Blurb

355 27 7
                                    

"Welcome to Los Angeles"

Kata sambutan pramugari itu berikan kepada setiap penumpang yang keluar dari pintu pesawat.

Senyuman hangat terukir dibibir dengan membalas lembut. "Thank you"

Berjalan menuju pintu kedatangan sambil menarik koper berukuran sedang itu bersamanya, senyuman manis itu masih disana perasaan juga tidak bisa dikontrol dengan mudah karena rasa senang, tapi tenang dia masih bisa menahannya sebentar lagi. Mungkin jika sudah melihat wajah itu lagi dia tidak akan bisa menahan emosi tersebut, rasanya seperti permen nano-nano saja.

Penerbangan kurang lebih selama sepuluh jam itu cukup menguras tenaga siapapun yang merasakan lamanya perjalanan tersebut, namun tidak untuk wanita sepertinya, hati bahkan sudah terlalu rindu dan rasa yang sangat besar untuk kembali memeluk orang tersayang. Jalan tidak terlalu terburu-buru karena ia yakin orang yang tersebut sabar menunggu.

Hanya tinggal beberapa langkah saja hingga sampai digerbang paling luar tempat dimana para keluarga atau kerabat menunggu kedatangan para penumpang, tak jauh dari sini. Dia, sudah berdiri disana matanya bersinar terang melihat dia yang sedang menelpon tidak tahu  dengan siapa. Tapi tidak lama karena diapun segera menyadari kehadirannya dengan cepat dia mematikan panggilan tersebut dan segera berlari kecil.

"Kak Daniel!"

Dia.. Daniel, memeluknya erat. Benar-benar erat tak melepas kemungkinan ia tidak membalas pelukan hangat yang sangat dia rindukan, kiranya sudah berapa lama mereka tidak bertemu bahkan untuk menarik pelukanpun rasanya tak mau. Satu tahun? Dua tahun? Lima tahun? Atau bahkan lebih?

"Aku merindukanmu" kata Daniel melepaskan pelukan, telapak tangan menangkup wajah memerhatikan bahwa ternyata wanita ini sudah banyak berubah. "Lihatlah dirimu" ucapnya dengan sedikit bergetar Daniel memerhatikan dari ujung kepala hingga ujung kaki.

Dengan raut wajah bahagia bercampur rasa terkejutnya Daniel berpikir didalam hati kemana perginya anak kecil yang selalu menangis ingin bermain bersamanya dulu? Yang sangat manja melebihi adiknya sendiri. Daniel tertawa juga bergeleng kecil ternyata mereka sudah lama sekali tidak bertemu sehingga ia tidak bisa melihat anak kecil itu lagi.

"Kau sudah besar sekali.. Keira"

"Kakak juga sudah tumbuh tinggi sekali, tidak aku sangka"

Mereka melempar tawa kecil, Keira benar. Daniel juga aneh dengan dirinya sendiri, Keira yang kerap mengutuknya pendek itu kini berbalik mengarahnya, lihat saja perbedaan tinggi yang sangat jauh itu, benar-benar diluar ekspetasi Keira. Padahal Daniel juga percaya bahwa ia akan bertumbuh pendek.

"Lihat sekarang siapa yang tertawa"

Keira memutar bolanya, "Iya.. Iyaa aku kalah.."

Daniel mengusap lembut kepala Keira. "Jangan begitu.. Kau selalu menjadi pemenang untukku"

Keira menghela nafasnya pelan, sedikit menunduk menghindari tatapan mata dari Daniel. Mengingat keadaan yang sepertinya belum selesai juga sampai detik ini.

Tapi Daniel meremas pelan bahu Keira menatapnya dengan hangat. "Tidak usah kau pikirkan."

Jika apa yang kita lakukan itu seakan mudah saat mengucapkannya pasti tidak ada masalah yang harus dibebani, tinggal katakan saja maka masalah itu akan hilang, Keira inginnya begitu tapi mustahil.

Daniel langsung saja merangkul Keira sambil mengambil alih koper dari tangannya. "Kau datang kesini untuk liburan bukan? Sudah ya jangan dipikirkan, pasti semuanya akan baik-baik saja" katanya masih seperti dulu.

Sambil berjalan santai mereka menuju parkiran tempat dimana mobil Daniel terpakir, karena jarak yang lumayan jauh cukuplah untuk mereka berbicara sedikit sambil mengikis waktu.

NO REGRETWhere stories live. Discover now