(30) •De la France à l'amour•

8 5 1
                                    

'kau datang tidak dengan tangan hampa, kau bawa serta setangkup cinta, cinta yang murni karena Allah'

****

Tak terasa kurang lebih sudah setengah tahun Adam tinggal dan bekerja Di jakarta. Dia semakin terbiasa dengan kota ini.  Hubungannya dengan Balqis pun semakin akrab, Adam sering minta Balqis mengantarnya ke tempat yang belum dia ketahui di Jakarta.

"Kau tahu masjid sunda kelapa ini? Aku pernah baca di internet masjid ini mengadakan pengajian tiap malam jumat. Aku mau ke sana pulang kerja, tapi enggak tahu lokasinya. Bisakah kamu antar aku ke sana?" tanya Adam seminggu setelah idulfitri.

Kalau diberi pilihan nongkrong di kafe atau mengaji di masjid itu sudah pasti Balqis akan memilih nongkrong di kafe, tapi pertanyaan Adam benar-benar menohoknya. Dia suka pernah dengar kalau masjid sunda kelapa terletak di menteng, tapi tidak tahu lokasi tepatnya.

Balqis merasa gengsi menjawab tidak tahu. Dia melirik ponsel. Ajakan Dina ke kafe bersama dua teman kuliah lainnya di Australia dulu belum dia balas.

Pada Jum'at malam Teman-Temannya kadang mengajaknya bertemu untuk berbagi gosip terbaru. Kadang obrolan itu berlanjut ke karaoke atau tempat diskotik.

Belum pernah ada teman yang mengajaknya mengaji. Namun, Adam, cowok berambut pirang itu dari Prancis justru melontarkan ajakan itu. Sungguh ironis.

"Balqis? Kamu tahu enggak lokasi masjid itu?" pertanyaan Adam menyadarkan Balqis dari kecamuk pikirannya.

"Ohh, masjid sunda kelapa? Tau dong itu di daerah menteng. Anda mau kesana pulang kerja nanti?"

Adam menganggukan kepala.

"Yuk kita kesana. Kamu pernah ikut pengajian di sana?"

Balqis meringis menahan kesal. Kesal pada pertanyaan Adam yang seolah-olah menyindirnya. Juga kesal pada dirinya sendiri yajg belum pernah menyambangi masjid yang mengemban nama bersejarah di kota Jakarta itu.

"Aku juga mau lihat arsitektur masjidnya. Aku sudah baca sedikit sejarah Jakarta. Sunda kelapa itu nama awal Jakarta, kan? Aku tertarik Melihat-lihat sejarah arsitektur kota Jakarta. Bagiku itu penting karena menurutku kota ini perlu tetap pertahankan ciri khasnya dalam desain bangunan. Walaupun kota ini semakin berkembang menjadi kota metropolitan" lanjut Adam.

"Ahh cita-cita anda mulia sekali Mr Adam"

"Itu cita-cita sederhana. Seharusnya begitukan? Warga Jakarta ikut melestarikan ciri khas Jakarta"sahut Adam

Balqis mengangguk.

"Mau saya antar ke sana?" tanya Balqis, walau dia masih merasa ragu karena belum tahu jalan menuju ke sana.

"Kalau kamu enggak keberatan"spontan adam

"Saya tidak keberatan. Sebentar yaa, saya ke toilet dulu" kata Balqis lalu langsung menuju ke toilet. Di sana dia menyalakan perangkat hp-nya mencari alamat masjid sunda kelapa.

Ohh, di jalan di Ponegoro. Aku tahu jalan itu, batinnya lega

Lalu ia keluar dari toilet sambil tersenyum.

"Apakah kita bisa berangkat sekarang? Pengajiannya dimulai setelah salat magrib" kata Adam begitu Balqis sampai di hadapannya.

"Okey ayo" sahut Balqis.

Hampir magrib baru mereka sampai di masjid sunda kelapa. Untung mereka masih mendapat tempat parkir.

"Ini masjid sunda kelapa" kata balqis ketika mereka melangkah memasuki pelataran masjid. Dia bersikap seolah-olah sudah sering berkunjung ke situ. Namun, belum sempat Adam memperhatikan lingkungan sekitar masjid, azan magrib sudah berkumandang. Mereka pun bersiap mengikuti salat magrib berjamaah.

Payung Rindu Widya (END) Where stories live. Discover now