🪐 58 • Pertikaian 🪐

47 3 0
                                    

Dua insan yang baru saja menyelesaikan urusannya dalam hal dekorasi tampak memasuki pintu utama mal dengan napas yang tersengal-sengal

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Dua insan yang baru saja menyelesaikan urusannya dalam hal dekorasi tampak memasuki pintu utama mal dengan napas yang tersengal-sengal. Bagaimana tidak, panggilan mendadak yang berlangsung selama tiga menit itu mampu mengundang rasa panik. Padahal, niatnya sekadar ingin bersantai sejenak setelah tugasnya rampung. Namun, nyatanya mereka sungguh tak diberikan kesempatan untuk istirahat.

Ian dan Tania, serta Bima, Sofi, dan Bobi memang berada di tempat berbeda walaupun jaraknya agak berdekatan. Bermula dari Tania yang mendapati suara gaduh ketika menerima panggilan telepon dari Sofi, sampai akhirnya ia diberitahu bahwa di lokasi sahabatnya itu tengah terjadi keributan.

"Ya, ampun, Fi! Itu suara apa? Kok, kayak ada ribut-ribut gitu?" tanya Tania.

"Gawat, Tan! GAWAT BANGET! Bobi lagi berantem sama Jonathan," pekik Sofi dari seberang sana, terdengar panik.

"Hah, Jonathan?"

"Iya, Tan! Aduh, mana mukanya juga udah babak belur lagi. Ini Bima lagi coba pisahin mereka. Sekarang kamu cepetan ke sini, ya," lanjutnya.

"Oh, iya, iya, ya, udah, aku ke sana sekarang, ya!"

"Aku di lantai 3."

Setelah sambungan telepon berakhir, Tania lekas memberikan informasi tersebut pada Ian. Dan, coba tebak, betapa masamnya wajah lelaki itu ketika ia menyebut nama Jonathan. Namun, karena tak ingin terjadi hal yang lebih buruk lagi, Tania memilih menunda pertanyaannya, mengajak Ian untuk segera menghampiri tempat kejadian.

Baiklah, ruangan yang disewa Ian untuk disulap menjadi tempat romantis tersebut letaknya memang tak jauh dari mal. Akan tetapi, rasanya sama saja lelah jika ditempuh dengan cara berlari, kan? Hingga pada saat melewati toko kosmetik, tiba-tiba ia mendengar inisiatif Tania yang ingin membelikan penyamar luka untuk Bobi. Alhasil, mereka pun memutuskan berpencar.

Takut keadaan makin parah, Ian sengaja mempercepat langkah menuju lantai 3. Sesuai dugaan, nada suara tinggi berisi cacian dan hinaan mulai terdengar jelas. Menghela napas, lelaki itu refleks menggeleng ketika pertikaian makin memanas. Entah apa yang sedang terjadi, tetapi yang jelas ia butuh membaca situasinya terlebih dahulu.

"Maksud lo apa, hah?! Amel, tuh, punya gue, jadi lo nggak berhak ajak dia jalan kayak gini! Sadar diri, lah, Kere!" pekik  Jonathan sambil menarik kerah baju Bobi.

Tak terima diperlakukan demikian, Bobi pun balik mencengkeram kerah baju saingannya itu. "Heh, mending lo ngaca, Kera! Lo sama Amel, tuh, udah nggak ada hubungan apa-apa lagi! Sadar, nggak, udah berapa kali lo nyakitin hati dia?! Masih punya nyali lo, hah?! Udah putus aja masih ngaku-ngaku kalau Amel itu punya lo."

Beralih tertawa meremehkan, Bobi tak ragu lagi untuk menyentil harga diri lelaki itu. "Oh, iya, gue lupa. Lo, kan, udah ganti profesi jadi pengemis cintanya Amel. Mungkin, terlalu susah  buat lo gapai, kali, ya? Atau, lebih tepatnya ..., nggak mampu."

Aku Sandaranmu ✔️ [END]Where stories live. Discover now