Waktu sudah menunjukkan pukul tujuh pagi. Seingatnya, suaminya tadi sudah pulang dari solat subuhnya di masjid kompleks. Lantunan ayat suci juga sudah terdengar. Biasanya setelah menyelesaikan bacaannya, suaminya tak lama akan muncul dari lantai dua dan beranjak pergi. Tapi kali ini Yanti menatap cemas kepada jam dinding di ruang tv. Sudah lewat dari 2 jam waktu yang biasanya digunakan suaminya untuk berangkat ke rumah sakit. Yanti sedikit menduga apakah karena penyatuan mereka semalam yang membuat suaminya masih bertahan di dalam kamar? Atau ada sebab lain yang membuatnya baru kali ini tidak berangkat sejak subuh hari.
Tak lama suara langkah kaki terdengar. Randy sudah menuruni anak tangga. Bedanya ia hanya memakai kaos hitam dengan celana training panjang abu-abu. Mau tak mau Yanti mengernyitkan dahi. Seingatnya suaminya ini tak pernah sekalipun ada di rumah bila sudah lewat pukul lima atau setengah enam pagi terlebih dengan pakaian santai, bahkan hari minggu sekalipun.
Mata Randy menatapnya sesaat sebelum memasuki area dapur dan sibuk mencari sesuatu di lemari kabinet.
"Mau saya buatkan kopi, dokter?" Tanya Yanti yang sudah berdiri dari duduknya di sofa. Tapi langkahnya terhenti melihat gerakan suaminya yang langsung menengok ke arahnya dengan mata tajam. Tanpa kata-kata. Hanya tatapan mata saja Yanti sudah mengerti bahwa kehadirannya tidak diinginkan. Segera saja ia kembali duduk di sofa ruang tv minimalis itu.
"Apa rasanya jadi anak haram dari seorang pelakor?"
Pertanyaan itu membuat Yanti menolehkan kepalanya ke arah suaminya.
"Iya?"
Yanti bertanya balik. Ia ingin memastikan bentuk pertanyaan suaminya.
"Gue cuma mastiin. Terkadang hukum karma itu gak datang di pelakunya. Kebanyakan ke anak pelaku." Jelas Randy sambil menuang dua sendok kopi ke dalam cangkirnya.
Sekali saja.
Hanya sekali saja, Yanti ingin berdialog dengan suaminya dengan baik. Tidak dengan umpatan. Celaan. Hinaan. Dan juga hardikan yang membuatnya kian terpuruk.
Yanti hanya terdiam. Ternyata pertanyaan awal suaminya itu benar di telinganya.
Memang benar bahwa ibunya seorang pelakor. Ia hanya anak diluar nikah dari pernikahan orang tuanya. Anak yang bahkan tidak diharapkan oleh ayahnya yang mempunyai keluarga bahagia. Anak yang tak dipedulikan ibunya karena sibuk mencari kebahagiaannya sendiri. Salahkah bila ia ingin bahagia? Terkadang ia ingin menyicipi bagaimana rasanya mempunyai pasangan dan dicintai. Mungkin saja dulu pernah, sebelum rasa itu hilang dan berujung perpisahan. Tapi kali ini beda, ia benar-benar ingin kembali merasakan menjadi seorang isteri kembali. Tapi dia salah. Peruntungannya tak tepat. Lelaki di depannya ini tidak bahagia bersamanya. Bahkan mencoba untuk mencari kebahagiaan bersama saja tidak ingin.
Padahal Yanti ingin sekali menyelami pribadi Randy yang ramah dan menyayangi anak-anak. Tetapi kepribadian itu luntur di hadapannya. Siapa yang menduga bahwa sosok dokter anak di hadapannya ini mempunyai mulut yang kasar, bicara tak sopan, mendelik, membuat takut dan tak sadar ringan tangan.
Tetapi mungkin beginilah ahirnya. Lelaki ini bahkan tak bisa menjadi dirinya sendiri dan menuangkan semua kemarahannya pada Yanti. Dimana masa depannya dengan sosok yang dipujanya menjadi ambigu. Salahnya juga harus mengiyakan perkataan Pak Alif mertuanya. Mungkin bila ia menjawab tidak, mungkin saja ada calon lain yang diajukan Pak Alif. Sehingga ia tidak terjebak dalam situasi tak menyenangkan ini. Situasi dimana semuanya jadi serba salah.
"Maaf dokter... saya gak tahu kalau akan seperti ini. Saya pikir ada baiknya kita cerita ke papa kalau pernika--"
PLETAKK!!
Suara Yanti tak lagi keluar. Baru saja ia ingin memberikan ide untuk jalan keluar terbaik untuk keduanya dengan pernikahan yang masih seumur jagung tersebut, tapi sebuah sendok nyaris saja mengenai kepalanya.

YOU ARE READING
Hanya Ingin Bahagia (TAMAT)
General FictionYanti adalah seorang janda yang sudah bercerai dengan suami pertamanya dikarenakan belum memiliki momongan. Dirinya dianggap mandul dan tidak sanggup bila suaminya ingin menikah lagi. Satu tahun setelah perceraian, Yanti ahirnya menemukan hidup nya...