Cerpen : Tak Dianggap Bukan Berarti Harus Dilupakan

3 1 0
                                    

Cerpen oleh Brosteque
Editor : Liya Shin

Angin malam berhembus lirih. Cahaya bulan meredup seiring banyaknya awan gelap yang mendekap. Malam itu seorang perempuan duduk di bangku taman sembari mengusap kedua mata sembapnya. Air mata baru saja membekas di antara pipinya. Ia tak mau para bintang menatapnya terharu. Tak ingin langit menanyakan apa yang terjadi pada dirinya. Maka ia mencoba untuk kuat sebisa mungkin.

Gadis itu baru saja mengalami hari yang penuh huru-hara. Ketika bangun, matahari menyambar kasar tubuhnya dari jendela. Ia menyingkap selimut dan beranjak bangun dari kasurnya. Pintu kamarnya terbuka dan disambut dengan pemandangan biasa. Ibunya membentaknya, kemudian menariknya paksa ke dalam kamar mandi. Rambutnya acak-acakkan dengan bekas cakaran dari ayahnya kemarin. Ia tak peduli melihat wajahnya sendiri dari cermin, dan segera bergegas mandi untuk menyegarkan diri. Gadis itu bersiap pergi ke sekolah, namun ayahnya yang baru saja bangun melemparkan roti lapis ke arahnya. Tentu saja itu tidak tepat sasaran, meninggalkan beberapa bekas acak ke seragamnya. Ia tak menanggap, lalu keluar mengambil sepeda.

Gadis itu mengayuh sepedanya pelan. Rambutnya yang diikat ponytail dengan memakai ikat rambut ungu, harum semerbak parfumnya samar-samar tercium dari jalan. Dari jauh, seorang teman perempuannya menyapa hangat. "Hai, ayo bersepeda bersama. Aku lihat kamu hari ini murung sekali," ujarnya pelan sembari mengikuti sang gadis dengan sepeda lipatnya. Gadis itu hanya tersenyum paksa, lebih diam dari hari biasanya.

Perempuan yang tadi menyapa, Scorpio, mencoba menyamai laju sepeda si gadis. Ia tahu bahwa gadis itu sedang mengalami hari yang begitu berat, tetapi ia tak bisa banyak membantu. "Aku harap kamu bisa bertahan lebih kuat lagi. Aku percaya itu," Scorpio tersenyum dan meninggalkan si gadis di belakang. Setelah beberapa kayuhan panjang, ia sampai di sekolah. Saat itu awan gelap mulai terlihat dari kejauhan. Matanya mulai berair, tapi ia tahan sekuat tenaga, setidaknya agar orang lain tidak menanyakannya. Ketika berada di kelas, ia disambut dengan keceriaan dan kegembiraan. Namun, sang gadis tak merasakan apapun, hanya hampa yang mengelilinginya.

Bel berbunyi kencang, terdengar ke segala penjuru kelas. Si gadis merasa mual, badannya kaku dan dingin. Maka ketika guru mereka masuk, ia meminta izin keluar ke kamar mandi. Sesampainya di sana, hidungnya mimisan, kaca yang ia hadapi menampakkan wajah seorang pengecut sejati. Perempuan yang lemah dan takut untuk melangkah ke depan. Di sana pula, ia meneteskan air mata dan bercampur dengan darah merah di hidungnya. Si gadis menyeka air matanya, mengusap hidungnya dengan tisu, dan kembali ke kelas. Selama pelajaran, ia tak berkutik. Pikirannya kabur tak jelas, membuatnya tak bisa fokus dalam satu waktu.

Bahkan ketika bel pulang berbunyi, kepalanya masih dipenuhi oleh sesuatu yang tak bisa ia rasakan. Sagittarius yang saat itu akan pulang, menanyakan keadaannya yang terlihat tak baik. "Perlukah aku memanggil ayahmu untuk menjemputmu?" tanya Scorpio yang saat itu cemas dengan si gadis. Ia tak mau menjadi beban lagi, maka kemudian ia berlari ke luar kelas sembari meninggalkan kedua temannya membisu di kelas.

Ia berlari sekencang mungkin, menembus beberapa murid yang saat itu akan melewati gerbang. Ia tak peduli dengan sepedanya yang masih rapi di parkiran sekolah. Si gadis itu pergi menuju hutan kota, tempat di mana ia selalu mencurahkan isi hatinya yang meletup-letup. Di suatu sudut rindang, awan mendung semakin menyerbak ke segala penjuru kota. Si gadis duduk di salah satu bangku, tertutup oleh bayangan pohon yang saling berdekatan. Di sana, tak ada seorang pun yang lewat. Ia menutup matanya, tanpa sadar air mata kembali membasahi wajah kecilnya. Kemudian, ia mengambil syal merah yang ada di tasnya.

Si gadis menatap syal lembut itu, corak ular yang menawan. Ia teringat akan masa indahnya bersama sang nenek yang selalu merawatnya dengan baik. Begitu sabar mendengarkan isi hatinya yang begitu pilu. Akan tetapi, semua nyatanya hanya sementara. Ia masih ada di dunia yang begitu besar, banyaknya cobaan membuat ia harus didewasakan oleh keadaan secara paksa. Gadis itu mulai mengikatkan syalnya, dingin di tubuhnya sudah mulai tak terkontrol.

Hingga sang mentari mulai tergantikan oleh rembulan, tak ada siapapun yang mencarinya. Ia hanya ada di hutan kota, setidaknya ia tak pergi jauh hingga orang lain tidak mampu menemukannya. Ketika malam mulai tiba, itu artinya kedua belas orang pilihan akan pergi ke masing-masing pilar mereka. Mengerjakan tugas-tugas langit, menata ulang angkasa bertabur bintang. Sementara dia, tak ada satupun pilar tersisa. Gadis itu hanyalah manusia biasa, yang bahkan tak ada seorang pun yang mengenalinya, bahwa dia adalah pilar ketiga belas.

Awan mendung yang sedari pagi terlihat, kini menyatu dengan gelapnya malam. Perlahan gerimis turun dengan teratur. Si gadis hanya duduk termenung, tak mau pulang atau pergi ke manapun lagi. Ia tak kuat untuk berlari dari kenyataan hidupnya. Hingga hujan deras pun datang mengguyur. Dingin di tubuhnya mulai kembali datang, maka ia tak punya pilihan selain pergi ke suatu tempat.

Kedua kakinya berlari, menuju tempat di mana ia pernah dianggap ada. Bahkan hujan pun seolah memeluknya erat, mengantarkannya erat agar tidak kesepian. Gadis itu sampai di sebuah bangunan, pagarnya hampir rubuh dan berkarat. Kemudian ia masuk melalui celah berlubang di pagar, dan masuk ke dalam. Di sana, ia berjalan pelan sambil mengibaskan seragamnya yang basah kuyup. Ia menatap sebuah pilar tinggi yang sudah runtuh, terdapat sebuah simbol terukir di sana. Gadis itu mengusap pilar perlahan, dan menyadari sesuatu. Mereka tak menganggapnya, tetapi tak pernah melupakan bahwa ia pernah menjadi bagian. Bangunan itu masih ada, tak pernah mereka usik walau hancur perlahan akibat goresan alam. Setidaknya, gadis itu tidak dilupakan. Ya, sebuah tulisan terukir di pilar itu, yang nampak kabur karena akan hilang. Namanya, ophiuchus, pernah menjadi kebanggan bagi keluarganya. Ya, setidaknya sampai ia melihat bayanyan hitam memenuhi kepalanya. Tubuhnya, tak mampu lagi untuk lari, bersembunyi dari kehampaan dunia.

Catatan : Cerita ini merupakan fiksi semata, yang didasarkan pada zodiak ke-13 yang pernah dianggap ada, yaitu ophiuchus. Sayangnya, zodiak ini merupakan kontroversi dan dianggap tidak ada oleh kebanyakan orang. Zodiak ini menempati tanggal 29 November - 17 Desember yang sebenarnya ditempati oleh Sagittarius dan Scorpio. Zodiak ophiuchus bukanlah zodiak baru, melainkan sudah ada sejak zaman Babylonia memberi nama pertama kali pada bintang di langit. Hanya saja saat itu mereka harus menyingkirkannya karena memilih beberapa tanda agar sesuai dengan jumlah bulan dalam kalender, yaitu 12 bulan. Simbolnya sendiri melibatkan ular, dengan angka keberuntungan yaitu 12. 

Justify XIII Nov 2022 | The Destiny of TwelveWhere stories live. Discover now