Cermin : Ramalan

9 1 0
                                    

Cermin oleh Dwimo
Editor : Liya Shin

"Gio yakin kita gabakal bisa maju kalo begini terus," seru suara dari dalam sebuah kabin kecil penuh pernak-pernik usang dan berdebu.

Gio mengambil napas dalam-dalam dan duduk di atas laci kayu kecil yang dipernis. Matanya masih menatap tajam seorang pria tua yang tengah membereskan berkas-berkas di dalam kotak dan membawanya ke dalam bagasi mobil tua miliknya.

"Sebegitu inginkah Ayah jadi seorang peramal yang asal usulnya aja udah ga jelas? Sekarang jaman udah modern loh," dengus Gio semakin panik.

"Kamu ga tau, sekalipun ga percaya dengan omongan Ayah, kita tetap harus pindah dari sini."

"Lah, terus kita tinggal di mana?" nada Gio semakin keras. Dia semakin heran dengan sikap ayahnya akhir-akhir ini. Sejak pertemuan pertamanya dengan seorang yang mengaku sebagai peramal, membuat ramalan yang tidak berdasar sampai membutakan mata dan pikiran ayahnya sampai detik ini.

"Ya tinggal di tempat keluarga aja dulu," jawab sang ayah tanpa melirik ke arah anaknya yang terlihat sudah menyerah untuk membujuk ayahnya itu.

Derak kotak kayu di dalam bagasi mobil terdengar jelas sampai ke dapur. Gio bersikukuh tidak akan pindah dari tempat itu karena rumah itu adalah rumah warisan dari mendiang ibunya dan dirinya sudah diberikan amanah untuk menjaga rumah itu sampai saat ini. Namun, berkat keegoisan ayahnya, kini mereka berdua seolah menyedekahkan rumah warisan itu secara percuma.

"Dengarlah ... Ayah udah diperalat sama peramal gadungan itu—"

"Heh, kamu tau apa? Dia tahu horoskop ayah Pisces. Dia juga bilang bakal ada orang yang menentang ayah. Lihat, ini buktinya," Sang ayah semakin membentak anak satu-satunya itu dengan nada tinggi dan suara serak.

Gio dibuat pusing bukan main. Dia hanya bisa terdiam dan duduk menyamping sambil memijat keningnya. Sepertinya hal ini tidak bisa lagi diperjuangkan. Ayahnya adalah seseorang yang sangat keras kepala. Tidak ada satu pun orang yang bisa menentang tekadnya bahkan mendiang istrinya sekalipun.

Pemuda itu berjalan pelan setelah menenangkan sakit kepalanya, Melihat sang ayah sudah selesai berkemas dan menyisakan beberapa barang di teras rumah. Seekor tikus kecil keluar dari salah satu kotak plastik yang berisikan perkakas tua. Gio masih terdiam, kemudian pergi ke arah kamarnya dengan langkah lesu.

Sekitar dua puluh menit Gio berbenah dan akhirnya keluar dari ruang tamu. Ayahnya sudah menunggu di dalam mobil tanpa ragu sedikit pun.

"Udah selesai? Perjalanan kita jauh loh," ucap sang ayah yang muram melihat anaknya diam, sangat jelas anak satu-satunya itu tidak senang kepadanya. Suara mesin menderu dan kuda besi itu pun menjauh dari rumah kecil yang sederhana itu.

.

.

.

Senin, 22 September 2007. Kebakaran hebat terjadi di daerah Bansir Laut. Sebuah rumah tidak berpenghuni terbakar habis dalam peristiwa tersebut. Belum diketahui pasti penyebab kebakaran tersebut hingga sampai saat ini pihak kepolisian masih melakukan investigasi.~

Gio merasa aneh sekaligus tertawa melihat kejadian tersebut. Dia harus mengakui cenayang itu memang beruntung hari ini, tapi itu tidak membuatnya percaya sama sekali tentang ramalan bodoh apalah itu. yang penting adalah keselamatan dirinya dan ayahnya yang sekarang sedang menatap dengan sombong kala itu.

Justify XIII Nov 2022 | The Destiny of TwelveWhere stories live. Discover now