Ep 10. Neun

521 68 3
                                    

Beberapa hari terakhir Sam menghabiskan sepanjang waktunya di kampus. Setelah berbagai perjuangan, revisi ini itu, bolak-balik nyari dosen, ngechat di read doang, sampai bela-belain kehujanan untuk bimbingan akhirnya proposal skripsinya di ACC. Dua hari lagi Sam menyongsong hari menegangkan itu.

Sekarang ia sedang berjalan menaiki tangga menuju kamarnya. Tadi dia habis nganterin undangan buat dosen-dosen. Pakai segala ngedrama salah gelar di belakang nama kaprodi, terpaksa Sam harus ngeprint ulang. Sam menatap pintu kamar Airlangga yang tertutup rapat. Karena kesibukannya akhir-akhir ini, Sam jadi tidak terlalu memperhatikan adiknya itu. Beberapa hari setelah kejadian Airlangga babak belur di gang buntu samping sekolah, anak itu memaksakan diri untuk masuk sekolah. Walaupun sempat ngototan dengannya, akhirnya mau tidak mau melepaskan Airlangga masuk sekolah dengan syarat harus diantar jemput oleh pak Gun.

Sejenak Sam terdiam, lantas beranjak menuju depan kamar Airlangga. Sam mengetuk pintu tersebut, tapi tidak ada jawaban. Berulang kali Sam mengetuk, tak lama kemudian pintu itu terbuka, menampilkan sosok Airlangga yang terbalut hoodie tebal dan celana training panjang.

"Kenapa bang?" Tanya Airlangga.

Sam mengernyit aneh, seperti ada yang tidak beres dengan anak ini. "Ngapain lo pake hoodie gitu di rumah?" Selidik Sam

"Ya pengen aja, emang gak boleh?" Balas Airlangga sedikit tergagap. Ia membuang muka, sengaja mengalihkan pandangan agar tidak bersitatap dengan sang kakak.

Kecurigaan Sam semakin menjadi-jadi saat melihat Airlangga yang diam-diam meringis. Seperti ada yang sengaja anak itu tutupi darinya.

"Lo kena-"

"Arghh." Airlangga merintih kesakitan saat Sam menyentuh bahunya.

"Heh lo kenapa cil?" Sam buru-buru menyentuh Airlangga, tapi segera ditepis oleh anak itu. Airlangga menatap Sam tajam.

"Abang mending pergi deh! Aku mau tidur!" Serunya keras.

BRAKKK

Sam terperanjat saat pintu kamar itu ditutup keras oleh Airlangga. Tidak biasanya Airlangga semarah itu padanya. Ada yang aneh dengan adiknya. Sam menghela napas, mengetuk kembali pintu kamar Airlangga.

"Cil, tadi gue beli mekdi, ambil aja di dapur ye." Sam kemudian beranjak menuju kamarnya. Mungkin menunggu mood Airlangga bagus, barulah ia mengajak anak itu bicara.

🍃

Sam menutup laptopnya dan beranjak menuju kasur. Diluar sana terdengar desauan angin yang kacau, gemuruh langit berkali-kali mengguncang diikuti dengan kilatan petir menyambar-nyambar. Sepertinya badai benar-benar menghantam kotanya kali ini.

Tukkk tukkk

Sam menoleh ke arah pintu, ada yang mengetuk. Sam bergegas membuka pintu, ternyata Airlangga. Anak itu datang dengan wajah ketakutan memeluk boneka Donald duck-nya.

"Abang, aku boleh tidur sama abang? Petirnya ngeri," ucapnya pelan.

Sam tersenyum, merangkul Airlangga. "Bolehlah. Ayo masuk."

Sam membawa Airlangga masuk ke dalam kamarnya. Anak itu langsung merapatkan diri seraya memeluk Sam erat, mencoba mencari kehangatan dalam pelukan sang kakak.

"Bang, maaf. Tadi siang aku marah-marah."

Sam yang asyik memainkan rambut Airlangga menggeleng, "gak papa. Kalau ada masalah, lo bisa cerita ke gue. Jangan di pendam sendiri ya."

Keduanya pun terdiam. Sam masih asyik memain-mainkan rambut Airlangga. Ada yang menggangu pikiran Sam, tadi dia jelas melihat lebam kebiruan di belakang leher Airlangga. Sejujurnya Sam kepo, ingin langsung bertanya tapi takut membuat mood bocah itu kembali buruk. Sementara itu, Airlangga masih bungkam. Hanya jemarinya yang semakin meremas kuat kaos belakang Sam.

"Aku takut..." Lirih Airlangga.

"Ada abang. Abang bakal lindungi adik abang sampai mati." Balas Sam.

Sam tahu ada yang ditutupi Airlangga. Sam melihat dengan jelas, seperti ada beban besar yang disembunyikan anak itu. Sam menghela napas, mengelus punggung sang adik lembut.

Apa yang lo sembunyikan, cil. Batin Sam.

🍃

Pendek banget yaa

To be continued...

It's Alright ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang