Bagian 70 ⭒࿈⭒ Keinginan Waktu Sendiri

6 1 0
                                    

•••

Ups! Tento obrázek porušuje naše pokyny k obsahu. Před publikováním ho, prosím, buď odstraň, nebo nahraď jiným.



Hari demi hari terus berlalu dengan cepat. Tiap jam, menit, dan detiknya sama sekali tidak terasa karena waktu yang terus berjalan. Kehidupan rumah tangga Fitri dan Fian sudah stabil sekarang. Entah dari segi ekonomi maupun rohani. Semakin hati semakin romantis saja kedua pasangan ini. Namun baik Fitri ataupun Fian masih merasa ada yang kurang di kehidupan rumah tangga mereka. Mereka sangat sadar akan kekurangan itu.

Ya, seorang anak.

Fitri sangat sadar akan hal itu. Ia bahkan belum memberikan dirinya sepenuhnya pada sang suami. Sebenarnya ia sudah siap secara lahir dan batin. Akan tetapi, ia masih sangat malu untuk mengatakan keinginannya tersebut pada Fian. Rasa-rasanya ia akan pingsan di tempat sebelum mengatakan keinginannya.

"Hah ... tapi rasanya sepi juga ini rumah kalau nggak ada Fian. Mungkin kalau aku punya anak, akan sedikit ramai jadinya. Aku bisa bermain dengan si kecil ketika Fian bekerja," Fitri bergumam dengan senyum sendunya.

Ia saat ini tengah duduk di ayunan yang berada di halaman rumahnya itu. Berayun ke depan dan ke belakang sembari memikirkan perihal seorang anak yang diimpikannya. Ia baru saja pulang dari pasar. Sepedanya bahkan baru ia parkirkan beberapa menit yang lalu. Tidak ada kegiatan yang bisa ia lakukan sekarang, selain bermain ayunan dan merenung. Mau nonton televisi pun rasanya tidak ada tayangan yang bagus di sana.

"Huaaa, bosannyaaa. Ngapain ya enaknya?" Fitri kembali bergumam sembari mempercepat laju ayunannya. Kening gadis itu berkerut dalam hingga menimbulkan beberapa garis lurus di keningnya. Lantas beberapa saat kemudian, senyuman Fitri mengembang. Gadis itu baru saja mendapatkan sebuah pencerahan sepertinya.

"Kenapa aku nggak telepon Silfy aja, ya? Kangen juga dengan sahabatku yang satu itu." Fitri menganggukkan kepalanya dan tersenyum lebar. Ia bergegas menghentikan laju ayunannya dan berlari masuk ke dalam rumah. Mengambil telepon rumahnya dan langsung memencet beberapa angka untuk menelepon Silfy di Jawa Tengah sana.

Panggilan tersambung ...

Hingga suara cempreng Silfy menyapa indra pendengarannya. Fitri tersenyum tanpa dikomando. Ia membalas sapaan Silfy dengan nada cerianya. Gadis itu baru saja pulang dari pasar katanya, membantu sang ibu berbelanja bulanan.

"Bagaimana kabarmu, Sil?" tanya Fitri sembari menarik kursi plastik yang berada di sudut ruangan mendekat dan mendudukkan dirinya di sana tanpa melepaskan gagang teleponnya.

"Baik banget dong! Kalau kamu sendiri gimana? Baik-baik aja kan sama Fian?"

Seulas senyum simpul terbit di bibir Fitri sebelum menjawab pertanyaan sahabatnya di seberang sana. "Ya, kami baik-baik saja. Ohh ya, aku pindah rumah loh."

"Benarkah?! Pindah ke mana?!"

Fitri terkekeh kala mendengar nada terkejut dan senang secara bersamaan dari suara Silfy. Gadis itu pasti sangat terkejut dengan hal yang disampaikannya barusan. "Aku pindah ke rumah Pakdheku. Beliau memintaku dan Fian untuk menempati rumah lamanya," tutur Fitri tanpa melunturkan senyumannya.

Rajawali Ayodhya ✔Kde žijí příběhy. Začni objevovat