41. Who?

28 3 0
                                    

❛❛Takdir yang menyakitkan, membuat kami saling asing dengan cara yang berbeda❜❜❀•°•════ஓ๑♡๑ஓ════•°•❀

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

❛❛Takdir yang menyakitkan, membuat kami saling asing dengan cara yang berbeda❜❜
❀•°•════ஓ๑♡๑ஓ════•°•❀

"Mark? Kok disini?"

Aku terkejut ketika tiba-tiba melihat Mark yang berada di depan gedung sekolah. Bukankah dia sedang koma?

Lalu, laki-laki berdarah Kanada itu tersenyum kepadaku dan merogoh ranselnya sehingga menemukan buku— apa? Diary-ku ada bersamanya? Sejak kapan?

"Maaf, baru ngasih sekarang. Lo pasti nyariin." Ucapnya sembari menyodorkan buku tersebut.

Aku jarang mengisi buku Diary sudah sejak lama.

"Gue gak nyariin. Tapi, sejak kapan ada di lo?" Tanyaku.

"2 bulan yang lalu. Gue selalu lupa buat balikin, maaf ya?"

"Ah, gak apa-apa. Gak terlalu penting, lo kan udah tau semua tentang gue."

Mark tertawa kecil, "Bagi lo gak penting, bagi gue penting, Saeri-ya." Gelaknya.

Selang beberapa detik, kami saling terdiam. Kemudian aku melihat bola mata Mark yang mengarah padaku, ia melangkah lebih dekat dengan ku. Tiba-tiba ia menepuk-nepuk ujung kepalaku.

"Makasih buat waktu singkatnya. Lo janji, kan gak bakalan lupa sama gue?"

Aku terdiam. Mengapa dia aneh sekali?

"I-iya lah, lo apa sih kata-katanya kok gitu?"

Dia menggeleng. Setelah itu ia menangkup wajahku dengan tangan besarnya, ia kecup bibir ranumku dengan durasi cukup lama. Aku terdiam, tak membalas. Ada banyak sekali pertanyaan yang ingin aku lontarkan padanya.

"Gue sayang lo, Ri."

"Mark, tapi ini disekolah..."

Bukannya aku tidak sayang padanya, namun aku segan mengatakannya ketika kami disekolah. Apalagi sebelumnya kami melakukan...

"Gue yakin gak ada yang liat, tenang aja."

"Kalo gak ada yang mau diobrolin lagi, gue pulang, ya? Lo udah ditungguin yang lain tuh."

"Ah, iya. Pulangnya hati-hati, ya."

"Pasti dong."

"Thank you, Saeri. Bye-bye."

Mark berlari sambil melambaikan tangannya. Lalu setelah itu ia menghilang dengan motor besar yang ia bawa. Sementara aku masih terdiam di tempat, pandanganku mengarah pada buku yang sedang ku pegang.

Anehnya, semakin aku menatap buku itu semakin aku merasa pusing. Aku menggelengkan kepalaku dan mulai melangkah menuju gerbang sekolah. Namun, baru saja beberapa langkah aku tempuh, tiba-tiba aku tak sadarkan diri.

It's Okay! Where stories live. Discover now