Ep 14. Dreizehn

374 49 11
                                    

Sea lagi-lagi berteriak histeris. Ini adalah kali ketiga Airlangga harus menyaksikan mamanya kembali dalam keadaan tidak terkontrol sepanjang hari. Airlangga bahkan tak mampu memberontak saat Jihan mendorongnya keluar ruangan, Sea mendadak menjadi sangat agresif. Berteriak-teriak menyebutkan nama Samudera.

Samudera ya, bisik Airlangga dalam hati. Ia tidak mengenal orang yang selalu disebut Sea dalam keadaan tidak sadarnya. Siapa orang itu dan apa perannya dalam kehidupan Sea, Airlangga tidak tahu. Tapi yang pasti, Airlangga tahu mamanya sangat menyayangi orang bernama Samudera itu.

"Kak, gimana mama?" Airlangga bertanya khawatir, menghampiri Jihan yang baru saja keluar dari ruangan.

"Sudah lebih baik, kalau mau masuk silakan. Tapi hati-hati ya, emosi mama kamu emang lagi gak stabil. Kamu udah makan belum?"

Pertanyaan sudah makan atau belum sepertinya adalah hal wajib yang harus Jihan tanyakan setiap bertemu Airlangga. Hati Airlangga menghangat, senang masih ada yang peduli padanya. "Udah kok, tadi sebelum kesini." Balas Airlangga berbohong. Ia bahkan tidak sempat mengisi perutnya dari tadi malam.

Jihan menepuk-nepuk bahu Airlangga sambil tersenyum menguatkan. Sepanjang Jihan mengenal Airlangga, tidak pernah sekalipun ia melihat anak di depannya ini menyerah dengan kehidupannya. Jihan selalu takjub dengan kesabaran Airlangga. Bagi Jihan, Airlangga adalah anak laki-laki terkuat yang pernah ia temui. Setelah berbicara sebentar, Jihan pamit untuk mengecek pasien lain. Pelan Airlangga membuka sedikit ruangan milik Sea. Dilihatnya sang mama sedang duduk di kursi menghadap jendela, mengelus-elus selembar foto yang selalu dibawanya kemanapun. Airlangga berjalan perlahan menghampiri mamanya.

"Mama sedang apa?" Tanya Airlangga lembut. Ia berjongkok di depan kursi Sea, mengelus lembut punggung tangan kurus itu.

Mata bulat besar Sea menerawang kosong ke depan. Wajah tirusnya terlihat semakin kurus, begitu pula dengan badannya. Hati Airlangga mencelos, andai takdir berpihak baik pada mereka, mamanya pasti tidak akan semenderita ini.

"Samudera-ku kenapa lama sekali datang? Mama kangen. Katanya Samudera mau kasih lihat lukisannya pada mama." Gumam Sea mengelus foto seorang anak kecil ditangannya. Sementara Airlangga setia mendengarkan setiap racauan sang mama.

"Mama tunggu ya, Samudera-nya mama sebentar lagi akan datang. Mama harus sabar menunggu," balasnya.

Pandangan Sea beralih menatap Airlangga. Wanita cantik itu balas menggenggam jemari Airlangga yang dingin. "Terima kasih banyak. Tapi kamu siapa? Apa kamu temannya Samudera?"

Airlangga mengangguk,"iya ma, Angga temannya Samudera. Temannya Samudera yang sayang banget sama mama."

"Terima kasih banyak, kamu pasti anak yang baik."

Sekuat tenaga Airlangga mengesampingkan rasa perih saat Sea tidak mengenalinya. Ayolah lo udah terbiasa, bisik Airlangga pada dirinya sendiri. Tidak apa-apa jika Sea lupa dengannya. Airlangga tidak masalah, kalau harus mengenalkan diri sebagai orang lain di depan mamanya. Melihat Sea tersenyum tenang seperti ini sudah cukup bagi Airlangga. Ia tidak mengharapkan lebih selain mamanya bahagia.

🍃

Pukul satu dini hari Airlangga baru sampai di kontrakan kecilnya. Rumah yang dulunya merupakan surga Airlangga dan Sea. Tapi sejak lima tahun terakhir, rumah kecil itu terlihat suram. Tidak ada omelan Sea yang suka Airlangga dengarkan atau bau masakan semerbak selalu menggugah selera. Semuanya berubah. Tidak ada lagi kehangatan di dalam surganya. Yang Airlangga temui setiap pulang ke rumah adalah neraka dingin dan sepi.

Airlangga merebahkan diri di atas kasur sempitnya, menatap langit-langit kamar yang sudah dihiasi sarang laba-laba akibat jarang dibersihkan. Hari ini cukup melelahkan, setelah menjaga Sea di rumah sakit, Airlangga harus bekerja untuk memenuhi kebutuhan dan biaya pengobatan. Menjadi pelayan di rumah makan, lanjut menjaga toko di malam hari. Sejujurnya Airlangga lelah, badannya nyaris remuk, tapi kata-kata menyerah pantang baginya. Demi mewujudkan senyum di wajah sang mama, Airlangga tidak masalah harus bekerja mati-matian di usianya yang baru menginjak lima belas tahun. Airlangga yakin, suatu saat Sea akan mengenalinya kembali seperti dulu.

"Tuhan, tolong kasih mimpi yang indah malam ini ya. Angga cape, setidaknya dengan mimpi indah capenya gak terlalu kerasa. Tuhan, lindungi mama ya. Angga sayang mama."

Airlangga perlahan menutup mata, mulai memasuki alam mimpi. Airlangga jatuh tertidur, guratan lelah terlihat jelas dari wajahnya. Udara dingin menyelimuti malam yang gelap. Mengepul membuat kaca-kaca jendela berembun. Mimpi indah, singgahlah sebentar dalam tidur anak baik ini.

🍃

"Tuhan, tolong kasih mimpi yang indah malam ini ya

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

"Tuhan, tolong kasih mimpi yang indah malam ini ya..."

To be continued...

It's Alright ✓Where stories live. Discover now