Hari Penentu

118 17 0
                                    

Bloodytopia. Salah satu dari lima wilayah di kerajaan Primme. Kota dengan pemandangan terindah di kerajaan ini. Terletak paling ujung di timur kerajaan. Dan bla bla bla.

Mendapat cahaya yang cukup untuk memproduksi darah lebih banyak. Sebenarnya tidak ada hubungan antara matahari dan darah menurutku. Tapi kau tahulah, Klan Pengendali menyimpulkan seenak jidat. Juga menyimpulkan bahwa kamilah yang terkuat.

Yakinlah, tak ada produk yang mengaku nomor dua. Tapi yah... Disinilah tempatku. Salah satu rumah dari kerajaan yang ada di pojokan sana.

Semua orang tengah membicarakannya. Ada yang berbisik-bisik, beradu mulut, atau sekedar mendengarnya sepertiku.

Hari Penentu, membuat heboh bukan kepalang. Hari ini adalah Hari Penentu. Siapapun pasti tahu sepenting apa hari ini.
Sekolah-sekolah dasar diliburkan. Klan Pengendali, Klan Pelindung, Klan Pembentuk, dan Klan Penggerak dengan masing-masing kegiatan mereka diliburkan.

Hanya kerajaan dan Pengurus Sekolah Tinggi yang boleh mengotak-atik Hari Penentu ini. Aku pun sudah siap dengan apapun yang terjadi nanti. Sudah siap dengan apa yang akan terjadi setelahnya.

"Satu Pengendali lagi,"
"Benarkah !?" Tanya seorang perempuan bertopi merah jambu dengan blus super ketat, pada perempuan di sampingnya.

Baru saja aku naik kereta sekolah, dan sudah banyak siswa yang akan melanjutkan Sekolah Tinggi bergosip dengan santainya. Tidak ada takutnya pada Pengatur Keamanan.

"Aku bersumpah melihatnya diangkat dari gorong-gorong dengan keadaan kaku dan menjijikkan"

Pasti Para Pengendali lagi. Padahal aku tinggal di kawasan Pengendali-Darah, namun berita dari klanku sendiri selalu kudengar dari mulut klan lain. Terutama klan Pelindung yang jaraknya tak jauh dari klanku.

Biarlah, aku juga tidak terlalu peduli pada orang lain. Asal tidak menarikku. Mereka juga tidak akan pernah peduli padaku.

Aku hanya perlu menyelesaikan sekolahku dengan baik, dan mengabdi sepenuhnya pada kerajaan. Seperti perintah para pengasuhku, termasuk Ibu Meredith.

Tapi tidak begitu dengan surat wasiat ayahku, ayah menginginkan aku menjadi pengendali terkuat. Dan membuat klanku menjadi klan dengan kasta tertinggi.

Setiap Selasa, Rabu ,dan Kamis, teman masa kecilku selalu lewat pada saat kereta sekolah sampai di Gerbang I. Entah mengapa selalu begitu tepat. Tapi aku menikmatinya.

Karena memang tak pernah ada waktu selain hari-hari itu aku bisa melihatnya dengan mudah dan karena hanya dialah temanku. Aku juga bisa melihat dua adiknya sedang bergurau di dalam kereta kerajaan. Walau hanya sekejap, sebelum penjaga sigap membuka gerbang.

Jadi siapa dia? Tidak akan pernah ada yang percaya padaku. Apalagi tentang kisah yatim-piatu lusuh yang berteman dengan Pangeran Mahkota. D'lond Kitch Naoue R.H. Nama yang bagus. Kalau punyaku?

Huh. Aku punya nama yang terkesan konyol. Namaku... Emp. Hanya itu saja, tidak lebih apalagi kurang. Tapi setidaknya nama itu diberikan oleh ayahku, kata para pengasuh. Tidak seperti kebanyakan anak asuh di panti asuhan Sunny Shine.
"Jangan menatapnya. Kau tidak boleh melakukan itu Emp. Menunduk," ini Brigitte. Kurasa, dia juga temanku.

Brigitte dari Klan Pembentuk yang memiliki anugerah pada tulang mereka. Yang kutahu, orangtuanya memproduksi peluru dari tulang ujung jari mereka. Kakaknya menjadi pasukan pelindung keamanan. Kakaknya mungkin juga salah satu orang yang ditugaskan membuat benteng yang melingkupi kerajaan ini. Bahkan Brigitte pernah mengembalikan tulang pahanya yang patah sendirian. Aku tahu semua itu dari Brigitte. Dia selalu duduk disampingku dan tak bisa berhenti berkicau.

Aku menghargai usahanya untuk berteman denganku. Tapi aku tak bisa berbicara pada orang yang tidak dekat denganku. Setidaknya Brigitte masih tahan dengan diriku dan memberi peringatan yang berguna buatku.
"Sebentar lagi kita melewati gerbang kedua. Dan sampai di ruang penentuan," kata Brigitte.
"Apa kau berdebar dan tak bisa tidur semalam?" Lanjutnya.

Kurasa dia mendeskripsikan keadaannya saat ini.
"Oh Emp, kumohon bicaralah sekali ini saja atau aku tak akan pernah mendengar suaramu untuk selamanya," pintanya.

Dia ada benarnya juga. Kalau sampai terbukti kami tak memiliki anugerah yang sama, tidak akan ada waktu lagi kami bertemu.

"Ma-af," ayolah. Kenapa terdengar seperti koakan burung gagak begini?
"Turi-ma," , "Turima ?" Tanya Brigitte. Aku belum selesai.

"Gerbang kedua! Emp, terimakasih kau mau bicara padaku walau aku tak tahu maksudmu apa. Semoga kita berjumpa lagi suatu saat Emp. Kau kawanku." Yah, itu kalimat perpisahan yang cukup bagus. Sepertinya aku harus melatih pengucapanku setelah ini. Bintik-bintik coklat di pipi Brigitte bergetar tak tentu. Tanda dia tengah canggung.

Aku lambat menjawabnya, dan sampailah kami di gerbang kedua. Sementara aku bingung harus bagaimana, Brigitte justru mengemasi barang bawaannya.

Aku juga harus cepat.

Pandanganku pada Brigitte berakhir saat kami memasuki akademi yang berbeda. Kami kan dari klan berbeda.

Sedikit cerita. Hidup orang rendahan seperti aku dan Brigitte berkebalikan dengan anggota keluarga kerajaan. Meski kami berbeda klan, kami bisa melakukan apapun diluar akademi.

Sebaliknya, jika keluarga kerajaan memiliki kecenderungan anugerah yang sama dengan klan kami, kami bebas melakukan apapun didalam akademi. Diluar akademi, jangan harap kalian boleh menatap mata keluarga kerajaan.

Hufht... Aku tak tahu tiba-tiba saja jantungku berdebar tak menentu. Aku akan menjalani takdirku sesuai hasil penentuan. Aku masih tak percaya. Semoga saja, aku mendapatkan hal yang terbaik untukku.

EMPTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang