3: Mulai Jatuh

238 38 1
                                    

"Kalau saya jual mahal gak bakal ada yang beli. Kalau saya jual murah, justru malah saya yang rugi. Mau gimana lagi, Mas."

Curhatan tukang martabak telur mengisi pagi yang cerah di hari kamis. Nathan dan Segara yang memang sedang mengantri tersenyum miris mendengarnya. Mereka menyempatkan diri untuk membeli martabak sebelum sampai di depan gerbang sekolah. Hanya butuh 15 langkah lagi keduanya sampai di sekolah. Motor di parkir secara asal-asalan. Tak kenapa-napa jika tidak menghalangi pengendara lain, pikir mereka.

"Alhamdulillah kerjaannya halal, daripada pengangguran," ucap Nathan dengan cepat mengambil plastik berisi martabak telurnya, lalu memberi uang pas.

"Benar, Mas. Alhamdulillah daripada nganggur. Kasian negara ini setiap tahunnya meningkat terus pengangguran," ucap tukang martabak itu, sebut saja kang Lingga.

"Kalau dibiarin terus-menerus, bakal ada masalah baru," ujar Segara menimpali.

Kang Lingga mengangguk, sambil terus membuat martabak untuk pembeli lainnya.

"Masyarakat Indonesia harus produktif. Kalian para pelajar jangan sering bolos sekolah, belajar yang benar."

Para pembeli disana yang memang rata-rata anak sekolahan, hanya bisa mengangguk. Perhatian mereka teralih saat mendengar teriakan Nathan yang memanggil nama Adion. Lelaki itu baru saja melewati mereka dengan motor besar miliknya. Adion yang merasa dipanggil hanya menoleh sekilas, memilih mengegas motornya untuk memasuki lingkungan sekolah. Lalu, memakirkan motornya di parkiran sekolah.

Adion melangkahkan kakinya menuju ke kelas. Bukan kelas lelaki itu, melainkan kelas kekasihnya. Ingin memastikan jika kekasihnya itu datang tepat waktu. Sayang, dirinya belum bisa mengajak gadis itu untuk berangkat bersama. Nyatanya, aksi pelukan keduanya kemarin tidak membuat Audrey langsung ramah begitu saja pada Adion.

Tok...tok

Formalitas saja. Adion dengan langkah besarnya memasuki kelas itu, mengernyit bingung saat melihat kelas itu terlihat kosong selain tas-tas mereka dan juga kekasihnya yang sedang tertidur. Mungkin sudah pada berkumpul di lapangan untuk kegiatan literasi.

"Audrey?"

Audrey mengerjap bingung, matanya menelisik sekitar, baru menyadari jika teman sekelasnya tidak ada yang membangunkan dirinya. Suara bu Dara terdengar jelas dan tegas sedang menyuruh seluruh murid sekolah untuk berkumpul di lapangan melalui speaker sekolah.

"Lo gak dibangunin?"

"Gak punya teman," ucap Audrey lalu menyamankan posisi tidurnya.

"Arlo kemana?" tanya Adion saat tak melihat keberadaan lelaki itu.

"Sakit."

Adion mengangguk, ikut mendudukkan dirinya di samping kekasihnya. Sepertinya Audrey masih belum ada niatan untuk pergi ke lapangan. Kelopak matanya kembali tertutup damai, sinar matahari pagi juga tak ragu untuk menyapa kulit halus milik gadis itu. Adion dengan tenang memperhatikan Audrey yang sedang tertidur.

"Cantik banget."

Adion tertawa kecil saat melihat kelopak mata itu bergerak gusar, sepertinya kekasihnya itu tidak benar-benar sedang tertidur. Lihat, pipinya bahkan memerah tanpa sebab.

"Lo jelek, Adion." Audrey semakin menutup wajahnya di antara lipatan tangan di atas meja. Adion kembali tertawa, tangannya reflek mengusap surai halus gadis itu.

"Salting?" tanya Adion yang membuat Audrey berdiri, lalu membawa buku bacaannya untuk pergi.

Adion menahan lengan gadis itu, "Barengan ke lapangan. Gue taruh tas dulu."

BAD VIBES (ON GOING)Where stories live. Discover now