19 - Kamar Baru

689 129 16
                                    

Arunika menyambut hangat hari pertama di bulan Januari. Bersamaan dengan suara burung pengicau di atas yang rumah menjadi alunan tersendiri.

Seorang perempuan berbalut pakaian tidur berjalan menuju tabung berisi air setelah meraih gelas di detik-detik sebelumnya. Meneguk cairan bening hingga setengah gelas ia meletakkan benda dari kaca tersebut ke atas meja.

Menggulung rambut menggunakan jedai yang sebelumnya dijepit ke ujung baju, perempuan dengan wajah sayu itu mulai menanak nasi dan melakukan pekerjaan dapur yang lain. Setelahnya ia mulai menata hasil karya sederhananya ke atas meja makan lalu pergi untuk membersihkan diri.

Di kamar pemandangan yang pertama kali ia tangkap adalah sang suami yang sedang sibuk dengan laptop di pangkuan. Ah, pria itu selalu saja merelakan hari liburnya untuk pekerjaan yang tak mungkin ada habisnya.

Tak ingin mengganggu, Zoya segera masuk ke kamar mandi. Lebih cepat akan lebih baik, sebab Juan selalu tak ingin memulai sarapan sendirian. Harus makan berdua di meja dan waktu yang sama.

Selesai dengan rutinitas menyegarkan itu Zoya mengajak Juan untuk turun. Prianya lantas menutup monitor dan merangkul sang istri menuju ruang makan.

Zoya melayani suaminya dengan begitu baik. Setiap masakan yang disajikan juga tak pernah mengecewakan lidah Juan. Kini keduanya makan dengan lahap seraya memikirkan kegiatan apa yang akan dilakukan di tanggal merah yang jarang terjadi ini.

“Pernah dengar nggak kalau kita ingin suatu hal itu harus dipersiapkan dulu segala sesuatu yang mendukung keinginan kita,” Juan membuka suara.

“Maksudnya?” Tanya Zoya dengan mulut penuh nasi.

“Jadi, kalau misal kita ingin mobil ya dipersiapkan dulu garasinya. Kalau kita ingin pergi ke luar negeri ya dipersiapkan dulu paspor dan visanya. Persiapan itulah yang akan mendukung keinginan kita,” jelas Juan.

“Maksud kamu, kalau kita ingin punya bayi maka harus dipersiapkan dulu segala sesuatu yang mendukung tentang itu, gitu ya? Tapi, kan, kita udah ikut promil dari dulu. Kita jaga pola hidup sehat banget, bahkan tiap hari kita minum madu murni.” Balas Zoya kemudian menuangkan minum ke gelas Juan.

“Iya dan mungkin ada hal lain yang harus dipersiapkan. Seperti... Kamar?” Kata Juan membuat istrinya mengerutkan kening.

“Promil, pola hidup sehat udah, belajar parenting juga udah, doa tiap hari pastinya udah. Nah, kamar dan barang keperluan bayi kan belum, mungkin kalau kita siapkan semuanya Tuhan jadi percaya untuk menitipkan anugerah itu ke kita,” lanjut pria yang mulai meraih gelas disampingnya.

“Ah... Iya juga ya. Kalau kamarnya aja belum ada masa mau dititipi bayi. Kalau gitu gimana kalau hari ini kita bikin kamar bayi terus beli perlengkapannya sekalian?” Tanya Zoya antusias.

“Boleh. Tapi, aku mau nyuci motor-motor dulu ya,” balas Juan kemudian diberi anggukan mantap oleh sang istri.

Selesai mencuci dan memanaskan mesin motor, pria bercelana pendek dengan kaos putih itu kembali masuk untuk mencari keberadaan sang istri. Ia melihat Zoya sedang sibuk mengotak-atik rentengan kunci.

“Mau ngapain?” Tanya Juan seraya mencomot sebutir anggur di keranjang buah.

“Mau cari kunci di kamar pojok sana. Daripada dianggurin mending itu aja yang dibuat kamar.” Jawab Zoya seraya menunjuk sebuah kamar di samping ruang tamu.

“Oh... Sini aku cariin kuncinya.” Ucap Juan kemudian berjalan menuju tempat yang Zoya maksud.

Dua kali mencoba kunci yang salah, akhirnya mereka berhasil membuka pintu kamar yang sudah lama tak terpakai itu. Kamar ini dulunya digunakan untuk menginap jika ada saudara atau teman yang berkunjung. Tapi, semenjak Juan pergi ke Singapura kamar ini tak lagi digunakan.

Thank You Juan | Lee Jeno [END]Where stories live. Discover now