiden dan Ailen adalah hasil kasih sayang itu meski kedua orang tuanya tidak terikat apapun.

"Kenapa barang mas sama adek dimasukin ke kardus semua? Kita mau pindah ya? Kok dadakan?"

Bapak dari dua orang anak itu sedikit menunduk menyejajarkan padangannya dengan Ailen, mengusap puncak kepalanya dan tersenyum hangat.

"Iya, bapak pindah tugas ke Jawa jadi kita enggak di Bali lagi mulai minggu depan. Bapak sudah urus surat pindah Ilen sama Idan, jadi kalian tinggal berkemas ya?"

"Tapi kenapa barang ibu udah enggak ada Pak? Ibu kemana? Udah duluan ya pindahnya?" Kali ini si sulung yang menyahut.

"Iya mas tapi Ibu pindahnya ke rumah orang tuanya, bukan sama kita. Enggak apa-apa ya hidup sama bapak aja kedepannya? Minggu depan ibuk anterin kita kok ke pelabuhan, sekalian pamit."

Demi apapun kedua orang tuanya benar-benar tidak pernah bertengkar, harmonis dan kelihatan saling sayang satu sama lain sampai pada akhirnya Aidan dan Ailen tahu jika Ibu mereka memilih menetap mengenggam mimpinya, memimpin sanggar seni turun temurun keluarganya dan melepaskan pasangan serta kedua anaknya.

Demi mimpi katanya...

Dan pada akhirnya Aidan juga Ailen tahu kedua orang tuanya tidak menikah karena lagi-lagi sang ibu menolak terikat dengan dalih ribet, mereka beda suku, agama, juga orang tua dari pihak Ibu tidak pernah memberikan restunya.

Tapi sebagai anak bungsu yang saat itu belum tahu apa-apa, Ailen selalu mengutarakan rasanya ingin kembali ke Bali, ingin bertemu Ibunya, ingin tinggal dengannya, bukan karena tidak sayang Bapak hanya saja rasanya susah dijelaskan... yang pasti si bungsu hanya ingin Ibu.

"Keluarga Ibu itu seniman besar, Ibu dulunya itu penari terkenal tapi berhenti karena Bapak, Ibu dimusuhi orang tuanya sebab Ibu keturunan satu-satunya yang diharap bisa mewarisi nama besar sanggar seni keluarga mereka," Cerita bapak sejenak berhenti dan menatap Ailen lembut.

"Kalau Ilen mau ke Ibu, Ilen harus diterima, Ilen harus jadi seniman."

"Ai suka nari kok pak, Ai sering liat ibu dulu nari. Cantiiiiikkk banget jadi Ai pengen jadi penari biar bisa pulang ke Bali, biar bisa tinggal sama Ibu."

Ailen tidak pernah sadar jika keinginan polosnya justru melukai sang Ayah, anak perempuannya seolah tidak ingin bersamanya, yang merawat, menyekolahkan, memberikan seluruhnya agar Ailen tidak merasa kurang.

Mungkin juga sebab rasa bersalahnya pada sang Ayah, Ailen tidak berniat ke Ibunya lagi meski rasa-rasanya ia memiliki darah seniman itu, ia larut dalam indahnya dunia tari dan berusaha melakukan apapun agar dia IDEAL sebagai seorang penari.

***

"Buekkkkkk!!!" Sudah beberapa kali Ailen mengeluarkan isi perutnya siang itu, ia tiba-tiba lemas sebab latihan intens, diet ketat juga ditambah beban pikiran yang beberapa waktu terakhir.

"Ai, kita ke rumah sakit aja ya? Lo pucet banget anjir!" Lula dipenuhi panik meski Ailen senantiasa tersenyum dan menggeleng sebagai tanda penolakan.

Dulu kegiatan sepeda sorenya bagaikan penyembuh segala lelah, mengayuh beberapa kilo rasanya tidak masalah setidaknya ia punya teman berbagi, berbagi lagu, makanan, cerita, senyum, canda juga tawa. Ia punya cycle mate terbaik sampai kecerobohan menghapus satu bahagia lagi dari hidup Ailen.

Cycle mateWhere stories live. Discover now