(40) •Epilog•

36 4 7
                                    

senyum Balqis tak sadar merekah saat ponselnya berdering. Dan dia membaca nama Adam di layar.

Adam menelpon? Bukankah dia masih di Perancis? batinnya heran sekaligus antusias untuk mengangkat telephonenya.

"Assalamualaikum" sapanya.

"Walaikumussalam. Apa kabar Balqis?" balas Adam. 

"Aku baik. Kamu di mana Adam?" Balqis tak bisa membunyikan rasa senang sekaligus rasa kangen dia kepada sang menejer sekaligus pujaan hatinya. Dan bukan hanya karena Adam menelepon, tapi juga karena sejak lelaki itu memintanya meninggalkan sebutan "saya-anda" dan menggantinya menjadi "aku-kamu" hubungan di antara mereka pun terasa semakin akrab.

"Aku masih di Perancis. Baru aja selesai makan siang bersama Smith dan Widya. Mereka titip salam katanya untukmu" sahut Adam.

"Lho jadi ini sambungan internasional?" sahut Balqis

"Enggak usah cemas. Aku menelponmu sekarang karena ada yang mau kutanyakan dan enggak bisa kutunda lagi"

"Kamu mau tanya apa?" jawab Balqis.

Adam terdiam sejenak sebelum bicara lagi.

"Aku enggak tahu ini boleh apa tidak, tapi aku harus bilang sekarang. Semoga apa yang akan kuucapkan ini enggak akan mengganggu hatimu sekaligus mengganggu pikiran kerjaanmu di kantor. Amalia Putri Nur balqis apakah kamu mau menikah denganku?" tanya Adam tiba-tiba untuk menyatakan diri kesiapan Balqis menjadi istrinya.

Balqis terkejut mendengarnya. Apa dia enggak salah dengar? Apakah benar Adam meminta ketersediaannya untuk menikah? Bagaimana mungkin hatinya tidak terganggu mendengar.  pertanyaan adam barusan?

Ini pasti mimpi!

"Balqis kalau kamu setuju, dua hari lagi aku akan ke Jakarta. Aku, ibuku, ayahku, serta kakak ku Isabel Achille akan datang menemui kedua orang tuamu untuk melamarmu secara resmi" lanjut Adam.

"Ibumu sudah yakin?"

"Alhamdulillah ibuku yakin sekali. Bahkan beliau yang mendesak ingin ikut, penasaran ingin tahu seperti apa Indonesia dan pingin banget bertemu denganmu"

Jantung Balqis terasa berdetak lebih cepat.

"Tapi ini mendadak banget. Kamu sendiri yakin mau menikah denganku? Sejak kapan?"

"Lebih cepat lebih baik, kan? Yaa aku yakin mau menikah denganmu. Aku menyukaimu dan aku yakin kamu perempuan terbaik untuk mendampingiku sampai akhir hidupku. Apa kamu juga cinta padaku, Balqis?"

Balqis kembali terdiam, sibuk mengatur detak jantungnya yang semakin tak karuan.

"Ya Adam, aku juga cinta padamu. Bahkan aku sangat amat mencintaimu. Kamu itu seperti cahaya hidayah yang dikirim Allah untukku" jawabnya, akhirnya mencurahkan perasaan yang selama ini dia simpan rapih di hati.

"i love you balqis. Terimalah lamaranku. Izinkan aku menjadi pendamping hidupmu, pelindung mu. semoga Allah merindoi rencana kita" sahut Adam dengan rasa amat bersyukur.

Balqis menangis. Air mata bahagia mengalir begitu saja. Bahunya berguncang menahan rasa bahagia yang seolah-olah ingin melompat keluar dari hatinya. Dia tak menyangka harapannya dikabulkan Allah, mendapat calon suami terbaik yang kelak menjadi imamnya

"Aku terima lamaranmu dengan alhamdulillah" jawab Balqis, suaranya terdengar lancar walau tubuhnya gemetar menahan rasa bahagia.

Udara terasa sejuk, senyap memenuhi ruang kantor tempatnya berada, lalu sayup-sayup dia bagaikan mendengar suara, seolah malaikat-malaikat yang tak terlihat ikut menggemakan alhamdulillah, mengiringi rasa syukur yang dirasakannya.

•END TAMAT•

****
472 kata

26/11/22

Payung Rindu Widya (END) Dove le storie prendono vita. Scoprilo ora